Buntut Panjang Kasus Pengeroyokan yang Tewaskan Samson di Sukabumi

Round-Up

Buntut Panjang Kasus Pengeroyokan yang Tewaskan Samson di Sukabumi

Tim detikJabar - detikJabar
Selasa, 25 Feb 2025 08:30 WIB
Lokasi tewasnya Preman Samson di Cihurang, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi
Lokasi tewasnya Samson usai dikeroyok sejumlah orang di Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar).
Sukabumi -

Kasus pengeroyokan yang menewaskan Suherlan alias Samson (33) di Kampung Cihurang, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, berbuntut panjang. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sukabumi menetapkan enam orang sebagai tersangka. Namun, meski sudah berstatus tersangka, mereka tidak ditahan.

Dalam pertemuan antara kepolisian, keluarga korban, dan warga, keenam tersangka turut dihadirkan. Duduk berjejer dengan kepala tertunduk, mereka menghadapi sorot mata keluarga dan warga yang hadir di kediaman salah seorang tokoh masyarakat.

"Pada hari Minggu, 23 Februari 2025, polisi telah mengamankan beberapa orang yang diduga sebagai pelaku penganiayaan atau pengeroyokan terhadap Saudara S alias Samson," ujar Kasi Humas Polres Sukabumi, Iptu Aah Saepulrohman dalam keterangannya kepada detikJabar, Senin (24/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah pemeriksaan, keenam orang itu ditetapkan sebagai tersangka. Namun, keputusan untuk tidak menahan mereka memunculkan pertanyaan di tengah publik.

"Ya, tidak dilakukan penahanan dan itu merupakan kewenangan subjektif dari penyidik. Namun demikian, proses penyidikan perkaranya tetap berjalan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku," kata Aah.

ADVERTISEMENT

Keputusan ini menjadi perdebatan. Di satu sisi, publik menginginkan keadilan. Di sisi lain, ada alasan hukum yang melatarbelakangi kasus ini.

Kapolres Sukabumi AKBP Samian menjelaskan, soal polisi tidak pernah mengambil langkah hukum terhadap Samson, meski kerap meresahkan warga. Menurutnya, Samson tidak bisa diproses pidana karena statusnya sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

"Bahwa saudara Samson memang sudah beberapa kali melakukan tindakan yang melanggar aturan, bahkan masuk ke ranah pidana. Sudah beberapa kali kita amankan, kita proses, namun saat dilakukan asesmen kejiwaan, ternyata yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan," jelasnya.

Samian merujuk pada Pasal 44 KUHP yang menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana.

"Di dalam pasal 44, terhadap orang yang mengalami gangguan kejiwaan tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana, sehingga kita tempatkan, kita arahkan ke rumah sakit jiwa, dan dilakukan pengobatan. Namun, pengobatan yang tidak tuntas, waktunya terbatas, sehingga kembali lagi ke masyarakat dan kembali lagi melakukan perbuatannya," terang Samian.




(sya/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads