Cerita Korban Penganiayaan hingga Kasusnya Disorot Komisi III DPR

Kota Tasikmalaya

Cerita Korban Penganiayaan hingga Kasusnya Disorot Komisi III DPR

Faizal Amiruddin - detikJabar
Rabu, 22 Jan 2025 17:42 WIB
Korban kasus pengeroyokan di Tasikmalaya menunjukan lukanya.
Korban kasus pengeroyokan di Tasikmalaya menunjukan lukanya (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar).
Tasikmalaya -

Proses hukum kasus penganiayaan di Tasikmalaya jadi sorotan Komisi III DPR RI, menyusul munculnya dugaan salah tangkap dalam kasus tersebut.

Kasus tersebut merupakan kasus penganiayaan yang menimpa Muhamad Taufik (27) di Jalan Mayor SL Tobing, Kelurahan Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Minggu (17/11/2024) lalu. Taufik mengalami luka bacok akibat sabetan celurit dalam insiden itu.

Dalam kasus itu polisi menetapkan 5 orang tersangka dan kini menjadi terdakwa. Dari jumlah tersebut 4 orang di antaranya adalah anak di bawah umur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keempat terdakwa anak di bawah umur terdiri dari inisial DW (16), warga Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, inisial RRP (15), warga Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya, inisial FM (17), warga Kecamatan Kawalu dan inisial RW (16), warga Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya.

Satu tersangka dewasa dalam kasus ini adalah pria inisial NSP (19), warga Kelurahan Gunung Gede, Kecamatan Kawalu.

ADVERTISEMENT

Menyikapi adanya dugaan salah tangkap dan kasusnya menjadi sorotan wakil rakyat di DPR, korban Muhamad Taufik mengaku, heran dengan apa yang terjadi.

Taufik mengaku, masih mengingat kejadian itu dan bisa mengenali wajah pelaku pembacokan, yang kini menjadi terdakwa.

"Saya mengenali wajah pelaku, si DW itu yang membacok saya dengan celurit. Saya hadap-hadapan, jadi saya masih ingat wajahnya," kata Taufik, Rabu (22/1/2024).

Dia memaparkan, setelah punggungnya dibacok celurit, pelaku kemudian menghantamkan bacokan kedua. Saat itu Taufik menangkis dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya membuka masker yang digunakan pelaku.

"Pas saya buka maskernya, saya lihat jelas mukanya, ya itu dia, yang sekarang disidang. Kondisi TKP juga terang, jadi jelas," kata Taufik.

Selain mengenali wajah pelaku, Taufik mengenali sepeda motor yang digunakan pelaku dan kini dijadikan barang bukti.

"Motornya juga saya masih ingat, Honda Beat putih. Terus celuritnya juga yang sekarang jadi barang bukti," kata Taufik.

Dia mengatakan, akibat kejadian itu dirinya harus mendapatkan perawatan intensif selama 1 minggu dan tidak bekerja selama 1 bulan. Taufik sendiri sehari-hari bekerja sebagai pegawai koperasi.

"Luka bacokan di punggung itu 35 jahitan, sudah tembus ke paru-paru, ke jantung 5 cm lagi. Kalau tangan, ini jari hampir putus, untung masih bisa disambung," kata Taufik.

Selain mengalami luka yang cukup serius, dia juga harus menanggung biaya pengobatan sekitar Rp 58 juta.

"Habis Rp 58 juta, kan nggak ditanggung BPJS. Keluarga dan teman-teman akhirnya urunan," kata Taufik.

Dia juga menyebut, saat ini dampak bacokan celurit itu masih terasa. Dia kerap merasa sesak nafas, karena bacokan mengenai paru-paru. Bekas operasi juga menurut dia masih terasa sakit.

"Sampai sekarang sesak, dan di perut sebelah kiri ini masih sering sakit," kata Taufik.

Selain itu Taufik juga mengaku heran dengan para terdakwa itu. Karena sebelumnya para terdakwa itu mengakui perbuatannya bahkan sampai meminta maaf, tapi sepekan kemudian jadi berubah.

"Pas saya sudah agak sehat, saya temui semua pelaku. Mereka mengaku dan meminta maaf ke saya. Tapi seminggu kemudian setelah ganti pengacara jadi berubah," kata Taufik.

Lebih lanjut Taufik mengaku, sebagai korban dirinya hanya berusaha meminta keadilan atas penderitaan yang dialaminya.

"Sekarang saya hanya minta keadilan, pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Supaya jadi contoh, supaya tidak ada lagi korban geng motor diTasikmalaya," kata Taufik.

Persidangan Masih Berlangsung di PN Tasikmalaya

Sementara itu persidangan kasus ini masih bergulir di PN Tasikmalaya. Pengacara korban, Windi Harisandi mengatakan sidang hari ini menggelar agenda pledoi dari pihak tersangka.

"Sidang masih berjalan, hari ini agendanya pledoi," kata Windi.

Terkait adanya tudingan salah tangkap dan munculnya rekomendasi dari Komisi III DPR, Windi berharap DPR bisa lebih cermat dalam memberikan pandangan atau rekomendasi.

"Saya menyayangkan permasalahan ini jadi polemik. Sebenarnya permasalahan ini adalah kasus terang benderang. Mereka akan menggiring opini, bahwa kasus ini seperti kasus Vina Cirebon. Mereka lupa, bahwa dalam hal ini korban masih hidup. Jadi korban akan meluruskan apa yang terjadi sebenarnya," kata Windi.

Windi berharap Komisi III DPR juga bisa mendengar keterangan korban yang sama-sama sedang mencari keadilan.

"Saya sayangkan langkah DPR, mereka membuat kesimpulan atau membuat rekomendasi hanya mendengar dari satu pihak saja, harusnya ada kroscek," kata Windi.

"Mereka langsung mengeluarkan rekomendasi, saya pikir rekomendasi itu juga intervensi hukum. Karena, dalam salah satu rekomendasi mengatakan "kami meminta hakim menangguhkan penahanan" berarti itu kan intervensi. Hakim itu diberi kewenangan, keleluasaan dalam melaksanakan tugasnya tanpa intervensi dari pihak mana pun," imbuh Windi.

Sekedar diketahui proses hukum kasus ini juga sempat diwarnai kejadian unik akibat jaksa penuntut umum (JPU) salah membuat surat dakwaan. Sehingga para terdakwa sempat bebas sesaat.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Habiburokhman Ngaku Undang Massa Aksi Diskusi RUU KUHAP tapi Ditolak"
[Gambas:Video 20detik]
(mso/mso)


Hide Ads