Nasib pilu dialami perempuan asal Bandung berinisial AG (26). Tergiur lowongan kerja hingga upah, AG malah terjebak menjadi penjual minuman keras hingga jadi pemandu lagu di sebuah kafe di Belitung.
Kisah pilu AG bermula saat dirinya melihat lowongan pekerjaan di Facebook pada 29 November 2024 lalu. Lantaran terhimpit persoalan ekonomi, AG pun akhirnya mencari tahu lowongan pekerjaan tersebut.
"Saya coba kontak ke nomor yang ada di situ. Terus ada yang menghubungi, dia nawarin kerja di kafe dan restoran. Mikirnya kafe makanan, di iming-iming bisa kasbon di awal, tergiur, itu pertamanya," kata AG saat berbincang dengan detikJabar pada Selasa (24/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak berpikir panjang,, AG menerima tawaran tersebut. Singkat cerita, dia dijemput oleh seorang perempuan berinisial R pada 1 Desember 2024 lalu. R merupakan istri dari pria inisial G yang menawari pekerjaan kepadanya lewat Facebook.
"Jadi saya dari Bandung langsung dibawa ke Cianjur dulu untuk transit sebentar. Setelah itu saya langsung terbang menggunakan pesawat dengan tujuan Bandara Tanjung Pandan (Belitung)," katanya.
Selama dalam proses perjalanan, AG dipinjami uang senilai Rp 1 juta oleh R. Uang itu kemudian dia berikan kepada orang tuanya.
"Saya baru di kasih kasbon Rp 1 juta uangnya di transfer ke ibu saya, memang butuh, jadi saya enggak pegang uang sama sekali. Terus ongkos juga ditanggung lah," jelasnya.
Setelah sampai di tempat kerjanya, AG kaget. Ternyata kafe yang dimaksud tak seperti yang dibayangkannya saat awal menerima informasi lowongan kerja. Tempat kerjanya itu ternyata kafe yang menjual minum-minuman keras.
"Eh, nyampe di sana ternyata kafe yang jual bir, dan ternyata di sana harus cari tamu sendiri, biasanya yang lain itu ngundang tamu dari aplikasi," ucapnya.
Kenyataan pahit juga diterima AG saat mengetahui ongkos akomodasi selama perjalanan dari Bandung ke Belitung dianggap sebagai utang. Situasi semakin pelik lantaran gaji yang diharapkan senilai Rp 3 juta tak sesuai dengan yang diharapkannya.
"Ternyata sampai di sana malah suruh jual per-botol, kita kebagian Rp 10.000 per botol. Saya bertanya-tanya kok gini, tapi saya coba jalani dulu, karena kan keluarga saya juga gak tahu. Saya bilangnya jadi ART di Jakarta, karena kalau kerja kaya gitu pasti gak diizinkan sama keluarga juga, butuh uang juga kita," katanya.
AG menjalani pekerjaan itu dengan penuh keterpaksaan. Dia harus menjual minuman dan menjadi pemandu lagu. Selama melakoni pekerjaannya itu, AG hanya mampu menemani tiga tamu.
"Karena saya enggak mau, jadi selama 2 minggu kerja di sana itu cuma dapat 3 tamu, totalnya 13 botol (terjual), jadi dapat Rp 130 ribu, saya pengin pulang, karena merasa tertipu," bebernya.
Pendapatan di tempat kerjanya itu terbilang kecil. Menurutnya, rata-rata pekerja di sana memiliki tambahan penghasilan dengan nyambi menjadi PSK.
"Karena saya enggak mau, jadi saya di kunci dari luar. Jadi tiap mes atau tempat tinggal itu juga jadi lokasi kalau mau BO yang di tempat itu. Jadi kalau misalkan teman saya dapat pelanggan, gak ada tempat, ya jadi pakai tempat saya dan saya ngungsi ke tempat lain," ucapnya.
AG merasa tersiksa selama bekerja di sana. Dia dipaksa minum hingga muntah dan tak sadarkan diri.
"Sering bilang sudah gak kuat tapi tetap suruh minum. Karena saya enggak biasa juga. Padahal, perjanjian awal juga itu enggak harus minum, cuma untuk nemenin tamu nyanyi misalnya. Tapi ternyata harus wajib minum malah harus kuat minum karena kita kan targetnya jual per botol," jelasnya.
Selama di sana, AG hanya bisa termenung dan tak jarang jadi korban perundungan wanita lainnya. Lebih parah lagi, AG diperlakukan seperti ART.
"Jadi saya terintimidasi juga di sana. Jadi waktu itu saya dijanjikan makan sepuasnya, tapi nyatanya cuma mi doang. Kalau mau jajan ya beli sendiri, sedangkan saya enggak BO penghasilan pas-pasan. Kaya alat kecantikan itu awalnya ditanggung ternyata juga jadi hutang. Mungkin biar terikat," kata Amel.
AG sudah tak kuasa menahan derita. Hingga akhirnya pada 16 Desember 2024 dia meminta bantuan ke Polres Belitung dan Polresta Bandung melalui sosial media.
"Terus di kasih nomor humas Reskrim (Polresta Bandung) Pak Ilham. Saya cerita ke beliau, saya cerita semuanya. Terus di suruh shareloc, saya shareloc, terus diminta alamat lengkap lokasi saya. Saya minta alamat lengkap ke orang sana, tapi enggak ada yang ngasih alamat lengkap, akhirnya saya coba ngorek-ngorek tempat sampah nyari bekas paket," bebernya.
Keesokan harinya atau pada 17 Desember 2024 pukul 10.00 WIB, polisi dari Polresta Bandung berkolaborasi dengan Polres Belitung mendatangi lokasi dirinya bekerja. Menurut AG, saat itu polisi yang datang awalnya mengaku dari petugas kesehatan dan tak menggunakan seragam polisi.
AG yang saat itu sedang berada di dalam kamar diminta untuk keluar. Saat itu, dia diberi kabar untuk melakukan tes kesehatan HIV dan Narkoba oleh petugas kesehatan.
"Kan saya di kurung di kamar, kemudian saya di suruh keluar. Katanya dari petugas kesehatan di suruh kumpul, katanya mah test HIV sama Narkoba. Saya keluar, terus ditanya (oleh rekannya) punya HIV enggak, saya jawab enggak," tuturnya.
"Pas sudah kumpul, terus ditanya (oleh polisi) 'di sini siapa yang namanya A, kami dari petugas Kepolisian'. Semuanya kaget dan yang di sana (pengelola kafe dan rekannya) maki-maki juga, bertanya kenapa lapor polisi juga," tambahnya.
Hingga akhirnya AG bisa diselamatkan dan dibawa oleh polisi. AG bersama anggota Polresta Bandung kemudian dibawa pulang ke Bandung.
"Ternyata dari Polresta Bandung ada atensi di suruh di pulangkan dan biayanya ditanggung. Nyampe di Bandung tanggal 18 Desember. Keluarga kaget, saya kerja di lokasi kaya gitu, karena awalnya bilang kerja di Jakarta," jelas A.
Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan pihaknya menerima laporan dari korban pada Senin 16 Desember 2024. Dia kemudian meminta anggotanya untuk menangani kasus tersebut.
"Korban berhasil dipulangkan ke rumahnya pada 18 Desember 2024," kata Kusworo.
Kusworo menegaskan pihaknya akan menindak segala bentuk tindak pidana perdagangan orang. Dia juga mengimbau agar masyarakat waspada dan tak mudah tergiur tawaran kerja.
"Jangan ragu melapor jika merasa menjadi korban," pungkasnya.
(dir/dir)











































