Perlawan duo Muller bersaudara, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller akhirnya diputuskan. Setelah mengajukan banding untuk melawan vonis 3 tahun 6 bulan, upaya yang mereka lakukan ternyata tetap mengalami kebuntuan.
Ya, Heri dan Dodi sebelumnya telah dinyatakan telah bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung dalam kasus pemalsuan surat yang berujung kepada klaim kepemilikan lahan warga Dago Elos. Mereka divonis secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif keempat.
Setelah vonis itu dijatuhkan, duo Muller bersaudara ini kemudian melawan dengan melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Kamis (14/11/2024), majelis hakim di tingkat banding lalu memutuskan untuk menguatkan putusan 3 tahun 6 bulan penjara yang telah diterima Heri dan Dedi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, menerima permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa dan penuntut umum tersebut. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 601/Pid.B/2024/PN.Bdg tanggal 14 Oktober 2024 yang dimintakan banding," demikian bunyi putusan banding Majelis Hakim PT Bandung sebagaimana dilihat detikJabar, Jumat (15/11/2024).
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Heri dan Dodi didakwa memalsukan surat seperti akta kelahiran maupun Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervonding. Dakwaan ini sekaligus mematahkan klaim keduanya atas kepemilikan lahan di Dago Elos.
Terkait akta kelahiran misalnya, duo Muller bersaudara ini mengklaim sebagai keturunan seorang warga Belanda bernama George Hendrik Muller. Tapi, JPU menyatakan Heri maupun Dodi telah menambahkan sendiri nama "Muller" di belakang nama mereka. Nama itu ditambahkan oleh Heri pada 2013, sedangkan Dodi pada 2014.
Berdasarkan penelusuran di Disdukcapil Kabupaten Bandung pada 30 Januari 2024, tidak ada nama "Muller" di belakang nama mereka dalam buku register. JPU juga memastikan keduanya tidak pernah mengajukan permohonan untuk penggantian nama tersebut ke pengadilan.
Selain itu, berdasarkan pemeriksaan laboratorium kriminalistik, JPU menemukan kejanggalan terhadap keaslian akta kelahiran duo Muller bersaudara tersebut. JPU menyatakan akta kelahiran mereka nonidentik atau merupakan produk cetak yang berbeda dengan blanko pembanding A maupun B.
Kemudian, selain akta kelahiran, JPU juga menyatakan kejanggalan terhadap Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervonding bernomor 3740, 3741 dan 3742 yang diklaim oleh Muller bersaudara. JPU menegaskan eigendom itu palsu setelah melakukan penelusuran ke BPN Kota Bandung.
Dalam uraiannya, JPU menyatakan bahwa eigendom nomor 3740 dan 3741 dari hasil penelusuran di BPN terakhir kali tercatat atas nama De Te Semarang Gev N.V Cement Tegel Fabriek En Materialen Handel Simongan. Sementara eigendom 3742, meski belum ditemukan kartu Recht van Eigendom-nya, tetapi di buku register pembantu terakhir kali tercatat atas nama De Te Semarang Gev N.V Cement Tegel Fabriek En Materialen Handel Simongan.
Selain itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, JPU menilai duo Muller bersaudara tidak pernah menguasai maupun meningkatkan status kepemilikan lahannya setelah undang-undang itu diberlakukan.
Dengan klaim ini, JPU menyatakan bahwa Muller bersaudara bisa memenangkan gugatan kepemilikan lahan melawan 335 warga Dago Elos serta Pemkot Bandung. Padahal kata jaksa, sebelum gugatan itu dimenangkan oleh Muller bersaudara, sudah ada 73 warga Dago Elos beserta pemerintah yang telah menduduki lahan di sana selama 20 tahun dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan dan kartu inventaris barang (KIB) Pemkot Bandung.
Perbuatan keduanya bahkan telah menimbulkan kerugian, terutama bagi warga Dago Elos, Kota Bandung. Jaksa mencatat kerugian yang ditimbulkan akibat ulah mereka mencapai Rp 546 miliar.
Sementara, dam pertimbangannya, Majelis Hakim PT Bandung menyatakan bahwa ulah duo Muller bersaudara telah memenuhi semua unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam dakwaan alternatif keempat Pasal 266 ayat (2) KUHP. Sehingga, majelis memutuskan tidak ada alasan pemaaf atau pembenar untuk para terdakwa.
"Oleh karenanya Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Bandung sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Bandung bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'Menggunakan Akta Otentik yang berisi keterangan palsu tersebut seolah-olah isinya benar'," urai pertimbangan majelis hakim.
(ral/iqk)