Ada Indikasi Tumpang Tindih Aturan di Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu

Ada Indikasi Tumpang Tindih Aturan di Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 30 Okt 2024 18:38 WIB
Pemeriksaan saksi sidang korupsi Tol Cisumdawu.
Pemeriksaan saksi sidang korupsi Tol Cisumdawu. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Sidang kasus korupsi pengadaan lahan Tol Cisumdawu kembali dilanjutkan. Dalam persidangan, terungkap fakta adanya indikasi tumpang tindih aturan dalam pengadaan lahan untuk jalan tol yang berpusat di wilayah Sumedang, Jawa Barat (Jabar) tersebut.

Fakta ini terungkap dalam pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl LLRE Martadinata, Rabu (30/10/2024). Ada 4 orang saksi yang dihadirkan yaitu mantan Kepala DPMPTS Sumedang Ade Setiawan, Nurcholis dari BPN, Tono Suhartono dari Dinas PUPR Sumedang dan Sofyan Kertadibja dari panitia pengadaan tanah.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, 5 terdakwa telah dihadapkan di persidangan. Kelimanya adalah Agus Priyono, pensiunan pegawai BPN yang saat itu bertugas selaku Ketua Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Tol Cisumdawu dan Atang Rahmat yang merupakan mantan anggota Tim P2T, kemudian Mono Igfirly selaku pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), mantan Kades Cilayang Mushofah Uyun, serta Dadan Setiadi Megantara selaku Direktur PT PR dari pihak swasta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam persidangan, Ade Setiawan kemudian dicecar ketika memberikan keterangannya. Ade ditanya soal proses izin prinsip dan izin lokasi yang dikeluarkan Pemkab Sumedang untuk PT PR milik Dadan Setiadi Megantara.

"Terbit izin prinsip izin lokasi, tapi saya enggak tahu prosesnya," katanya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

ADVERTISEMENT

Ade dicecar pertanyaan karena ternyata Dadan selaku pemilik PT PR sudah mengantongi izin prinsip dan izin lokasi untuk rencana pembangunan proyek bisnis perumahannya di sejumlah desa di Jatinangor, Sumedang sejak 1995. Dadan juga ikut mengurus perpanjangan perizinan itu pada 2005.

Namun kemudian, muncul dokumen penetapan lokasi atau penlok Tol Cisumdawu di lahan yang sama dengan rencana Dadan untuk membangun bisnis perumahan. Meskipun penlok itu sudah ditetapkan, tapi kenyataannya, Dadan bisa memperpanjang kembali izin prinsip dan izin lokasi proyek perumahannya pada 2014 yang lalu.

Proses ini kemudian ditanyakan langsung kepada Ade Setiawan di persidangan. Meskipun tak menampik ada peran DPMPTSP Sumedang terkait keluarnya perizinan itu, tapi Ade mengaku tidak tahu karena tidak pernah dilibatkan dalam proses saat mengurus perizinannya.

"Iya, tapi proses permohonannya saya tak pernah bertemu, tak pernah lihat dokumen tersebut. Saya tidak dilibatkan," ucap Ade.

Mendengar pernyataan itu, hakim bahkan sempat menunjukkan dokumen izin lokasi bisnis Dadan Setiadi yang sudah terparaf oleh Ade. Saat ditunjukkan dokumen itu, Ade mengaku tidak tahu soal proses yang telah dijalankan.

"Saya tidak merasa membubuhkan paraf," ujarnya.

Alhasil, hakim tak bisa menyembunyikan ekspresi kekesalan kepada Ade Setiawan. Hakim bahkan sampai geleng-geleng karena mendengar jawaban yang dilontarkan Ade di persidangan.

"Bahaya juga kalau kepala dinas begini. Jangan mau tunjangannya saja. Nanti kami menilai (kesaksian) saudara," kata Hakim Pengadilan Tipikor Bandung Agus Kamarudin.

Ade Setiawan beralasan karena tidak mengetahui penlok Tol Cisumdawu, izin prinsip dan izin lokasi yang diajukan Dadan akhirnya bisa diproses DPMPTSP Sumedang. Sebab selama pengajuan itu memenuhi syarat, perpanjangan perizinannya bisa dipenuhi pemerintah daerah.

Selain Ade, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Sofyan Kertadibja selaku panitia pengadaan tanah. Di persidangan, Sofyan kemudian mengaku tidak mengetahui ada dokumen penlok Tol Cisumdawu yang telah ditetapkan.

"Saya enggak tahu ada penetapan lokasi. Baru tahu setelah dipanggil kejaksaan," katanya.

Kuasa hukum Dadan, Jainal RF Tampubolon, lantas menanyakan apakah lokasi yang dimohonkan izin prinsip dan lokasi oleh kliennya sesuai peruntukan untuk perumahan sebagaimana di atur di Perda RTRW. "Di Perda RTRW sesuai (peruntukan) untuk pemukiman," ucap Sofyan.

Sebagaimana diketahui, kelima orang itu didakwa telah membuat kerugian negara lebih dari Rp 320 miliar dalam proses pengadaan lahan Tol Cisumdawu. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1), Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primair. Serta Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.




(ral/dir)


Hide Ads