Kasus korupsi anggaran belanja tidak terduga (BTT) COVID-19 di Purwakarta terus bergulir di persidangan. Ketiga terdakwanya, telah dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 6 sampai 7,5 tahun penjara.
Melansir laman SIPP PN Bandung, Sabtu (16/3/2024), tuntutan telah dibacakan JPU pada Rabu (13/3) kemarin. Ketiga terdakwa dalam kasus ini adalah Kepala Dinsos P4A Asep Surya Komara, Kadisnakertrans Titov Firman Hidayat dan Ketua SPSI Purwakarta Asep Gunawan.
Dari ketiga terdakwa, tuntutan paling tinggi dijatuhkan kepada Asep Surya Komara. Kadinsos P4A Purwakarta ini dituntut hukuman 7,5 tahun dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Asep Surya Komara selama 7 tahun 6 bulan, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan, denda sebesar Rp 300 juta," demikian bunyi salinan tuntutan itu sebagaimana dilihat detikJabar.
Selain pidana badan, Asep Surya Komara juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 1,72 miliar. Dengan ketentuan apabila uang pengganti itu tidak sanggup dibayar, maka akan diganti dengan hukuman 3 tahun 7 bulan kurungan penjara.
Sementara, untuk Kadisnakertrans Titov Firman Hidayat dan Ketua SPSI Purwakarta Asep Gunawan masing-masing dituntut 6 tahun kurungan penjara. Keduanya juga dikenakan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Titov Firman Hidayat selama 6 tahun, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan, denda sebesar Rp. 300 juta," demikian bunyi salinan tuntutan untuk Titov.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Asep Gunawan selama 6 tahun, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan, denda sebesar Rp. 300 juta," bunyi salinan tuntutan yang dijatuhkan kepada Asep Gunawan.
JPU menilai ketiganya terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu.
Sekedar diketahui, ketiganya disinyalir mengkorupsi anggaran BTT tahun 2020 yang diperuntukkan bagi karyawan yang terkena PHK dampak pandemi COVID-19. Kasus itu telah merugikan negara hingga Rp 1,8 miliar.
Dalam menjalankan modusnya, dana BTT ini dikeluarkan untuk meringankan beban korban PHK sebanyak 1.000 orang yang bersumber dari anggaran dinsos P3A Purwakarta tahun 2020. Namun hasil pemeriksaan data yang diusulkan tidak sesuai dengan data penerima.
Untuk data penerima ada yang masih bekerja, ada yang terkena PHK namun bukan dampak COVID-19. Lebih parahnya lagi, ada yang sama sekali bukan pekerja. Ketiga kategori itu malah mendapatkan dana bansos.
Dalam temuan Kejari, bansos untuk 1.000 orang itu ternyata hanya disalurkan kepada 87 orang yang tepat sasaran. Sementara 913 sisanya, merupakan penerima yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Kejari Purwakarta juga menemukan potongan penyaluran BTT COVID-19 kepada karyawan yang terkena PHK. Setiap penerima yang seharusnya mendapat dana tunai Rp 2 juta, malah dipotong Rp 200 ribu oleh para tersangka.
Akibatnya, Kejari mencatat kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1.849.300.000 atau Rp 1,8 miliar lebih. Ketiganya pun dijerat Pasal 2 ayat (2) atau Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 atau Pasal 9 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ral/sud)