Kematian Indriana Dewi Eka Saputri atau Indri (24) membetot perhatian. Wanita asal Cipinang, Jakarta Timur itu tewas di tangan sejoli Didot Alfiansyah (DA) dan Devara Putri Prananda (DP), hingga mayatnya dibuang ke sebuah jurang di wilayah Kota Banjar, Jawa Barat.
Motif yang terungkap dari kasus pembunuhan berencana ini yakni masalah cinta segitiga. Didot yang sedang berpacaran dengan korban, berniat untuk kembali menjalin asmara lagi dengan Devara. Tapi syaratnya, Devara meminta Didot untuk melenyapkan Indri dari muka bumi.
Permintaan itu ternyata disanggupi Didot. Devara kemudian merancang aksi pembunuhan yang akan mereka lakukan. Namun karena Didot tak punya keberanian, ia akhirnya menyewa M Reza agar menjadi pembunuh bayaran dengan iming-iming imbalan Rp 50 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh sebelum kematian Indri terjadi, ternyata ada kasus serupa yang terjadi di Jawa Barat. Korbannya dieksekusi pembunuh bayaran dengan berbagai motif. Berikut ini rangkuman detikJabar tentang 3 kasus kematian di tangan pembunuh bayaran:
Kematian Bos Sekuriti Bandung
![]() |
Aksi pembunuhan berencana ini menimpa Husein Mintarja Komara atau Husein Komara. Bos perusahaan sekuriti Red Guard tersebut tewas dieksekusi pembunuh bayaran di Jl Kapten Tendean Nomor 55, Hegarmanah, Kota Bandung pada Jumat di tanggal 4 Mei 2012 silam.
Ternyata, mantan istri korban, Inggrid Gunawan lah yang mendalangi aksi pembunuhan suaminya. Polisi menyebut motif pembunuhan ini terjadi karena Inggrid merasa kerap diteror korban mengenai perebutan hak asuh anak.
Berdasarkan salinan petikan putusan kasus yang diunduh detikJabar di laman Mahkamah Agung, terungkap jika Inggrid telah merencanakan tindakan yang akan dilakukannya sejak April 2012. Inggrid kemudian meminta Agustinus Otniel Maitimu supaya bisa menjadi pembunuh bayaran sewaannya.
Agustinus menerima tawaran Inggrid setelah dijanjikan uang Rp 200 juta. Agustinus juga membeberkan cara untuk mengeksekusi Husein, dan langsung disetujui oleh Inggrid. Hari eksekusi yang ditentukan itu pun akhirnya tiba.
Pada 4 Mei 2012, Inggrid meminta kepada Agustinus datang ke rumahnya karena Husein berencana menjemput anaknya di rumah Inggrid. Bermodal foto korban yang sudah diberikan, Inggrid kemudian mengabarkan pembunuh bayaran sewaannya jika target sudah sudah mendekat ke rumahnya.
Sembari membawa senjata api jenis FN dengan nomor seri KNIL 19730, Agustinus langsung tancap gas ke sana. Dia kemudian melihat mobil Land Cruiser yang dikendarai korban, dan langsung melewatinya untuk menghilangkan kecurigaan awal.
Tapi tak jauh setelah itu, Agustinus kemudian memutar-balikan kendaraannya menuju mobil korban. Setelah berpapasan dan memepet mobil Land Cruiser, Agustinus di dalam mobil langsung menembak Husein hingga membuatnya terkapar.
Husein sempat berusaha mengejar mobil Agustinus yang kabur tancap gas. Namun sayang, sisa-sisa tenaganya sudah habis dan membuat korban langsung tewas di lokasi kejadian. Husein terkena 2 tembakan di bagian punggung dan dada sebelah kanan.
Agustinus dan Inggrid sempat berusaha menghilangkan jejak aksi kotornya. Tapi pada 29 Mei 2012, polisi berhasil membongkar aksi tersebut dan mengamankan Inggrid, Agustinus, serta dua orang lain yaitu Dadang Solihin alias Dason dan Hendi Mulyadi, yang dianggap telah ikut membantu aksi pembunuhan.
Keempatnya pun kemudian ditahan di penjara. Inggrid, Agustinus, serta Dasol ditetapkan tersangka dan dijerat Pasal 340 Jo Pasal 338 Jo Pasa 55 KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Setelah persidangannya bergulir, Majelis Hakim PN Bandung memvonis bebas Inggrid dan menyatakan dia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki niat, merencanakan, atau ikut merencanakan pembunuhan.
Vonis bebas juga dibacakan hakim kepada Dadang Solihin dan Hendi Mulyadi dalam kasus ini. Sementara sang eksekutor yaitu Agustinus Otniel Maitimu, dijatuhi hukuman selama 8 tahun 6 bulan oleh hakim di Pengadilan Negeri Bandung.
Jaksa lalu mengajukan kasasi untuk melawan vonis bebas tersebut. Hasilnya, pada 11 November 2013, Mahkamah Agung menganulir putusan PN Bandung dan memvonis Inggrid dengan hukuman 12 tahun kurungan penjara
Inggrid yang tak terima, kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 21 Maret 2017. Namun ternyata, perlawanan Inggrid sia-sia. Mahkamah Agung menolak PK tersebut dan membuat Inggrid harus mendekam di penjara selama 12 tahun.
Kematian Bos Toko Roti di Bekasi
![]() |
Kasus kematian di tangan pembunuh bayaran selanjutnya menimpa Hsu Minghu, WNA Taiwan yang menjadi bos toko roti di Bekasi. Dalangnya adalah Sari Sadewa, perempuan yang bekerja sebagai sekretaris toko roti korban.
Semuanya berawal dari sakit hati yang dipendam Sari Sadewa kepada bosnya. Dia terus-terusan diperkosa bosnya akibat menjalin hubungan gelap. Sari Sadewa bahkan sudah 2 kali menggugurkan kandungannya, lantaran ulah keji sang bos yang tak mau bertanggung jawab.
Ketika menggugurkan kandungan untuk yang kedua kalinya, amarah Sari Sadewa sudah tidak bisa lagi dipendam. Ia berniat untuk membunuh bosnya dengan segala cara, salah satunya dengan menyewa pembunuh bayaran.
Niat Sari Sadewa untuk membunuh bosnya kemudian ia sampaikan kepada rekan perempuannya, Firtrisnawati. Dia bahkan membujuk Firtrisnawati supaya mencarikan pembunuh bayaran demi bisa menghabisi bosnya. Sebuah sertifikat milik Hsu Minghu pun jadi iming-iming Sari Sadewa kepada Firtrisnawati agar pembunuh bayaran itu bisa segera dipesan.
Mendengar tawaran itu, Firtrisnawati ternyata bersedia. Dia lalu menelpon suaminya, Alfiyan, untuk dicarikan pembunuh bayaran. Yang terlintas dalam benak Alfiyan pertama kali pun saat itu adalah nama Supriatin alias Asep alias Jabrik untuk ditawarkan pekerjaan tersebut.
Dan memang benar. Jabrik akhirnya menerima tawaran Alfiyan. Kabar itu kemudian Alfiyan sampaikan kepada istrinya, Firtrisnawati, sekaligus meminta bayaran Rp 150 juta. Setelah permintaan itu sampai ke telinga Sari Sadewa, bayaran pun disiapkan namun dengan cara dicicil.
Menjelang eksekusi dilakukan, Jabrik mengajak temannya bernama Ryan untuk melakukan aksi pembunuhan tersebut. Hari eksekusi pun direncanakan pada 23 Juli 2020. Jabrik, Alfiyan dan Ryan langsung berangkat menuju rumah targetnya. Mereka bertiga berpura-pura menjadi pegawai pajak, lantaran mengetahui korban kerap dilanda ketakutan akibat menunggak pajak hingga Rp 9 miliar.
Setelah bertemu dengan targetnya, Jabrik awalnya berpura-pura pergi ke toilet rumah korban. Tak lama kemudian, ia berteriak bahwa keran air toilet itu rusak. Korban pun beranjak untuk mengecek kondisi itu. Setelah masuk jebakan, Jabrik langsung menghunuskan sangkur yang telah ia siapkan ke dada korban.
Korban sempat melawan. Tapi, Alfiyan yang mendengar keributan itu langsung menahan tubuh korban. Hunusan sangkur kembali bersarang di tubuh sang bos toko roti hingga membuatnya langsung terkapar tak bernyawa.
Untuk menghilangkan jejak, mayat korban kemudian diangkut ke mobil Jabrik. Sementara, ceceran darah di toilet langsung dibersihkan untuk menghilangkan bukti aksi pembunuhan mereka. Jasad korban pun akhirnya dibuang ke daerah Subang oleh Jabrik dan Ryan.
Jasad korban kemudian ditemukan beberapa hari kemudian. Polisi yang turun tangan, akhirnya berhasil memecahkan kasus ini dan menangkan Sari Sadewa, Firtrisnawati, Alfiyan hingga Suyanto. Sementara Jabrik dan Ryan, kabur melarikan diri.
Keempatnya lalu diseret ke pengadilan pada Februari 2021. Sari Sadewa yang menjadi otak pelaku kasus ini, dituntut penjara selama seumur hidup bersama Alfiyan. Sementara Firtrisnawati, dituntut 16 tahun kurungan penjara.
Hakim PN Cikarang lalu memvonis keempatnya bersalah telah melakukan pembunuhan berencana. Sari Sadewa dan Alfiyan pada saat itu divonis 20 tahun penjara, sementara Firtrisnawati dan Suyanto divonis 14 tahun kurungan penjara.
Kematian Indri di Tangan Devara Cs
![]() |
Kasus kematian di tangan pembunuh bayaran terakhir dialami Indriana Dewi Eka Saputri atau Indri (24). Motif cinta segitiga dan keinginan menguasai harta milik korban pun melatarbelakangi terjadinya kasus ini menjadi perhatian publik di media sosial.
Dalam pembunuhan Indri adalah sejoli Didot Alfiansyah (DA) dan Devara Putri Prananda (DP). Mereka menyewa M Reza untuk mengeksekusi Indri, lalu mayatnya dibuang ke ke sebuah jurang di wilayah Kota Banjar, Jawa Barat.
Sebelum aksi pembunuhan itu dijalankan, Devara yang diketahui merupakan caleg DPR RI, merancang langsung rencana eksekusi terhadap Indri. Waktu pembunuhan pun ditentukan pada Selasa, 20 Februari 2024.
Aksi dimulai saat Didot dan Reza menjemput Indri sekitar pukul 15.30 WIB untuk diajak jalan-jalan ke wilayah Puncak, Bogor. Sementara Devara, tidak ikut berangkat dan menunggu di indekosnya di Jakarta.
Pukul 19.30 WIB, Didot, Reza dan Indri tiba di warung kopi di Puncak Bukit Pelangi. Indri tak menaruh kecurigaan apapun lantaran ia dan Didot asyik ngobrol, bahkan saling melempar candaan hingga 1,5 jam lamanya.
Sebelum ketiganya pulang, Didot memberikan kode kepada Reza kapan eksekusi akan dilakukan. Reza diminta mencari alat apapun di dalam mobil untuk membantunya ketika membunuh Indri.
Rencana Didot pun berjalan lancar tanpa menimbulkan kecurigaan. Didot duduk di kursi pengemudi, Indri di sampingnya, sementara Reza yang akan menjadi eksekutor pembunuhan itu duduk tepat di belakang korban.
Setelah tiba di Jl Pelangi Boulevard Cijayanti, Babakanmadang, Kabupaten Bogor yang sepi, Didot langsung menghentikan mobil yang dikemudikannya. Ia lalu keluar dengan pura-pura ingin buang air kecil sembari memberikan kode kepada Reza supaya segera mengeksekusi Indri.
Di saat kondisi yang tak diduga, leher Indri langsung dijerat Reza menggunakan ikat pinggang. Sekuat tenaga Reza menarik ikat pinggang yang terpasang di leher Indri selama 15 menit, sampai akhirnya korban tewas seketika.
MayatIndri kemudian dibawa ke Jakarta. Rencananya, ja
sad tersebut akan dibuang ke laut Pangandaran. Perjalanan kemudian dilakukan, dan ketiganya sempat berhenti sejenak setelah tiba di Cirebon. Setelah perjalanan dilanjutkan, mobil yang mereka tumpangi mogok setelah sampai di Kuningan.
Karena mogok, perjalanan pun dialihkan ke Kota Banjar, Jawa Barat. Namun sebelum hendak ke bengkel, Didot, Devara dan Reza memilih menyewa penginapan di wilayah Ciamis. Sementara, mayat Indri digeletakan begitu saja di dalam mobil yang terparkir di depan penginapan.
Bengkel yang dicari akhirnya ditemukan. Namun ternyata, suku cadang untuk memperbaiki mobil itu harus menunggu dipesan dari Jakarta. Pemilik bengkel pun kemudian memberikan kamar untuk ketiganya menginap sembari menunggu perbaikan mobil tersebut.
Pada Jumat (23/2/2024) dini hari, tepatnya sekitar pukul 01.00 WIB, Devara ditengarai gelisah dan tidak bisa tenang karena ada mayat Indri di dalam mobil. Ia lalu memerintahkan Didot untuk segera membuang mayat korban itu.
Tugas untuk membuang mayat Indri lalu dibagi. Reza diperintahkan untuk membuang langsung jasad korban, sementara Didot dan Devara akan membersihkan mobil tersebut supaya menghilangkan jejak aksi pembunuhannya.
Pukul 02.00 WIB, mayat Indri lalu dikeluarkan Reza dari dalam mobil dengan cara menggendongnya. Reza lantas menemukan jurang yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi bengkel, dan langsung membuang jasad korban ke lokasi itu.
Sebelum dibuang, Didot dan Devara terlebih dahulu melucuti barang milik korban seperti anting dan jam tangan merk Rolex. Keduanya juga menggunting sejumlah identitas korban seperti KTP, SIM, ATM dan kartu lainnya, bahkan menggunting baju yang saat itu dikenakan Didot.
Setelah selesai membuang Indri ke jurang, ketiganya menginap di bengkel itu. Perbaikan mobil yang mereka sewa pun akhirnya rampung sekitar pukul 16.00 WIB. Ketiganya kemudian kembali lagi ke Jakarta.
Mayat Indri yang dibuang ke jurang di wilayah Kota Banjar, akhirnya ditemukan seorang pesepeda yang sedang melintas di sana pada Minggu (25/2/2024). Sementara Didot, Devara dan Reza yang sudah berada di Jakarta, lalu menjual sejumlah barang milik korban seperti tas LV, HP dan jam tangan Rolex. Dari hasil penjualan itu, mereka bisa mendapatkan uang Rp 68 juta.
Reza sebagai eksekutor mendapat jatah Rp 15 juta dan HP Iphone senilai Rp 8 juta. Devara, mendapat jatah HP Iphone seharga Rp 14 juta dan sisanya, Rp 37 juta, dibawa Didot seluruhnya.
Polisi yang turun tangan lalu menangkap ketiganya beberapa hari lalu. Mereka sudah dijebloskan ke penjara dan terancam dijerat Pasal 340 KUHP, 338 KUHP, dan 365 KUHP ayat 4 tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati.
(ral/iqk)