Ketua yayasan merangkap dosen di Universitas Advent Indonesia (UNAI), diduga menggunakan ijazah palsu. Akhirnya yang bersangkutan diadukan ke pihak kepolisian oleh sejumlah alumni UNAI.
Kuasa hukum alumni UNAI, Andree Nugroho Saragih mengatakan, kliennya mengadukan soal dugaan penggunaan ijazah palsu oleh terlapor HM itu sejak tahun 2021 lalu.
"Yang bersangkutan sudah diadukan ke Polres Cimahi sejak 2021. Lalu aduan terpisah atas objek yang sama ke Polda Jabar bulan Agustus 2023, dilimpahkan ke Polres Cimahi pada September 2023," kata Andree saat ditemui di Mapolres Cimahi, Jumat (19/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andree mengatakan, awal terungkapnya dugaan penggunaan ijazah palsu itu berawal saat pihak kampus yang terletak di Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu mengecek keabsahan ijazah terlapor ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti).
"Awalnya terungkap (penggunaan diduga ijazah palsu) itu diduga dari menyebarnya surat LL Dikti, mengenai keabsahan ijazah yang bersangkutan. Hasilnya ternyata memang tidak absah atau bahasa lainnya itu ilegal," kata Andree.
Ijazah yang bersangkutan dikeluarkan oleh Institut Bisnis dan Manajemen Indonesia atau IBMI yang lokasinya ada di Kota Bandung. Berangkat dari kepemilikan ijazah itu, yang bersangkutan kemudian bisa menduduki jabatan sebagai dosen dan ketua yayasan.
"Jadi kita tidak tahu persis mengapa hal itu dibiarkan dan mengapa pembiaran ini terjadi, itu mungkin bisa diklarifikasi ke pihak UNAI. Tapi tentunya dari pihak-pihak alumni sangat prihatin terhadap fakta tersebut," katanya.
Pelaporan terhadap yang bersangkutan ini berangkat dari surat resmi yang diterbitkan LL Dikti wilayah IV atas permohonan verifikasi ijazah terlapor HM yang dilayangkan oleh mantan rektor UNAI sebelumnya.
"Jadi bisa disimpulkan dugaan adanya penggunaan ijazah yang diragukan keabsahannya karena perkara ini sudah berjalan, berarti sekarang sudah masuk tahun ketiga dari 2021 - 2024," katanya.
detikJabar sudah menghubungi terlapor HM melalui pesan singkat via WhatsApp serta telepon untuk menanyakan soal kebenaran informasi tersebut, namun belum ada respons dari yang bersangkutan.
Tanggapan Pihak UNAI
Sementara itu, Ketua Senat UNAI Hisar Pangaribuan mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi terkait pelaporan terhadap salah satu civitas akademika sekaligus ketua Yayasan UNAI.
"Baik, tentang isu dugaan itu (penggunaan ijazah palsu) kita sudah mendengar. Sudah mendengar," kata Hisar saat ditemui.
Pihaknya bahkan telah membawa polemik tersebut ke rapat senat UNAI dengan hasil aklamasinya, yakni melaporkan permasalahan tersebut ke pembina yayasan untuk segera diselesaikan.
"Jadi pada bulan November lalu, ada 2 surat masuk yang berdekatan waktunya. Atas dasar itu, kita bawa ke rapat senat universitas. Di situ, secara aklamasi mengarahkan supaya ini disampaikan kepada pembina," kata Hisar.
"Dan kita sudah sampaikan kepada pembina. Surat ke HM ini, sudah disampaikan juga. Dari senat memandang perkara ini sebagai sesuatu yang penting," imbuhnya.
Sampai saat ini, yang bersangkutan masih aktif mengajar dan beraktivitas sebagai dosen serta ketua yayasan UNAI. Tindakan terhadap yang bersangkutan, akan diambil setelah ada respons dari pembina yayasan.
"Sepengetahuan dan sepengamatan kami, masih bekerja di sini. Keputusannya akan seperti apa kedepannya, dari senat menunggu respons dari pembina yayasan," ujar Hisar.
Hal serupa diamini dosen serta mantan dekan Fakultas Ekonomi UNAI, P.E. Sudjiman. Ia meminta agar permasalahan ini segera diselesaikan agar tak berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap UNAI.
"Yang perlu kita ketahui saya tidak ada kepentingan. Kedua ini karena besarnya cinta kasih kami pada lembaga. Dasarnya kami hormat pada pimpinan, kami merasa prihatin apa yang terjadi terhadap HM," kata Paul.
"Dengan Dasarnya itu kecintaan dan keprihatinan. Maka kami mengharapkan ini dituntaskan secara clear," tutur Paul.
Penyelesaian bisa dilakukan dengan menempuh prosedur akademis. Yakni yang bersangkutan membuktikan bahwa dugaan ijazahnya palsu tidak benar.
"Prosedur akademis dan hukum bisa dipakai. Kita lihat secara de facto, bahwa ini sangat memprihatinkan. Saya sudah mau pensiun, bisa saja saya bodo amat tapi kami merasa memiliki lembaga UNAI," ujar Paul.
Tingkat kepercayaan masyarakat pada UNAI berimplikasi dari kasus yang terjadi saat ini serta hal lain yang tidak mampu diselesaikan dengan bijak dan tuntas oleh pimpinan dan pengurus yayasan saat ini.
"Itu sebabnya, saya selalu berpikir HM ibu adalah bagian dari korban atas ketidakmampuan manajemen menghadapi masalah ini. Distrust masyarakat akan muncul, saat muncul maka terasa dampaknya. Sebaiknya dengan kerendahan hati dan kesadaran, selesaikan masalah ini sesegera mungkin. Sehingga tidak akan jadi isu yang dibahas di internal dan berkepanjangan," tutur Paul.
(mso/mso)