Para pelaku masing-masing berinisial L, D, MS, AR, CS, NS dan AM. Pengungkapan kasus bermula dari adanya informasi dari masyarakat, yang kemudian dikembangkan oleh personel yang melakukan penyamaran.
"Personel bergerak pada Senin (6/11/2023), dimulai dari konter handphone yang memperjual belikan kartu SIM ini. Ini semacam kartu khusus yang ternyata sudah dalam keadaan teregistrasi, ini ada satu contohnya kartu SIM ini dibeli seharga Rp 25 ribu," kata Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede seraya menunjukkan contoh kartu perdana yang dijadikan barang bukti pada kasus tersebut, Kamis (9/11/2023).
Penelusuran polisi, kartu SIM yang dijadikan barang bukti tersebut, ternyata sudah teregistrasi dengan NIK milik warga Kuningan. Berawal dari temuan tersebut, polisi kemudian melakukan pengembangan hingga berujung penggerebekan di sebuah rumah kontrakan.
"Kita amankan dari kontrakan tersebut, pria inisial L usia 39 tahun warga Jakarta Timur bertugas sebagai operator. Kemudian kita kembangkan, ditangkap pria inisial D warga Kota Sukabumi," ujar Maruly.
L sendiri bertugas sebagai operator yang melakukan registrasi kartu SIM salah satu provider menggunakan NIK atau Kartu Keluarga (KK). Untuk database kependudukan sendiri diperoleh dari tersangka D.
"Jadi kartu perdana ini menggunakan komputer dan alat khusus yang dipakai untuk aktivasi dan registrasi NIK dan KK orang lain tanpa izin. Dari dua tersangka tadi, kita juga menangkap pelaku lainnya inisial MS, dia adalah salah satu pegawai salah satu provider," ungkap Maruly.
MS, dijelaskan Maruly menjabat sebagai Branch Manager (BM) atau kepala cabang salah satu penyedia jasa layanan telekomunikasi.
"MS ini kita peranannya adalah yang pertama yang mempunyai ide untuk melakukan registrasi dan aktivasi SIM Card menggunakan data kependudukan orang lain tersebut," ungkap Maruly.
MS sendiri merupakan warga Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi. Penyidik saat ini masih mendalami peranan yang bersangkutan mengingat jabatannya sebagai kepala cabang.
"Penyidik masih mendalami peranan ini dari kepala cabang terkait apakah ada pihak lain yang memang sengaja ya melakukan pembocoran database atau melakukan praktik jual beli identitas kependudukan. Apakah memang ada di wilayah lain di luar Sukabumi," kata Maruly.
Para pelaku sendiri dijerat dengan pasal tentang administrasi kependudukan dan pasal tentang perlindungan data pribadi dengan ancaman hukuman 6 tahun dan 5 tahun penjara. (sya/mso)