Sidang perdana Maryana dan Tedi digelar secara hybrid oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Kedua terdakwa berada di Lapas Kelas IIB Warungkiara, mereka menghadiri sidang secara online.
"Sedih tadinya berharap sekarang bisa bertemu, makanya tadi sengaja bawa anak. Bela-belain, perjalanan jauh. Bawa anak biar ketemu sama ayahnya. Tadi saya sewa ojek dari rumah," kata Fatmah, istri terdakwa Maryana ditemui detikJabar, Selasa (22/8/2023).
Fatmah berharap keadilan, hidupnya semakin sulit karena suaminya ditahan. Ia mengaku untuk makan sehari-hari ditanggung kakak iparnya, termasuk kebutuhan bayinya yang baru berusia beberapa bulan.
"Alhamdulillah sehari-hari masih dikasih makan sama kakak ipar kadang bergantian dengan warga juga patungan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk bayi, pampers, susu. Sampai 3 bulan ini ditanggung sama teteh. Suami ditahan kita orang enggak punya. Siapa yang mau cari uang, kalau bukan suami. Sementara suami masih di tahanan," lirih Fatmah.
Senada, Cicah Hayati, istri terdakwa Tedi juga mengaku mendapat kabar sidang perdana suaminya dari ketua RT. Namun begitu sidang dimulai dia tidak melihat kedatangan suaminya ke persidangan.
"Agak kecewa berharap ketemu suami ternyata sidangnya online bukan offline, berharap ketemu tadinya. Bawa anak, biar ketemu sama ayahnya, karena terakhir bertemu saya enggak bawa anak," ujar Cicah.
Ia mengaku bertemu suaminya itu dua minggu yang lalu saat menjenguk di Lapas Warungkiara. Ia mengaku prihatin melihat kondisi suaminya itu.
"Ketemu terakhir ada dua mingguan yang lalu dengan saudara, nanyain kabar, bagaimana keadaan lalu nanyain bagaimana makannya. Yang membuat sedih, keadaannya lebih kurus, enggak terawat," ungkapnya.
"Harapan saya hanya satu, mohon keadilan, saya orang susah punya dua anak, anak yang besar kelas tiga sekolah dasar yang balita masih 8 bulan. Haris beli susu, pampers, kebutuhan sekolah juga jajannya juga, dari warga patungan. Tidak mungkin juga terus-terusan begitu," sambung Cicah.
Didakwa Perusakan Hutan
Maryana dan Tedi didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan sejumlah pasal diantaranya perusakan hutan. Dakwaan dibacakan oleh JPU Kejaksaan Cibadak, Dekrit Dirga Saputra.
"Perbuatan terdakwa satu Tedi Setiawan bin (Alm) Engkos, dan terdakwa dua Maryana alias Ian bin Adim sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 89 ayat (1) UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan Hutan junto Pasal 37 angka 5 Pasal 17 ayat (1) huruf b UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 17 ayat (1) huruf b UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan perusakan hutan junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," kata Dekrit saat membacakan dakwaan.
Sementara itu, Feriansyah advokat pada LBH Mahardika Satya Muda, membenarkan dua kliennya masing-masing Maryana dan Tedi didakwa soal perusakan hutan kemudian pertambangan atau penambang ilegal.
"Kita akan memberikan eksepsi kaitan dakwaan dari JPU. Kita meminta waktu satu minggu untuk eksepsi," tutur Feriansyah didampingi dua rekannya Udeng Sukardi dan M Ari Abdul Malik dari LBH Mahardika Satya Muda yang juga menjadi kuasa hukum Tedi dan Maryana.
Feriansyah meyakini, berdasarkan fakta lapangan. Maryana dan Tedi bukanlah bos atau pelaku tambang ilegal. "Kalau menurut fakta di lapangan mereka ini bukan bos emas atau bekerja untuk seseorang tapi mereka itu adalah warga biasa yang mencoba keuntungan dengan istilahnya mulung, memungut sisa penambang yang asli. Kurang tepat kedua klien kami disebut sebagai penambang," pungkasnya. (sya/yum)