Merugi Rp 8,5 M, Warga Bogor Laporkan Pengembang Nakal ke Polda Jabar

Merugi Rp 8,5 M, Warga Bogor Laporkan Pengembang Nakal ke Polda Jabar

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 31 Jul 2023 14:15 WIB
Ilustrasi Penipuan
Ilustrasi (Foto: detikcom/Ilustrasi oleh Mindra Purnomo)
Bandung -

Sejumlah warga yang berasal dari Kabupaten Bogor melaporkan perusahaan pengembang perumahan ke Polda Jawa Barat. Mereka menuding pihak developer pengembang telah melakukan penipuan hingga membuat rugi sebesar Rp 8,5 miliar.

Kuasa hukum para pelapor, Muhammad Taufik, mengatakan korban dugaan penipuan itu berjumlah 60 orang. Mereka melaporkan seorang oknum pengembangan perumahan berinisial DH yang diduga telah menipu atau pemalsuan perumahan tersebut.

"Kami meyakini telah terbukti adanya tindak pidana yang dilakukan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama oleh terlapor sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP dan 263 serta 266 KUHP. Total ada sekitar 60 korban yang melaporkan dengan total kerugian sekitar Rp. 8,5 Miliar," katanya di Mapolda Jabar, Senin (31/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semuanya bermula pada sekitar tahun 2017-2019 saat terlapor memasarkan sebuah perumahan di Jl SMPN 2 Citeureup, Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pihak pengembang kemudian menjanjikan kepada korban bahwa pembangunan akan dilaksanakan secara bertahap selama 12 bulan.

Pihak kemudian juga menjanjikan bangunan tersebut akan diserahterimakan dalam tenggat waktu 3 bulan. Setiap unit rumah type 30/60 itu dipasarkan dengan harga beragam, mulai dari Rp 148,5 juta hingga Rp 193 juta dengan cara dicicil selama 5 tahun.

ADVERTISEMENT

"Pada awalnya developer memasarkan perumahan dengan site-plan serta fasilitas yang menarik bagi konsumen. Termasuk kolam renang, masjid, sekolah, area rekreasi dan lainnya. Diperkirakan terdapat sekitar 140 kavling tanah dan rumah yang dipasarkan sejak tahun 2017 hingga hari ini," ungkapnya.

Sejumlah konsumen lalu tertarik membeli rumah tersebut secara kredit maupun tunai. Namun ternyata, pihak pengembang tidak kunjung membangun perumahan serta fasilitas sebagaimana yang telah dijanjikan.

"Belakangan para korban tahu bahwa developer diduga belum memiliki hak atas tanah, baik atas nama pribadi pemilik berupa SHM maupun atas nama perusahaan berupa HGB yang menaunginya," ucapnya.

Bukan hanya itu saja, tanah yang rencananya akan dibangun perumahan diduga bermasalah. Tanah itu ditengarai masih dikuasi orang lain sehingga para konsumen yang telah membeli rumah di kawasan tersebut merasa tertipu.

"Padahal, konsumen telah melakukan transaksi membayarkan sejumlah uang untuk pembelian tanah tersebut. Ada yang sudah masuk Rp. 50 juta sampai Rp. 190 juta," katanya.

Pihak developer, kata dia, sempat memberikan solusi kepada para konsumennya untuk melaksanakan perjanjian berupa PPJB. Sebagiannya bahkan telah dibuatkan akta dalam bentuk AJB.

Namun upaya yang dilakukan pihak developer diduga kembali bermasalah. Bukti yang diserahkan ke konsumen berupa PPJB maupun AJB belakangan diketahui palsu dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

"Hal ini sangat merugikan konsumen karena tidak ada kepastian alas hak bagi rumah dan tanah yang ditempati," ucapnya.

Ketika mengetahui adanya dugaan pemalsuan dokumen Akta PPJB, para korban akhirnya menyepakati untuk tidak melanjutkan kewajiban pembayaran cicilan hingga pengembang mampu membuktikan keabsahan dokumennya. Mereka pun kemudian melapor ke Polda Jabar dengan nomor laporan polisi
LP/B/305/VII/2023/SPKT/POLDA JAWA BARAT.

Sementara dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo mengatakan masih belum menerima laporan tersebut. "Belum ada laporannya," singkat Ibrahim.




(ral/dir)


Hide Ads