Kasus suap proyek peningkatan jalur kereta api (KA) Lampegan-Cianjur telah bergulir di persidangan. Terdakwanya, Muchamad Hikmat membantah telah memberikan total Rp 2 miliar kepada pegawai Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung Syntho Pirjani Hutabarat supaya bisa menggarap proyek tersebut.
Pengacara Hikmat, Fadli Nasution mengatakan, kliennya tercatat memberikan uang suap senilai Rp 476,7 juta. Keterangan ini menurutnya dikuatkan saksi bernama Riyanto alias Tukul saat menyampaikan keterangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jumat (21/7/2023).
"Jadi Pak Hikmat itu tidak memberikan uangnya sampai Rp 2 miliar, tapi hanya Rp 476,7 juta sebagaimana yang disampaikan saksi di persidangan," katanya, Jumat (21/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang tersebut, 6 saksi dihadirkan JPU KPK. Mereka adalah Hardo, Riyanto alias Tukul, Evi Nuraini, Imam Aziz Wijayanto, Zulfikar Fahmi dan Fahmi Arief Kurniawan.
Adapun uang yang diberikan secara bertahap itu rinciannya adalah Rp 150 juta, Rp 25 juta dan Rp 301,7 juta. Uang tersebut diserahkan kepada pegawai Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung Syntho Pirjani Hutabarat supaya bisa menggarap salah satu paket proyek peningkatan KA jalur Lampegan-Cianjur.
Proyek peningkatan KA Lampegan-Cianjur sendiri berupa 4 paket konstruksi dan 2 paket konsultan. Keempat paket proyek itu kemudian digarap masing-masing oleh perusahaan milik Hikmat, Dion Renato Sugiarto, Zulfikar Fahmi dan Asta Danika.
Dalam persidangan, kata Fadli, terungkap Hikmat menyerahkan uang kepada Syntho senilai Rp 476,7 juta, Dion Rp 750 juta, Zulfikar Rp 400 juta dan Asta Danika Rp 400 juta. "Sementara sisanya dari 2 paket konsultan masing-masing Rp 20 juta. Jadi kalau ditotal mencapai Rp 2 miliar, tapi dari Pak Hikmat bagiannya hanya Rp 476,7 juta," pungkasnya.
Untuk diketahui, Hikmat didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
(ral/iqk)