Tabir kasus suap perkara pailit KSP Intidana yang menyeret Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati menjadi terdakwa akhirnya terungkap. Meski sudah ditutup rapat-rapat, kasus ini bisa dipecahkan penyidik KPK setelah seorang PNS MA salah kirim foto gepokan duit melalui chat WhatsApp.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Bandung, ASN Kepaniteraan Mahkamah Agung Desy Yustria menyampaikan, kronologi saat ia menjadi orang pertama yang di-OTT KPK. Sebelum terkena OTT, Desy mengaku sempat salah kirim foto gepokan uang dengan pecahan Dolar Singapura (SGD) senilai 220 ribu, atau setara Rp 2,5 miliar kepada nomor suaminya.
Foto itu, seharusnya ia kirim kepada PNS MA bernama Muhajir Habibie yang menjadi perantara ke Sudrajad Dimyati. Tapi ternyata, Desy malah tidak sengaja meneruskan foto tersebut ke nomor WhatsApp suaminya. Foto ini pun lalu dijadikan barang bukti oleh KPK untuk membongkar bobroknya lembaga pengadil tertinggi negara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat menyampaikan kesaksiannya, Desy menjelaskan hal itu terjadi saat ia menerima uang Rp 2,5 miliar dalam pecahan 220 ribu SGD pada 29 Mei 2022 di Exit Tol Grand Wisata, Tambun, Bekasi. Uang itu ia terima dari Eko Suparno, kuasa hukum Riyanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, pihak pemohon kasasi pailit KSP Intidana.
Singkatnya, sebelum perkara kasasi itu diputus dikabulkan majelis hakim, di antaranya Sudrajad Dimyati pada 31 Mei 2022, Desy sudah terlebih dahulu mengabarkan ke Muhajir bahwa uangnya sudah siap. Muhajir lalu datang ke rumah Desy pukul 19.00 WIB di daerah Tambun, Bekasi, setelah perkara itu diputus majelis.
"Saya langsung bilang ke Mas Abie, mas itu uangnya udah di saya disimpanin. Oh ya udah des, kamu mau ngambil jatahnya dulu atau enggak. Enggak mas, aku enggak mau. Kan dia yang mengaturnya. Nanti pas selesai aja," kata Desy dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (29/3/2023).
"Terus uang itu dihitung nggak?" tanya majelis hakim ke Desy.
"Tidak Yang Mulia. Mas Abie memang suruh dibuka (diminta untuk dihitung jumlah uangnya), tapi sama saya tidak. Karena pada saat itu saya benar-benar baru sampai rumah dan belum salat. Jadi saya hanya buka, foto (lalu dikirim ke Muhajir Habibie foto uang tersebut), sudah," ucap Desy menimpali pertanyaan majelis.
Di momen inilah, Desy sempat salah kirim foto gepokan uang SGD tersebut ke suaminya. Desy yang awalnya berniat mengirim foto gepokan uang itu ke Muhajir Habibie, malah meneruskan pesannya ke nomor WhatsApp suaminya.
Keterangan Desy juga dikuatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di persidangan tersebut. Jaksa menyatakan, foto gepokan uang yang Desy salah kirimkan ini jadi petunjuk kuat di kasus OTT suap MA, dan akhirnya turut ditampilkan di persidangan sebagai barang bukti.
"Jadi uang ini adalah foto (milik) Desy (yang dikirimkan ke nomor WhatsApp) suaminya. Uangnya ada 3 ikat (dengan pecahan SGD 220 ribu atau setara Rp 2,5 miliar)," ucap JPU KPK di persidangan sembari menampilkan foto gepokan uang Dolar Singapura tersebut.
Tak hanya itu saja, Desy membeberkan tarif suap untuk penanganan perkara di MA. Saat meminta bantuan kepada PNS MA Muhajir Habibie, tercetus tarif senilai yang diminta Muhajir sampai senilai Rp 3 miliar.
Desy mengaku meminta bantuan ke Muhajir karena ia merupakan operator di majelisnya Sudrajad Dimyati. Menurut keterangan Desy, Muhajir yang awalnya sempat ragu terhadap perkara tersebut, lalu meyakinkan perkara kasasi ini akan bisa dibantu langsung prosesnya supaya dikabulkan majelis.
Dari situ, penentuan tarif pun muncul untuk memuluskan perkara ini. Muhajir awalnya mempertanyakan berapa nominal uang pelicinnya ke Desy. Setelah menanyakannya ke Theodorus Yosep Parera, Desy lalu memberitahu Muhajir bahwa uang pelicinnya akan disiapkan Rp 2 miliar.
Di pertemuan selanjutnya,Muhajir meyakinkanDesy bisa mengurus perkara kasasi itu dikabulkan majelis. Namun syaratnya,Muhajir meminta nominal uang senilai Rp 3 miliar kepadaDesy sebagai tarif mengurus perkara tersebut.
"Seperti permintaannya Pak Yosep, kan beliau maunya tidak terjadi seperti perkara pidana yang akhirnya dipending-pending. Makanya dia (Yosep) minta 2 (Rp 2 miliar) juga mengurus ke 2 hakim agung. Menurut Mas Abie itu tidak bisa, karena biasanya untuk perkara kabul dia biasanya megang 3 (Rp 3 miliar). Saya akhirnya sampaikan ke Pak Yosep, 'Pak, Mas Abie minta nambah. Tapi dia (Yosep) waktu itu tidak langsung menyanggupi," ungkap Desy.
Awalnya Desy sudah pasrah jika Yosep Parera tak jadi meminta bantuan kepadanya. Namun ternyata, Yosep menyediakan uang Rp 2,5 miliar untuk keperluan memuluskan kasasi kliennya yaitu Riyanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto di perkara KSP Intidana.
Desy menyampaikan kembali nominal uang Rp 2,5 miliar ke Muhajir yang disanggupi Yosep Parera. Untuk lebih meyakinkan, Muhajir mengatakan kepada Desy bahwa ia akan langsung berkomunikasi dengan Sudrajat Dimyati yang saat itu menjadi majelis hakim perkara kasasi tersebut.
Padahal, Muhajir meminta bantuan kepada orang lain yaitu Elly Tri Pangestu yang merupakan asisten Sudrajat Dimyati. Desy pun tidak mengetahui jika Muhajir menggunakan perantara orang lain pada penanganan perkara ini.
"Pertemuan kedua dia bilang, ini bapakku fight. Dia bilangnya akan masuk langsung ke Pak Sudrajat Dimyati, setahu saya dia meminta langsung ke Pak Sudrajat. Karena biasanya Mas Abie itu untuk (penanganan perkara hingga) kabul itu (meminta tarifnya) di antara Rp 2,5 miliar sampai Rp 3 miliar," tutur Desy.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung sempat mencecar Desy saat menjadi saksi di. Hakim menanyakan keberadaan uang senilai Rp 500 juta yang dianggap telah hilang untuk keperluan pelicin dikabulkannya perkara kasasi itu.
Hakim mencecar Desy lantara ia hanya mengaku menerima uang Rp 250 juta dari Muhajir. Uang tersebut Desy terima setelah bertemu dengan Muhajir di kediamannya di Tambun, Bekasi pada 31 Mei 2022, atau tepat pada saat kasasi tersebut dikabulkan majelis hakim.
"Uang itu ada 3 ikat. Seingatnya saya, beliau (Muhajir) menyisihkan 2 ikat, dan 1 ikatnya dihitung, dibagikan ke saya," ucap Desy.
"Uang itu berapa totalnya?," tanya hakim ke Desy.
"Kalau totalnya saya tidak tahu Yang Mulia, saya cuma dibagi di satu ikat saja. Saya dapat Rp 250 juga, dan Rp 250 juga untuk Mas Abie. Sisanya saya tidak tahu karena saya tidak menghitung," tuturnya.
Desy pun dicecar karena Hakim merasa ada uang Rp 500 juta yang hilang dalam kasus tersebut. Sebab kata hakim, uang yang Desy terima dari Eko senilai Rp 2,5 miliar seharusnya tersisa Rp 2 miliar setelah Rp 500 juta dibagi dua untuk Desy dan Muhajir.
"Ini Abie kan bilang sisanya itu Rp 1,5 miliar. Rp 1,5 miliar ini dengan demikian sudah berbeda dengan uang yang dikirim, sudah hilang uang itu Rp 500 juta di jalan. Jadi sudah hilang uang itu 500 Kalau dibandingkan keterangan saudara dengan yang lain ini," tutur hakim.
"Tapi beneran Yang Mulia, saya cuma dibagi Rp 250 juga Yang Mulia. Saya beneran tidak tahu, saya cuma dapat 250, saya tidak tahu yang dibawa Abie berapa Yang Mulia," timpal Desy kepada majelis hakim.
Pernyataan majelis mengenai uang suap senilai Rp 2,5 miliar itu turut dikuatkan Theodorus Yosep Parera. Yosep pun membeberkan, pada saat di Magelang, ia sendiri yang mengikat pecahan uang SGD sebesar 220 ribu tersebut untuk diserahkan kepada Desy melalui Eko Suparno.
Foto barang bukti uang gepokan SGD saat Desy di-OTT lantas ditunjukkan JPU KPK di persidangan tersebut. Yosep lalu merinci ada 3 ikat uang SGD itu yang terdiri dari 2 ikat 100 SGD dan satu ikat 20 ribu SGD.
"Itu (uangnya) yang ikat saya dari Semarang. Itu (nomilnya) 100 ribu, 100 ribu, 20 ribu (dalam pecahan SGD). Makanya kalau yang mulia lihat, itu agak beda. Yang dua tebal itu 100 ribu, dan yang paling bawah itu 20 ribu," kata Yosep saat merinci pecahan uang SGD yang ditampilkan dalam foto barang bukti JPU KPK di persidangan.
Hakim lalu menanyakan lagi ke Desy uang yang diterimanya itu apakah dalam kondisi terikat atau terbuka. Desy lalu menimpali uang tersebut dalam kondisi terikat, namun hanya sebatas ia lihat dan tidak menghitung nominal keseluruhannya.
"Terikat Yang Mulia. Makanya saya jelasin, saat menghitung, saya diambilkan yang 1 ikat (pecahan 20 ribu SGD). Itu dibagi dua (dengan Muhajir Habibie), sisanya 2 ikat beliau (Muhajir) bawa yang katanya malam itu akan dibawa ke bapaknya (Sudrajad Dimyati).
Karena Desy bersikukuh dengan keterangannya, hakim lalu menyarankan JPU KPK untuk menghadirkan secara langsung Muhajir Habibie dan Desy Yustria dalam sidang selanjutnya. Hakim ingin menyinkronkan keterangan keduanya yang dianggap janggal lantaran hilangnya uang suap senilai Rp 500 juta.
"Pak jaksa, (nanti di persidangan selanjutnya) dia (Desy Yustria) ini diperiksa bersama-sama Habibie (Muhajir Habibie) bagusnya. Jadi jelas (keterangan dari keduanya)," kata hakim yang langsung disambut kata siap oleh JPU KPK.
Sampai akhirnya, kasasi KSP Intidana dikabulkan MA pada 31 Mei 2022. Desy yang sedari awal sudah menjanjikan uang pelicin jika perkara itu dimenangkan, kemudian menepati janjinya dengan menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada Muhajir.
Sebelum uang itu diserahkan kepada Sudrajat, Muhajir dan Desy sudah terlebih dahulu memotong uang pelicin perkara kasasi KSP Intidana sebesar Rp 500 juta. Uang panas tersebut lalu mereka bagi rata berdua sebesar Rp 250 juta masing-masing yang dilakukan di kediaman Desy di kawasan Tambun, Bekasi.
Selanjutnya, Muhajir membawa uang pemberian dari Desy senilai Rp 1,5 milliar untuk kembali ke rumahnya. Namun karena sudah terlanjur silau dengan uang panas yang pada saat itu berupa pecahan Dolar Singapura (SGD), Muhajir lalu menilap uang yang seharusnya diserahkan ke Sudrajat Rp 500 juta.
Kemudian, uang haram itu diserahkan Muhajir kepada Sudrajat melalui perantara Elly Tri Pangestu yang merupakan asisten Hakim Agung nonaktif tersebut. Elly di sini mendapatkan jatah Rp 100 juta, dan parahnya Muhajir kembali meminta jatah Rp 100 juta.
Sudrajad Dimyati total mendapat uang suap penanganan kasasi KSP Intidana sebesar Rp 800 juta. Sedangkan Muhajir, bisa mendapatkan Rp 850 juga setelah menilap duit panas itu dari sana sini.