Kasus pemerkosaan anak di bawah umur di Sukabumi menyedot perhatian banyak pihak. Perjalanan kasus ini sempat diwarnai drama pelaporan terhadap nenek korban yang mencari keadilan untuk cucunya.
Pelaku Ditangkap
Polres Sukabumi Kota, Jawa Barat menangkap RP alias Dede (37). Dia diduga pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur berusia 8 tahun.
Peristiwa ini terungkap ketika korban merasakan nyeri pada alat kelaminnya. Bahkan, ia sempat dilarikan ke rumah sakit karena tak mampu berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi kemudian mendapatkan laporan dari SAI selaku nenek korban. Laporan itu dibuat SAI pada 13 Oktober lalu dengan nomor LP/B/368/X/2022/SPKT/POLRES SUKABUMI KOTA/ POLDA JABAR.
Kasi Humas Polres Sukabumi Kota Iptu Astuti Setyaningsih mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada 12 Oktober 2022 lalu. Mulanya pelaku mengajak bermain korban di kostan. Korban yang merupakan keponakannya itu mengikuti ajakan pelaku. Di sanalah, pelaku dengan tega melakukan aksi tersebut.
"Awalnya tersangka selaku kakak dari ibu kandung korban (paman korban) menjemput dan membawa korban ke rumah kostan dan saat tiba di indekos, korban bermain kucing dan bermain game di handphone bersama tersangka," kata Astuti kepada detikJabar, Rabu (26/10/2022).
Lebih lanjut, sekitar pukul 17:00 WIB tiba teman tersangka berinisial A ke indekos dan bermain handphone dilanjutkan menonton televisi. Sekitar pukul 22:00 WIB, tersangka dan korban beristirahat.
"Tersangka mematikan lampu, korban tidur di bawah menggunakan kasur sedangkan terlapor dan temannya A tidur di ranjang. Pada saat korban tidur, korban menggunakan baju piyama dan memakai selimut. Korban merasa ada yang menindih badan korban," ujarnya.
Astuti mengatakan, tersangka diduga melakukan pemerkosaan di sana. "Korban mendorong badan pelaku menggunakan tangan korban dan tersangka terdorong ke sebelah kiri. Akibat kejadian tersebut korban merasakan sakit pada kemaluannya," sambung Astuti.
Tersangka diancam pasal berlapis yaitu Pasal 81 dan atau Pasal 82 Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah nomor 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Nenek Korban Dilaporkan Oleh Pelaku
SAI (61), warga Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi masih mencari keadilan hukum bagi cucunya yang menjadi korban pemerkosaan oleh pamannya sendiri, RP alias Dede (37). Namun, di tengah proses mencari keadilan, SAI justru dipolisikan.
Diketahui, peristiwa pemerkosaan itu terjadi pada 12 Oktober 2022 lalu. Tersangka sudah ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota, namun sudah hampir tiga bulan ini, kasus itu belum juga masuk ke meja persidangan.
Di tengah-tengah proses mencari keadilan bagi cucunya, sang nenek tiba-tiba dilaporkan balik oleh keluarga tersangka ke Polres Sukabumi Kota dengan dugaan penganiayaan atau pengeroyokan terhadap RP. Baru-baru ini, SAI menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor di Unit PPA Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota.
"Kami dalam memberikan keterangan itu memang merasa kaget dari awal. Dilaporkan di Unit I Reskrim yang mana kasus yang dilaporkan adalah Pasal 351 penganiayaan dan pengeroyokan Pasal 170," kata Yoseph kuasa hukum SAI di Mapolres Sukabumi Kota, Jumat (20/1/2023).
Dia mengatakan, SAI akan mengikuti proses hukum itu meski tengah memperjuangkan keadilan bagi sang cucu yang mendapatkan kekerasan seksual. "Kita akan ikut perkembangan selanjutnya," ujarnya.
Kronologi Pengeroyokan
Yoseph menerangkan, peristiwa dugaan pengeroyokan itu terjadi pada 15 Oktober 2022 lalu sekira pukul 19.00 WIB dan berkaitan erat dengan peristiwa pemerkosaan kepada bocah usia 8 tahun. Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh RP mengundang amarah warga hingga terjadi dugaan pengeroyokan.
"Karena namanya kasus seperti ini mengundang reaksi semua pihak, lalu pada akhirnya masa berdatangan dan terjadilah itu (dugaan pengeroyokan). Akhirnya tidak terima dengan perlakuan tersebut, tersangka ini minta tolong ke orang tuanya dan membuat laporan ke polisi," sambungnya.
Lebih mirisnya lagi, orang tua tersangka merupakan kakek kandung dari bocah korban pemerkosaan. Pihaknya menyayangkan adanya fenomena tersebut. "Kalau kami menginginkan bagaimanapun proses hukum ini berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
Histeris Nenek Korban Pencabulan Saat Sidang
Terdakwa kasus dugaan pencabulan kepada anak di bawah umur, Ryansyah P alias Dede (37) menjalani sidang kedua di Pengadilan Negeri (PN) Kota Sukabumi, Kamis (2/2/2023). Diketahui, terdakwa diduga melakukan kekerasan seksual kepada keponakannya sendiri pada Oktober 2022 lalu.
Proses persidangan berjalan secara tertutup. Beberapa keluarga terlihat didampingi oleh Psikolog dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Nenek korban berinisial SAI (61) selaku pelapor diperiksa sebagai saksi dalam persidangan. Di tengah-tengah persidangan, SAI tiba-tiba dibawa keluar dengan keadaan menangis histeris. Ia juga sambil melontarkan kata-kata pedofil yang ditujukan kepada terdakwa.
"Iya tadi sempat menangis dan histeris. Cucunya dicabuli samaomnya, merasa terpukul masa depan untuk 18 tahun ke depan. Padahal yang melakukannya ituomnya sendiri yang seharusnya dilindungi ternyataomnya sendiri yang melakukan itu dan sampai sekarangomnya sendiri belum mengakui perbuatannya," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri KotaSukabumi JajaSubagja kepadadetikJabar.
Korban Berikan Kesaksian
Selain sang nenek, korban yang ditemani ibunya turut bersaksi di persidangan. Bocah yang masih belia itu dengan polosnya menceritakan pengalaman kelam atas peristiwa tersebut.
"Saksi korban juga menceritakan dengan polos. Korban memberikan keterangan, intinya dia menerangkan ada kejadian malam itu lagi tidur, lampu dimatikan terus ada yang menindih dan ada seperti batu keluar masuk. Dia dorong terdakwa dan waktu itu yang menindih pria dengan ciri-ciri rambut pirang sama seperti terdakwa," ungkap Jaja.
Sementara itu, Kuasa Hukum SAI (61) Yoseph Luturyali mengatakan, ekspresi menangis histeris para keluarga korban karena merasa tertekan akibat adanya sangkalan dari terdakwa.
"Ada bantahan dari terdakwa ini bahwa terdakwa tidak melakukan. Itu diakui dia saat diperiksa mulai penyidikan sampai di Kejaksaan," kata Yoseph.
"Jaksa juga mengatakan (terdakwa) tidak mengaku. Nah kalau tidak mengaku tugas Jaksa sebagai penuntut umum yang menangani perkara harus menggali semaksimal mungkin segala upaya, harusnya begitu," sambungnya.
Menurutnya, bukti-bukti yang dimiliki jaksa seharusnya sudah cukup kuat untuk membuktikan terdakwa bersalah. "Hasil visumnya itu terbukti ada lecet," ucap dia.
Nenek Korban Merasa Dipojokan
SAI bersama korban, bocah perempuan berusia 8 tahun ikut bersaksi di dalam persidangan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh terdakwa RP alias Dede (37) di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Kamis (2/2/2023). SAI merasa dipojokkan selama persidangan berlangsung.
"Karena tadi kecewa dengan waktu sidang yang pertama, jaksa tidak bertanya ke pelaku, jadi yang dicecar dan dipojokkan itu hanya kita (pihak keluarga korban). Hanya di akhir Bu Hakim itu bertanya, apakah betul yang dilakukan itu, dan dia (terdakwa) keukeuh tidak mengaku, dia mengalihkan kalimatnya itu ke kasus yang lain," kata Kuasa Hukum SAI Yoseph Luturyali kepada detikJabar.
"Keluarga keberatan dengan tidak adanya pengakuan apalagi dengan tidak adanya respek dari pihak keluarga si pelaku (besan). Tidak ada niat baik dari keluarga si pelaku yang membuat korban lebih terpukul," sambungnya.
Padahal, kata dia, bukti hasil visum telah menunjukkan adanya kekerasan. Bahkan, kata dia, dokter yang menangani korban sempat menenangkan SAI saat memberikan hasil visum.
"Di visum kedua dokter bilang ke nenek korbandielus-elus sama pemeriksa di situ bilang 'Ibu sabar ya, selaput daranya karena masih kecil nanti ibu bisa operasi selaput dara.' Sekarang dibacakan oleh jaksa bahwa hasilnya betul ada lecet dan bekas benda tumpul. Dan di situ menyatakan bahwa vagina selaput dara disebut masih utuh. Jelas ada yang aneh di sini," jelasnya.
Nenek Korban Diperiksa Soal Penganiayaan
Nenek berinisial SAI (61) asal Warudoyong, Kota Sukabumi diperiksa polisi atas dugaan penganiayaan. Pelapor sang nenek tak lain adalah keluarga besannya sendiri, pria berinisial MH. MH merupakan ayah terdakwa kasus pemerkosaan pria berinisial RP alias Dede (37) terhadap cucu perempuannya yang masih berusia 8 tahun.
Kapolres Sukabumi Kota AKBP SY Zainal Abidin menjelaskan terkait kronologi pelaporan nenek yang cucunya korban pemerkosaan tersebut. Dia menerangkan, tindakan penganiayaan itu terjadi pada 15 Oktober 2022 atau tiga hari setelah peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh korban yang dianiaya (terdakwa pemerkosa).
"Kemudian yang bersangkutan (RP alias Dede) didatangin oleh SAI yang saat itu bersama dengan cucunya yang menjadi korban tindak pidana pencabulan. Kemudian saksi HS alias EH ini keluar dari kos-kosan dan melihat dua orang laki-laki berada di pintu kos-kosan," kata Zainal, Minggu (5/2/2023).
Lebih lanjut, korban penganiayaan bertanya kepada SAI maksud kedatangannya ke kosan tersebut. SAI meminta agar RP menyerahkan handphonenya kepada cucu perempuannya.
"Begitu diserahkan, ISR (korban pemerkosaan) membawa lari handphone tersebut dengan refleks saudara RP ini mengejar untuk mengambil handphonenya. Begitu sampai di depan pintu terjadi penghadangan terhadap RP, dan terjadilah penganiayaan dan pengeroyokan yang dibuktikan dengan hasil visum," ujarnya.
Secara kasat mata, RP mengalami luka bonyok di bagian kepala dan memar di wajah. Pihak kepolisian pun telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 saksi termasuk sang nenek yang cucunya korban pemerkosaan.
Kronologi Versi Polisi Dibantah Nenek SAI
Nenek SAI (61) asal Warudoyong, Kota Sukabumi membantah keterangan polisi soal kronologi dugaan pengeroyokan yang menimpa terdakwa pemerkosa cucunya, gadis berusia 8 tahun. Diketahui, terdakwa kasus pemerkosaan itu pria berinisial RP alias Dede (37) yang tak lain masih sebagai paman korban.
Polisi menyebut, dalam kasus dugaan pengeroyokan ini, terdakwa pemerkosa berstatus sebagai korban. SAI (61) melalui tim kuasa hukumnya membantah kronologi versi polisi.
"Yang disampaikan Pak Kapolres (AKBP SY Zainal Abidin) tidak semuanya benar dan bukan fakta hukum sebenarnya karena hanya mendengar dari subjektifitas bawahannya," kata Kuasa Hukum SAI, Zainul Abidin, Senin (6/2/2023).
Dia mengungkapkan, SAI memang mendatangi kediaman terdakwa pemerkosa cucunya alias paman korban pria berinisial RP dengan tujuan bertanya secara baik-baik kebenaran soal perbuatan RP kepada korban.
"Namun saudara RP mengelak dan tidak mengakui perbuatannya dan bahkan RP mencoba keluar dan mau lari dari kedamaianya. Pada saat klien kami mendatangi kediaman RP, informasi dari klien kami ia sendirian tidak ditemani oleh siapapun, apa yang disampaikan Pak Kapolres tidak benar jika klien kami ditemani cucunya ISR sebab ISR masih dalam keadaan tertekan dan trauma atas apa yang ia alami," ungkapnya.
Dia juga membantah ada drama pengambilan handphone milik RP dan dibawa lari oleh korban pemerkosaan. "Tidak mungkin seorang anak perempuan usia 8 tahun dengan kondisi trauma baru mengalami pemerkosaan mendatangi kediaman pelaku dan membawa lari HP si pelaku tersebut, ini diluar rasional," tegasnya.
Sidang Ditunda
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dalam kasus bocah 8 tahun diperkosa paman kandung di Sukabumi ditunda. Penundaan itu diputuskan oleh majelis hakim dengan terdakwa RP alias Dede (37) setelah sidang dibuka.
"Memang pada hari ini sudah sesuai dengan agenda dari pengadilan bahwa pihak JPU harus menghadirkan saksi ahli dri RS Syamsudin, namun saksi yang dijadwalkan hadir pada hari ini berhalangan," kata Kuasa Hukum pihak korban Yoseph Luturyali di PN Kota Sukabumi, Kamis (9/2/2023).
Lebih lanjut, diketahui ternyata surat pemanggilan saksi persidangan itu hanya dibuat dalam bentuk file dan diduga tidak secara resmi dan patut.
"Yang kami sesalkan memang sempat dibalas bahwa tidak dapat hadir persidangan namun itu via chat. Itu kami sesalkan, yang mana seharusnya saksi ahli itu apabila dilayangkan surat panggilan secara patut oleh pihak JPU, seharusnya menghargai JPU dan persidangan, harus juga dilayangkan secara resmi tanggapan ketidakhadiran yang bersangkutan," jelasnya.
"Dari pihak JPU memang hanya berupa pdf tetapi tidak memberikan secara jelas surat resminya, tidak diperlihatkan dalam persidangan, itu menurut keterangan klien kami yang menghadiri persidangan," sambungnya.
Sementara itu, SAI (61) selaku nenek bocah korban pemerkosaan menuturkan, dia sempat masuk ke ruang sidang sebelum akhirnya ditunda. Sidang itu tertutup untuk umum dan hanya bisa diikuti oleh keluarga korban saja.
"Barusan kami meminta untuk digelar dulu persidangannya karena ini kan formal ya jadi harus jelas penundaannya. Alhamdulillah, dari pihak pengadilan mengadakan sidang untuk menentukan ditunda atau lanjut. Barusan sudah menyelesaikan sidang dan jadi jelas untuk hari ini ditunda," kata SAI.
Meski ditunda, pihaknya berharap terdakwa pemerkosa cucunya itu bisa diganjar hukuman maksimal. Menurutnya, dakwaan jaksa dengan minimal hukuman 4 tahun penjara itu tak sebanding bagi korban.
"Betul ada hukum acaranya berapa minimal dan maksimalnya tapi saya berharap ke aparat penegak hukum, yang namanya pedofil ini harus dihukum betul-betul membuat jera. Kalau saya melihat hukuman maksimal 15 tahun tidak sebanding, saya berharap ada hukuman yang lebih tinggi dari ini," kata dia.
Bocah Korban Pemerkosaan Trauma
Kasus seorang bocah perempuan berusia 8 tahun yang menjadi korban pemerkosaan di Kota Sukabumi tengah bergulir di persidangan. Ia diduga diperkosa oleh pamannya sendiri, RP alias Dede (37).
Sang nenek SAI (61) mengungkapkan kondisi terkini cucunya. Menurutnya, korban mengalami trauma ketika bertemu dengan orang dewasa atau pria yang memiliki perawakan seperti pelaku.
"Dia sekarang sangat menyendiri dan canggung dengan orang-orang. Dia sangat trauma, tidak bisa ditinggal sendiri. Ketika ada orang dewasa dia ketakutan, apalagi kalau postur tubuhnya sama dengan pelaku," kata SAI kepada detikJabar di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Kamis (9/2/2023).
Lebih lanjut, korban juga mengalami perubahan sikap. Korban, kata dia, tidak dapat fokus belajar, menarik diri dalam lingkungan sosial dan selalu menyendiri.
"Sangat ada perubahan sikap. Sebelumnya ketika belajar dia biasanya sangat cepat waktu mengerjakan soal, setelah kejadian ini dia tidak fokus kalau duduk pun dia suka ke belakang. Dipindahkan pun dia narik diri dan dia selalu menjauhkan diri dari teman-temannya," ujarnya.
Setelah kejadian memilukan itu, korban mulai sakit-sakitan. Keluarga pun tak menyerah untuk mendampingi dan memberikan perawatan ekstra bagi korban.
"Kondisi anak itu waktu selang satu bulan pemerkosaan pernah sakit di vagina ada lendir yang warna hijau, nggak normal dan itu diupayakan dengan minum jamu. Itu sudah mereda cuma dari situ sampai sekarang sering sakit dan jarang sekolah," ungkapnya.
"Dalam seminggu hanya dua hari sekolah karena dia sakit-sakitan panas. Sampai hari ini sering panas, sudah saya bawa ke puskesmas atau obat dari apotek terdekat," sambungnya.
Pihaknya sudah menghubungi Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) untuk mendapatkan penanganan. SAI juga menambahkan, Kementerian Sosial dan Kementerian PPA juga sudah turun tangan untuk melakukan pendampingan pada korban.
Dituntut 18 Tahun Penjara
Sidang lanjutan kasus pemerkosaan dan pencabulan dengan terdakwa pria berinisial RP alias Dede (37) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Kota Sukabumi, Kamis (2/3/2023). Diketahui, RP diduga memperkosa keponakannya sendiri yang merupakan bocah perempuan berusia 8 tahun.
Persidangan itu beragendakan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fera Mila Mustika. Majelis hakim memutuskan persidangan terkait kasus kesusilaan dilakukan secara tertutup karena sesuai dengan Pasal 153 Ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi Achmad Tri Nugraha mengatakan, terdakwa RP dituntut dengan pemberatan hukuman menjadi 18 tahun. Selain itu, terdakwa juga dituntut dengan denda sebesar Rp 1 miliar.
"Tadi sudah dibacakan oleh Bu Fera tuntutannya 18 tahun subsider 6 bulan. Kita buktikan dengan Pasal 82 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Anak. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya juga memberatkan," kata Tri kepada awak media di PN Kota Sukabumi.
Dia menjelaskan, hukuman bagi terdakwa yang melanggar Pasal 82 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Anak adalah minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Akan tetapi, kata dia, sesuai Pasal 13 ayat (2) UU 23/2013 menjelaskan apabila terdakwa memiliki hubungan keluarga, maka pidananya akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana.
"Yang dilakukan oleh terdakwa ini ada hubungan keluarga dengan si korban, maka oleh sebab itu sesuai aturan (ditambah) sepertiga. Jadi kita melakukan tuntutan tambahan 3 tahun menjadi 18 tahun dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan," jelasnya.
Alasan jaksa memberikan pemberatan hukuman karena korban mengalami trauma. Terdakwa juga tak mengakui perbuatannya selama proses persidangan.
"Memberatkan karena membuat trauma korban dan si korban juga usianya masih 8 tahun. Padahal korban juga termasuk keponakan pelaku, terdakwa tidak mengakui perbuatannya juga ikut memberatkan tuntutan," kata Tri.
Apresiasi Atas Tuntutan Jaksa
Kuasa hukum keluarga korban, Yoseph Luturyali mengucap syukur atas tuntutan tersebut. Dia mengapresiasi JPU yang telah memberikan pemberatan hukuman.
"Pertama kami mengapresiasi JPU sudah memberikan satu tuntutan yang sangat luar biasa. Kita lihat ancaman pelindungan anak maksimalnya itu 15 tahun, tetapi di luar prediski ini mencapai 18 tahun," jelas Yoseph.
Dia juga mengamini terkait penambahan sepertiga hukuman kepada terdakwa. Seharusnya, kata dia, terdakwa mencerminkan sebagai paman yang melindungi keponakannya.
"Ditambahkan itu dari JPU karena pelakunya bagian dari keluarga yang harusnya dilindungi oleh si pelaku, itu juga jadi pertimbangan. Dalam persidangan pelaku tidak meminta maaf dan tidak mengakui serta berbelit-belit," tutupnya