Hujan deras mengguyur wilayah Tasikmalaya pada Senin 27 Januari 2020. Tiba-tiba Warga Cilembang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, digegerkan dengan penemuan mayat di dalam gorong-gorong.
Mayat tersebut ditemukan secara tak sengaja ketika warga memperbaiki saluran drainase dan gotong yang mampet.
Ketika itu warga bersama penjaga sekolah membongkar gorong-gorong depan sekolah karena mampet. Selain mampet, dari dalam gorong-gorong tercium bau tidak sedap seperti bangkai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah berhasil dibongkar, bukan sampah yang ditemukan melainkan sebuah kaki manusia. Warga pun kemudian melaporkan temuan tersebut ke polisi. Sontak temuan ini pun menggegerkan warga setempat. Polisi yang datang ke lokasi kejadian langsung mengevakuasi mayat yang diketahui anak perempuan berseragam sekolah lengkap.
"Saat digali kaget muncul kaki, kemudian memanggil beberapa warga lalu melaporkan temuan ini ke Polisi," ujar Dedi, warga yang menemukan mayat.
Usut punya usut, identitas mayat anak perempuan itu terungkap. Namanya Delis Sulistina (13) siswa kelas VII SMPN 6 Tasikmalaya, warga Sindangjaya, Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Awalnya warga pun tidak mengenali mayat anak perempuan tersebut. Mengingat wajahnya sudah tidak jelas terlihat. Namun ada petunjuk dari tas dan buku yang ada bersama mayat tertulis nama Delis.
Sebelum ditemukan tewas dalam gorong-gorong, Wati Candrawati, ibu korban sempat membuat laporan polisi kehilangan anaknya. Setelah jam pulang sekolah, Delis tidak pulang ke rumahnya pada Kamis 23 Januari 2020.
![]() |
Wati kaget setelah mendengar kabar bahwa ada anak perempuan ditemukan tewas di dalam gorong-gorong sekolahnya pada Senin 27 Januari 2020. Wati pun curiga dengan mayat anak perempuan itu. Setelah dicek ternyata dari ciri-cirinya mayat tersebut anaknya yang hilang.
Wati syok dan tidak menyangka anak perempuannya meninggal dengan cara tragis. Orang tua menilai kematian Delis tidak wajar atau menduga menjadi korban pembunuhan.
Jenazah Delis Dibonceng Berkeliling Kota Tasikmalaya
Polisi Polres Tasikmalaya pun mengusut kasus temuan mayat itu. Tim Inafis Polres Tasikmalaya Kota melakukan olah tempat kejadian (TKP). Hal tersebut dilakukan untuk menyelidiki penyebab kematian korban. Polisi pun melakukan autopsi jenazah korban.
Sebulan penyelidikan, Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus dugaan pembunuhan Delis. Tak disangka, pembunuhnya adalah ayah kandungnya sendiri berinisial BR (45).
Tak kalah mengagetkan, alasan ayahnya membunuh Delis karena persoalan sepele. BR nekat menghabisi anaknya karena kesal gegara korban yang terus merengek meminta uang studi tur ke Bandung sebesar Rp 400 ribu.
![]() |
Ia membunuh anaknya di sebuah rumah kosong di Jalan Laswi, Kota Tasikmalaya pada Kamis 23 Januari 2020 pukul 16.00 WIB. Lokasinya hanya 100 meter dari tempat BR bekerja.
Ketika Delis meminta uang Rp 400 ribu, ayahnya tak bisa mengabulkan sehingga Delis merengek. Rengekan Delis membuat ayahnya kesal hingga gelap mata mencekik mati. Sadisnya setelah membunuh korban, BR kembali bekerja.
Sepulang bekerja, Ayah durjana itu kemudian membawa jasad putrinya dengan menaiki sepeda motor sejauh 3 kilometer. Agar tidak jatuh, jasad Delis diikat menggunakan kabel.
Situasi waktu itu sudah gelap dan diguyur hujan. Bagi siap saja yang melihatnya, selayaknya seperti melihat ayah membonceng anak yang masih hidup. Padahal saat dibonceng itu, Delis sudah meninggal dunia.
Setibanya di depan sekolah, BR melihat air di gorong-gorong itu arusnya cukup deras. BR langsung berpikir membuang mayat Delis itu ke gorong-gorong depan SMPN 6 Tasikmalaya tempat Delis bersekolah.
"Anak saya meminta uang Rp 400 ribu, katanya mau studi tur ke Bandung. Saya tak punya uang. Kasbon Rp 100 ribu dan Rp 200 ribu dari celengan di rumah," tutur BR yang memakai penutup muka warna hitam dan baju oranye di Mapolres Tasikmalaya Kota, Kamis (27/2/2020).
"Saya membawa anak menggunakan sepeda motor. Tangannya diikat pakai kabel tv supaya tak jatuh saat dibonceng," katanya.
Polisi menjerat tersangka BR dengan Pasal 76c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang ancaman hukumannya adalah 15 tahun. Lantaran tersangka ialah orang tua korban, sehingga ditambah sepertiga menjadi 20 tahun penjara.
(yum/yum)