Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi turut didakwa menerima gratifikasi Rp 1,8 miliar. Duit gratifikasi disebut masuk ke rekening masjid yang dikelola oleh Rahmat Effendi.
"Terdakwa telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima gratifikasi yaitu menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 1.852.595.000," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagaimana surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (30/5/2022).
Dalam dakwaan JPU KPK, gratifikasi itu dilakukan dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga Januari 2022. Gratifikasi itu diberikan kepada Rahmat Effendi melalui panitia pembangunan Masjid Arryasakha di Kota Bekasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya yang didirikan oleh terdakwa dan keluarga, menerima gratifikasi berupa uang," kata JPU.
Sebagaimana dakwaan, ada lebih dari 10 kali Rahmat Effendi menerima gratifikasi tersebut. Uang gratifikasi itu didapat Rahmat Effendi dari beberapa pihak mulai dari perorangan maupun perusahaan.
Dari beberapa kali gratifikasi tersebut, nilai paling besar diberikan oleh PT Summarecon Agung TBK yang jumlahnya hingga Rp 1 miliar. Gratifikasi itu diberikan perusahaan tersebut dalam dua tahap yakni pada 29 November 2021 dan 7 Desember 2021 yang masing-masing dikirim sebesar Rp 500 juta dalam dua kali pengiriman.
"Pada tanggal 29 November 2021 terdakwa menerima uang sejumlah Rp 500.000.000,00 dari PT Summarecon Agung TBK," kata JPU.
Selain itu, tercatat juga ada pengiriman uang dari PT Wika Tirta Jatiluhur/Widyatama dalam dua kali tahapan. Pertama pada 30 November 2021 sebesar Rp 34 juta lebih dan pada hari yang sama juga sebesar Rp 93 juta.
Baca juga: Lika-liku Sabu Gary Iskak Berujung Rehab |
"Bahwa penerimaan gratifikasi yang seluruhnya berjumlah Rp 1.852.595.000 yang dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja," tuturnya.
Menurut Jaksa, hal itu bertentangan dengan Pasal 12 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sehingga dengan demikian, haruslah dianggap siap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku Wali Kota Bekasi," kata JPU.
(dir/mso)