Perjalanan Slamet Ramadan, Macan Tutul Kumbang Penghuni Gunung Ciremai

Perjalanan Slamet Ramadan, Macan Tutul Kumbang Penghuni Gunung Ciremai

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Rabu, 17 Des 2025 10:00 WIB
Perjalanan Slamet Ramadan, Macan Tutul Kumbang Penghuni Gunung Ciremai
Slamet Ramadan terekam kamera jebak. (Foto: Dok. BTNGC)
Kuningan -

Salah satu penghuni Gunung Ciremai adalah seekor macan tutul bernama Slamet Ramadan. Sebelum sampai ke Gunung Ciremai, Slamet adalah macan tutul yang sebelumnya berkonflik dengan manusia di kawasan hutan Desa Cimalingping, Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang.

Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Silvia Lucyant memaparkan bahwa Slamet Ramadan merupakan macan tutul kumbang yang kini berada di Gunung Ciremai. Sebelum tinggal di Ciremai, Slamet berasal dari kawasan hutan Subang.

Karena sering berkonflik dengan manusia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat menangkap Slamet dan selanjutnya dilepasliarkan di Gunung Ciremai pada tahun 2019. Saat dilepaskan, Slamet berusia tujuh tahun dengan postur tubuh yang relatif kecil. Menurut Silvia, alasan Slamet dilepaskan di Gunung Ciremai karena saat itu populasi macan tutul di Gunung Ciremai masih minim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu itu di bulan Ramadan, ditambah saat konflik dengan masyarakat si Slamet ini tidak terluka, aman. Jadi namanya Slamet Ramadan. Intinya, satwa itu selamat dari konflik dengan masyarakat di bulan Ramadan. Karena kalau dikembalikan ke Subang khawatirnya konflik lagi. Jadi akhirnya ke Ciremai, ditambah saat itu di Ciremai baru ada satu populasi macan tutul. Jadi untuk menambah populasi juga," tutur Silvia.

ADVERTISEMENT

Meskipun belum memiliki habitat yang menetap, saat terekam kamera jebak pada 2023 lalu, kondisi Slamet jauh lebih baik. Ia memiliki postur tubuh yang lebih besar dibandingkan saat pertama kali datang ke Gunung Ciremai. Hal tersebut menunjukkan bahwa Slamet sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan baru di Gunung Ciremai.

"Kita monitoring terus dari tahun 2019 sampai 2023. Di tahun 2024 sampai 2025 tidak terdeteksi. Saat terdeteksi terakhir itu dia ada di berbagai wilayah jelajah dari mulai timur, selatan, barat, dan utara. Jadi kemungkinan dia masih mencari tempat habitat utamanya. Kondisi tubuhnya berkembang dibandingkan saat pertama kali ke sini. Artinya di kawasan kita, Slamet ini pakannya tercukupi. Sekarang usianya sudah 10 tahun," tutur Silvia.

Karena jenisnya macan tutul kumbang jantan, Slamet memiliki kulit berwarna hitam dengan totol-totol di tubuhnya. Totol tersebut sulit terlihat saat siang karena kulitnya yang terlalu gelap (melanistik). Namun, pola totolnya akan terlihat jelas saat terekam kamera jebak di malam hari.

"Mau kumbang hitam atau yang terang itu semuanya punya totol. Hanya untuk yang kumbang itu melanistik, kalau siang tidak terlihat totolnya tapi kalau malam ketika melihat di kamera itu kelihatan totolnya meskipun kulitnya cenderung hitam," tutur Silvia.

Selain Slamet, macan tutul lain yang dilepasliarkan adalah Rasi, seekor macan betina dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikanaga Sukabumi. Sebagai macan tutul betina, Rasi diharapkan dapat kawin dan berkembang biak di Gunung Ciremai.

Berbeda dengan Slamet, Rasi dilepas ke Gunung Ciremai saat berusia tiga tahun. Macan ini memiliki kulit terang dengan corak tutul yang menonjol. Terakhir kali Rasi terpantau kamera jebak dengan kondisi sehat dan sudah bisa beradaptasi. Meskipun diharapkan dapat berkembang biak, sejauh ini belum ada informasi Rasi memiliki anak atau kawin dengan macan jantan.

"Kemudian Rasi itu juga satwa hasil pelepasliaran. Umur tiga tahun dirilis, sekarang sudah usia enam tahunan. Sampai tahun 2025 Rasi terpantau terus. Untuk wilayah jelajahnya masih berpindah. Terpantau kondisinya sehat, sudah bisa beradaptasi. Masih belum ada informasi Rasi kawin dengan siapa," tutur Silvia.

Baik Slamet maupun Rasi merupakan macan tutul yang menjadi predator puncak di Gunung Ciremai. Sebagai predator puncak, kelestarian kedua macan tutul tersebut harus dijaga karena jika tidak, rantai makanan di Gunung Ciremai akan terganggu.

"Macan itu menempati konsumen paling atas, artinya mengendalikan rantai makanan yang ada di bawahnya. Misalnya tidak ada macan, nanti populasi yang ada di bawahnya akan terganggu. Populasi kijang atau babi hutan tidak terkendali. Kalau tidak terkendali, rantai makanan di bawahnya juga tidak terkendali. Rumput bisa habis. Nah itu yang disebut top predator," tutur Silvia.

Oleh karena itu, ia berharap agar masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian alam dan populasi macan di Gunung Ciremai.

"Diharapkan masyarakat menjaga kawasan Gunung Ciremai ketika beraktivitas di kawasan, tetap menjaga hutan. Tidak mengganggu satwa dan ketika ada perjumpaan dengan macan lebih berhati-hati dan bisa melaporkannya ke pihak TNGC," pungkas Silvia.

(sud/sud)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads