Desa Jagara, yang terletak di tepian Waduk Darma, dulunya merupakan wilayah dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Namun, kondisi tersebut berubah drastis setelah desa ini bertransformasi menjadi desa wisata, perlahan tapi pasti, angka kemiskinan di Desa Jagara menurun drastis
"Di Jagara itu tidak ada potensi pertanian yang ada itu perikanan. Awalnya potensi perikanan bagus tapi sekarang mengalami penurunan karena harga pakan dan sirkulasi pasar. Nah pada saat itu, masyarakat Jagara banyak yang pengangguran dan kurang lapangan kerja sehingga ekonomi lemah," tutur Umar Hidayat, Kepala Desa Jagara, Senin (1/12/2025).
Melihat kondisi tersebut, sekitar tahun 2022, pihaknya mulai memaksimalkan potensi dari Desa Jagara untuk menjadi Desa Wisata. Kala itu, Umar melihat pariwisata sebagai salah satu sektor yang bisa menggerakkan perekonomian di desa.
"Pada tahun 2022 kami mulai manfaatkan potensi Desa Jagara beralih dari perikanan ke potensi wisata. Nah muncullah desa wisata dengan memasukkan investor dalam kepariwisataan Desa Jagara 2023. Dan, efektif di tahun 2024 kemarin Jagara sudah menjadi desa wisata," tutur Umar.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya Jagara pun mulai dikenal sebagai salah satu tempat wisata di Kuningan. Puncaknya, pada tahun 2025, Desa Jagara mendapatkan penghargaan Peringkat I pada Lomba Desa Wisata Nusantara (LDWN) Tahun 2025 dengan kategori II yaitu Desa Maju/ Mandiri dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Umar memaparkan, ada banyak dampak positif yang dihasilkan dari adanya desa wisata salah satunya adalah dapat menurunkan angka kemiskinan di desa. Hal ini dapat dilihat dalam data penerima bantuan sosial (bansos) warga Desa Jagara.
Pada tahun 2022 penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan PKH Desa Jagara ada sekitar 248 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Jumlah ini terus menurun: 168 KPM (2023), 164 KPM (2024), dan 134 KPM (2025). Bahkan, untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2025, dari sebelumnya 242 calon penerima BLT, setelah diverifikasi berubah menjadi 15 orang yang layak menerima bantuan.
"Yang kemarin bantuan BLT Kesra 2025. Desa Jagara itu mendapatkan data dari dinas sosial Kabupaten Kuningan itu sebanyak 242 penerima. Setelah diverifikasi oleh pemerintah desa, dari 242 orang yang menjadi calon penerima itu setelah diverifikasi itu diperoleh 15 orang. Drastis banget," tutur Umar.
Menurunnya angka penerima bantuan sosial tersebut disebabkan karena banyak warga desa yang bekerja sebagai pelaku UMKM atau pengelola wisata yang ada di Desa Jagara. Menurut Umar, hal inilah yang menyebabkan tingkat kemiskinan di Desa Jagara mengalami penurunan.
"Perekonomian masyarakat terbangun melalui UMKM, masyarakat atau ibu-ibu yang tadinya tidak ada kegiatan sekarang bisa jualan. Kedua, dengan kemitraan pihak ketiga yang membuka usaha di Desa Jagara di bidang kepariwisataan membuat masyarakat desa yang tadinya nganggur menjadi punya lapangan kerja. Nah di situ tingkat perekonomian masyarakat meningkat akhirnya kemiskinan menurun drastis," tutur Umar.
Sementara itu, Direktur Bumdes Mekar Jaya Jagara, Sofyan memaparkan bahwa dalam pengembangan desa wisata, pihaknya memang mendorong penduduk yang secara ekonomi tidak mampu untuk lebih berdaya. Hingga kini, lanjut Sofyan, ada sekitar 243 UMKM dan 847 warga yang sudah terserap bekerja di Desa Wisata Jagara.
"Kalau untuk Desa Jagara memang sudah terbebaskan dari kemiskinan dan kelaparan. Karena kami memprioritaskan kepada masyarakat yang tidak memiliki usaha, memberikan nilai tambah yang punya penghasilan kecil dan memberikan kerja sama dengan masyarakat yang sudah makan dan mampu," tutur Sofyan.
Selain menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Dengan kunjungan per bulan mencapai 135 ribu pengunjung, dalam satu tahun, Desa Jagara bisa memberikan sumbangan kepada Pendapatan Asli Desa (PAD) mencapai Rp 500 juta lebih. Dana tersebut, digunakan untuk tunjangan perangkat desa hingga dana sosial untuk masyarakat kurang mampu, rentan miskin, anak yatim dan fakir miskin.
"Di tahun 2025 ini pertahun kami sudah memberikan PAD itu Rp 548 juta per tahun. Rata-rata perbulan ini kalau lagi naik dikisaran Rp 60 - 70 juta. Minimalnya Rp 42 sampai Rp 50 juta. Jadi variatif tergantung pendapatan setelah dikurangi biaya operasional," pungkas Sofyan.
(sud/sud)