Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Daddy Rohanady, meminta pemerintah daerah memberikan perhatian lebih terhadap nasib petambak garam di wilayah Cirebon yang selama ini berperan penting dalam mendukung target swasembada garam nasional.
Daddy menilai, sektor pergaraman rakyat memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian pesisir, namun hingga kini kesejahteraan petambak belum sebanding dengan peran strategis yang mereka jalankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Petambak garam adalah bagian penting dari ketahanan pangan nasional. Karena itu, sudah seharusnya mereka mendapat perhatian yang sama seperti petani padi," ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (8/11/2025).
Menurut Daddy, sejumlah kebijakan konkret perlu segera diterapkan agar produksi garam rakyat tetap berkelanjutan. Salah satunya, dengan memberikan skema perlindungan asuransi bagi petambak garam, sebagaimana yang telah diterapkan untuk petani padi.
"Kalau petani padi bisa mendapatkan asuransi, mestinya petani garam juga memperoleh perlindungan serupa," tegasnya.
Politisi asal daerah pemilihan Cirebon-Indramayu itu menjelaskan, profesi petambak garam memiliki risiko tinggi, terutama karena sangat bergantung pada kondisi cuaca. Ketika musim hujan tiba, proses penguapan air laut terhenti dan produksi garam otomatis menurun drastis.
Dengan adanya skema asuransi, lanjut Daddy, para petambak akan memiliki jaminan ekonomi saat gagal panen sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada hasil produksi musiman.
Selain perlindungan, Daddy juga menyoroti pentingnya memperluas akses pasar agar harga garam rakyat bisa lebih kompetitif.
"Akses pasar untuk petambak garam di Cirebon harus dibuka seluas-luasnya. Pemerintah perlu membantu dalam promosi, distribusi, dan pemasaran produk garam lokal," ujarnya.
Lebih lanjut, Daddy mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memperbaiki infrastruktur menuju sentra produksi garam di kawasan pesisir. Ia menilai, kondisi jalan yang rusak dan terbatasnya sarana transportasi menjadi hambatan utama distribusi hasil panen.
"Akses ke sentra produksi juga harus dibantu, seperti halnya kita memperhatikan jalan menuju area persawahan. Infrastruktur yang baik akan menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk garam," jelasnya.
Daddy juga menilai, potensi garam di pesisir utara Jawa Barat masih sangat besar untuk dikembangkan. Kabupaten Indramayu, misalnya, dinilai memiliki lahan tambak yang lebih luas dan cocok untuk produksi garam dalam skala besar, sementara Cirebon lebih menonjol di sektor perikanan tangkap.
"Sebenarnya Indramayu lebih besar potensinya. Saya lihat Cirebon lebih ke arah perikanan tangkap, tapi sektor garamnya tetap penting untuk dijaga," kata Daddy.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam Jawa Barat pada 2024 mencapai 211.044 ton. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Cirebon menyumbang 34.832,9 ton, turun tajam dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 116.490,25 ton.
Penurunan signifikan itu, menurut Daddy, menjadi sinyal bahwa perlu ada kebijakan lebih serius untuk memperkuat daya tahan sektor pergaraman rakyat di tengah tantangan cuaca ekstrem dan fluktuasi harga pasar.
"Kalau tidak ada intervensi kebijakan yang kuat, bukan tidak mungkin petambak garam akan terus terpuruk dan kita justru bergantung pada impor," pungkasnya.
(orb/orb)










































