Derita Misri, Ibu 2 Anak di Cirebon Belasan Tahun Melawan Kaki Gajah

Serba-serbi Warga

Derita Misri, Ibu 2 Anak di Cirebon Belasan Tahun Melawan Kaki Gajah

Devteo Mahardika - detikJabar
Selasa, 23 Sep 2025 15:00 WIB
Misri, warga Kabupaten Cirebon menderita kaki gajah.
Misri, warga Kabupaten Cirebon menderita kaki gajah. Foto: Devteo Mahardika
Cirebon -

Di sebuah rumah sederhana di Desa Sende, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, hidup seorang perempuan tangguh bernama Misri (34). Ibu dari dua anak ini sudah belasan tahun menghabiskan hari-harinya dalam keterbatasan. Sejak 13 tahun lalu, tubuhnya harus bersahabat dengan penyakit kaki gajah (filariasis) yang membuat kakinya terus membengkak hingga sulit digerakkan.

Ketika ditemui, Misri tampak hanya bisa duduk dan terbaring. Berjalan jauh, bahkan berdiri terlalu lama, sudah menjadi hal yang hampir mustahil baginya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kaki semakin lama semakin besar. Mau jalan susah, kalau dipaksa sakit sekali," ujarnya lirih, Selasa (23/9/2025).

Keterbatasan itu membuat Misri tak bisa menjalani aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hampir semua kebutuhan rumah tangga ia jalani dengan bantuan suami dan kedua anaknya. Sang suami, yang bekerja sebagai satpam, hanya bisa mengandalkan penghasilan pas-pasan untuk biaya makan dan sekolah anak, sementara kebutuhan pengobatan Misri masih jauh dari cukup.

ADVERTISEMENT

"Kalau lagi kumat, panas dingin. Tidur pun sering tidak nyenyak, rasanya seperti ada sesuatu yang berjalan di kaki," katanya sambil menahan sakit.

Meski berat, Misri masih menyimpan harapan besar. Ia ingin suatu saat bisa sembuh, kembali beraktivitas normal, dan tidak lagi menjadi beban bagi keluarganya.

"Pengen sehat lagi. Rasanya nggak kuat kalau terus-terusan begini," tambahnya.

Mantan Pekerja Migran

Perjalanan panjang Misri bermula saat ia bekerja di Bahrain selama lebih dari lima tahun. Awalnya tubuhnya sehat dan ia mampu menjalankan pekerjaan dengan baik. Namun, dua tahun terakhir di sana, ia mulai merasakan keanehan. Kakinya membengkak, rasa sakit datang dan pergi, tapi ia tetap memaksakan diri bekerja.

"Kalau malam istirahat bentar, besok kerja lagi. Kalau dipakai aktivitas, kaki bengkak lagi. Akhirnya majikan bawa ke rumah sakit," kenang Misri.

Dokter di Bahrain menyatakan penyakitnya serius. Majikan pun menyarankan agar ia pulang. Pada 2013, dengan kondisi sakit, Misri kembali ke Tanah Air. Di sana ia sempat mendapatkan obat dan kaos kaki khusus penekan pembuluh darah. Namun, seiring waktu, kaos kaki itu tidak lagi muat dipakai karena pembengkakan yang semakin parah.

Kehidupan Setelah Pulang

Sekembalinya ke Indonesia, Misri menikah dan dikaruniai dua anak. Pada awalnya, ia masih bisa beraktivitas normal meski dengan kaki yang membesar. Namun, setelah melahirkan anak pertama pada 2015, pembengkakan semakin bertambah. Titik balik terjadi usai kelahiran anak kedua di 2017. Saat itu, aktivitas sederhana seperti naik motor atau berjalan keluar rumah menjadi sangat sulit.

"Sekarang jalan masih bisa, tapi hanya di dalam rumah saja. Ke luar rumah sudah nggak sanggup lagi," tuturnya.

Dalam perjuangannya mencari kesembuhan, Misri sempat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, lalu berpindah ke beberapa rumah sakit lain. Ia bahkan mendapat bantuan dari Yayasan Rumah Teduh, sebuah lembaga yang mendampingi pasien-pasien dengan penyakit berat.

Harapan sempat tumbuh ketika seorang dokter memberi motivasi besar dan menjanjikan pemeriksaan laboratorium di Jerman sebagai bagian dari rencana pengobatan. Namun, nasib berkata lain. Dokter tersebut meninggal dunia akibat kecelakaan, membuat proses pengobatan Misri terhenti dan harus dimulai dari awal dengan dokter lain.

"Rasanya sedih sekali, padahal waktu itu saya punya harapan besar. Tapi karena ganti dokter, pengobatan pun balik lagi dari nol," ucapnya.

Yayasan Rumah Teduh kemudian menyarankan Misri agar tidak hanya bergantung pada satu rumah sakit, melainkan mencari opsi perawatan di tempat lain, termasuk RS Hermina.

Harapan yang Masih Menyala

Kini, di tengah keterbatasan, Misri masih berjuang untuk tetap kuat. Meski hanya bisa bergerak di sekitar rumah, ia berusaha menjalani peran sebagai ibu dari dua anak. Harapannya sederhana yakni sembuh dan bisa kembali hidup normal.

Di balik segala keterbatasan fisiknya, Misri menyimpan semangat yang tidak padam. Kisahnya menjadi potret betapa kerasnya perjuangan seorang mantan pekerja migran yang pulang ke kampung halaman bukan dengan keberhasilan, melainkan dengan ujian hidup yang terus menggerogoti tubuhnya.

"Kalau bisa, saya ingin sehat lagi. Bisa jalan, bisa kerja, bisa mengurus anak tanpa rasa sakit begini," katanya lirih.

Sementara itu, Kepala Desa Sende Suma mengungkapkan pihaknya terus memantau kondisi kesehatan Misri. Pemerintah desa juga berkoordinasi dengan puskesmas dan Dinas Kesehatan agar Misri mendapatkan perawatan yang layak.

"Alhamdulillah Dinas Kesehatan begitu dihubungi gercep (gerak cepat). Kami pastikan ada pendampingan, termasuk obat-obatan khusus yang dibutuhkan," jelasnya.

Ia menegaskan saat ini Misri memiliki BPJS aktif yang bisa digunakan untuk pemeriksaan di fasilitas kesehatan. Selain itu, bidan desa juga rutin memantau kondisi dan memberikan obat penunjang untuk membantu meringankan penyakitnya.

Meski begitu, perjuangan melawan kaki gajah bukanlah perkara singkat. Penyakit ini membutuhkan pengobatan jangka panjang dan perhatian ekstra.

"Harapan besar sekarang bertumpu pada upaya bersama pemerintah, tenaga medis, dan kepedulian masyarakat supaya Ibu Misri bisa menjalani hidup dengan normal," pungkasnya.

Meskipun demikian, tampak terlihat di balik wajah Misri terdapat senyum sabarnya, tersimpan doa sederhana seorang ibu untuk bisa kembali sehat demi keluarga kecil yang selalu setia mendampinginya.




(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads