Lorong Waktu

Jejak Kuda Kuningan dan Sejarah Panjang di Masa Hindia Belanda

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Jumat, 30 Mei 2025 10:00 WIB
Kuda Kuningan di masa lalu (Foto: Istimewa)
Kuningan -

Sebagai wilayah yang dijuluki Kota Kuda, Kuningan memiliki sejarah yang panjang soal penggunaan kuda. Catatan penggunaan kuda di Kuningan diabadikan dalam beberapa surat kabar Hindia Belanda salah satunya adalah surat kabar Java Bode 24 Juli 1883.

Kala itu, kuda delman digunakan dalam prosesi pelantikan Bupati Kuningan. Untuk prosesinya sendiri, pertama Kepala Residen meminta Bupati Kuningan sebelumnya bersama dengan Bupati Galuh (Ciamis) dan seorang petugas dari Plumbon untuk menjemput Bupati baru dengan menaiki kereta kuda atau delman yang terbuka. Di belakangnya, terdapat para kepala desa dan tokoh masyarakat yang mengikuti iringan penjemputan Bupati baru di rumahnya.

"Pada pukul sepuluh, Bupati yang baru dilantik tiba dengan kereta terbuka. Kereta itu melaju seperti berjalan kaki perlahan dan didahului oleh para pembawa bendera. Syair-syair mengiringi kedatangan Bupati. Semua kepala adat mengikuti kereta itu dengan berjalan kaki, menunggang kuda, dan berpakaian lengkap. Setiap kuda dituntun satu per satu dengan diiringi nyanyian terbuka dari masing-masing kepala adat," tulis surat kabar Java Bode 24 Juli 1883.

Karena meriah, prosesi pelantikan Bupati Kuningan yang baru tersebut ditonton oleh ribuan penduduk Kuningan. Ribuan penduduk memadati area jalan menuju pendopo yang menjadi tempat berlangsungnya pelantikan. Penduduk bahkan mengikuti iring-iringan Bupati bersama para kepala adat menuju pendopo.

Surat kabar Java Bode yang membahas soal Kuda Kuningan Foto: Istimewa

Digunakan Angkut Wisatawan ke Ciremai

Selain digunakan dalam prosesi pelantikan, delman juga digunakan penduduk Kuningan untuk mengangkut wisatawan yang ingin berwisata di area Gunung Ciremai. Mengutip surat kabar De Locomotif edisi 28 Maret 1918 , biasanya mayoritas wisatawan yang merupakan warga Eropa tersebut akan naik kuda delman menyusuri setiap sudut keindahan Gunung Ciremai.

Bahkan, para wisatawan tersebut akan berkuda dari Kuningan sampai Majalengka. Lalu dari Majalengka mereka akan pulang naik kereta atau mobil menuju Cirebon. Ada juga wisatawan tersebut melanjutkan perjalanannya menuju Danau Panjalu yang ada di Ciamis.

"Dengan berjalan kaki atau berkuda seseorang dapat pergi ke Majalengka dan kemudian dengan mobil atau kereta melalui Majalengka ke Cirebon. Perjalanan yang indah adalah ke Danau Panjalu. Dengan mobil atau kereta, seseorang dapat mencapai Kawali tanpa lereng utama di sepanjang jalan baru, yang berbelok kiri melewati Tjikidjing, dan kemudian berbelok kanan ke Pandjaloe," tulis surat kabar De Locomotif edisi 28 Maret 1918.

Kuda Kuningan di Masa Hindia Belanda

Pada masa Hindia Belanda juga, Kuda Kuningan sering diikutkan dalam lomba pacu kuda yang diadakan di Cirebon. Bagi peternak kuda di Kuningan, lomba pacu kuda menjadi ajang unjuk gigi bagi kuda Kuningan yang terkenal berkualitas.

"Kabar panitia Pasar Malam akan menyelenggarakan pacuan kuda darat di Cirebon disambut gembira, khususnya oleh para peternak kuda di Majalengka dan Kuningan . Lagi pula, pengembangbiakan kuda telah berlangsung di sana selama beberapa tahun, tetapi mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengukur hasil dan kualitas kuda," tulis surat kabar De Locomotif edisi 29 Agustus 1929.

Kuda Kuningan di masa lalu Foto: Istimewa

Sebanyak 73 ekor kuda terdaftar untuk lomba pacu kuda di Cirebon. Bagi peternak, ajang perlombaan pacu kuda merupakan ajang untuk menaikkan harga kuda. Pasalnya, bagi yang juara satu, kuda yang sebelumnya dihargai 500 gulden, setelah menang lomba harganya langsung naik menjadi 1.800 gulden.

Untuk kuda juara kedua, sebelumnya dihargai 150 gulden, tapi setelah ikut lomba dan menunjukkan kualitasnya, harganya langsung naik menjadi 500 gulden. Lewat ajang pacu kuda, membuat peternak termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas kudanya.




(dir/dir)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork