Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Majalengka, Senin (24/3/2025). Massa aksi yang tergabung dalam aliansi BEM se-Majalengka terlihat mengenakan pakaian serba hitam sebagai bentuk simbolis perlawanan mereka.
Massa aksi mulai berdatangan sekitar pukul 15.30 WIB dan langsung menggelar orasi dengan membawa sejumlah spanduk dan poster penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan. Sebagai bagian dari protes, para mahasiswa juga membakar ban di depan gedung DPRD, yang menandakan puncak dari aksi demonstrasi mereka.
"Kami menolak UU TNI karena dianggap tidak berpihak pada rakyat dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia," ujar salah satu orator.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa berhasil menerobos gerbang DPRD setelah adu dorong dengan petugas. Di sana, mereka menuntut agar UU TNI dikaji ulang, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan sipil dan demokrasi di Indonesia.
Sedikitnya ada tiga tuntutan yang mereka suarakan. Salah seorang massa aksi, Anwar Yusuf mengatakan, revisi UU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, yang pernah terjadi pada masa lalu dan dinilai merugikan supremasi sipil.
"Kami menuntut agar revisi UU TNI dibatalkan karena mengancam demokrasi, supremasi sipil, dan hasil-hasil reformasi. Ini bisa membuka kembali peluang dwifungsi TNI yang telah kita hindari setelah reformasi," kata Anwar saat diwawancarai detikJabar.
Selain menuntut pembatalan revisi UU TNI, mahasiswa juga mendesak agar setiap kebijakan pemerintah melibatkan partisipasi publik serta memberikan keterbukaan dan transparansi, terutama kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat sipil.
"Kebijakan pemerintah harus transparan dan melibatkan masyarakat. Kami tidak ingin kebijakan yang dibuat tanpa mendengar suara rakyat," ujarnya.
Tuntutan ketiga dalam aksi ini adalah penghentian segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyampaikan pendapat di muka umum. Anwar menilai, kebebasan berpendapat merupakan bagian penting dari demokrasi yang harus dilindungi oleh negara.
"Yang ketiga, menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat sipil yang menjalankan hak demokrasi dalam menyampaikan pendapat," ucapnya.
(mso/mso)