Pada Masa Hindia Belanda, salah satu yang cukup menarik perhatian banyak orang adalah ketika seorang sultan wafat. Wafatnya seorang sultan membuat banyak masyarakat turut berkabung, dan menarik media masa Hindia Belanda untuk meliput, seperti ketika wafatnya Sultan Kanoman ke 8, yakni Sultan Raja Muhammad Dzulqarnain.
Mengutip surat kabar De Locomotif edisi 24 Mei 1934, Sultan Dzulqarnain wafat pada hari Senin pagi pukul 06:30 WIB. Beliau wafat ketika menginjak usia yang sudah cukup tua yakni, 84 tahun. Sebelum wafat, Sultan Dzulqarnain dikabarkan sempat mengalami kebutaan karena usia yang sudah tua. Saat mengalami kebutaan, Sultan Dzulqarnain banyak menghabiskan waktunya untuk mengisolasi diri dan bermeditasi.
"Karena kebutaannya, ia telah hidup dalam isolasi ketat selama beberapa waktu. Pengetahuannya yang khusus tentang hukum adat membuat beliau sangat dihormati oleh penduduk, dan hal ini akan diungkapkan secara khusus pada saat pemakaman jenazahnya," tulis surat kabar De Locomotif edisi 24 Mei 1934.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat proses pemakamannya, dalam surat kabar De Indische Courant edisi 26 Mei 1934 dituliskan, setidaknya ada 30.000 orang hadir untuk mengiringi kepergian Sultan Dzulqarnain. Ribuan orang tersebut datang dari berbagai macam daerah dengan menggunakan kereta api. Tak hanya orang biasa, prosesi pemakaman juga diikuti oleh seluruh pejabat pemerintahan Hindia Belanda, pejabat pribumi, pejabat peradilan, Sultan Kasepuhan dan Kacirebonan, serta banyak orang terkemuka lain di Cirebon.
Setelah disalatkan, jenazah Sultan Dzulqarnain mulai keluar dari Keraton Kanoman sekitar pukul 14:15 WIB. Di depan keranda sultan, ada sekitar 18 penghulu yang sedang berdoa dalam tandu, di bagian depan juga terdapat jimat keraton Kanoman dan juga karangan bunga. Untuk menjaga agar tertib dan terkendali, di sekitar keranda juga dikawal oleh puluhan petugas polisi. Sedangkan di bagian belakangnya terdapat iring-iringan sepanjang 2 kilometer.
"Keranjang tersebut dikawal oleh 60 orang polisi, yang sibuk menjaga agar kerumunan tetap terkendali, karena semua orang ingin membawa keranda tersebut, karena menurut kepercayaan umum, hal ini membawa berkah," tulis surat kabar De Indische Courant edisi 26 Mei 1934.
![]() |
Banyaknya orang yang mengiringi, menyebabkan terjadinya keramaian di sepanjang jalan menuju Astana Gunung Sembung, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, yang menjadi tempat dimakamkannya Sultan Dzulqarnain. Meski ramai, dan menempuh waktu beberapa jam untuk sampai, prosesi perjalanan menuju permakaman berlangsung tertib berkat pengawalan dari polisi kota.
Setelah menempuh perjalanan hampir 8 kilometer, jenazah Sultan Dzulqarnain sampai di permakaman Astana Gunung Sembung pada pukul 17.00 WIB. Di sana, sudah siap ribuan orang menunggu kedatangan sultan yang dikenal memiliki punya banyak pengaruh tersebut. Pada pukul 18.00 WIB prosesi pemakaman selesai, secara perlahan ribuan orang pun kembali bergerak menuju kota.
Sosok Sultan Dzulqarnain
Menurut pegiat sejarah Cirebon, Farihin, banyaknya orang yang datang ke pemakaman, tidak lepas dari jasa Sultan Dzulqarnain selama beliau hidup, seperti membantu para pejuang untuk melawan penjajah.
"Sultan Dzulqarnain itu wafat sekitar 1934, beliau menjadi sultan sejak tahun 1873. Beliau pejuang yang banyak memberikan fasilitas kepada para kiai untuk berjuang mendirikan pondok pesantren kayak di Benda Kerep, itu zamannya Sultan Dzulqarnain," tutur Farihin, belum lama ini.
![]() |
Menurut Farihin, kala itu, perlawanan untuk melawan penjajah tidak berpusat di keraton, tapi berpindah ke pondok pesantren yang didirikan oleh para kiai dan ulama yang keluar di keraton. Selain mengajarkan ilmu agama, santri juga diajari dengan ilmu kanuragan. Meski sudah keluar dari keraton, namun, perjuangan para kiai dan santri masih tetap didukung dan difasilitasi oleh sultan.
"Transformasi perlawanan dari keraton dan pesantren kan atas kuasa izinnya raja, mereka memberikan tanah-tanah pada kiai, di situ mereka tidak cuman belajar agama, tapi juga belajar ilmu kanuragan, karena bekal untuk melawan para kolonial. Kalau perlawanan di keraton yah bubar keratonnya, tradisinya bisa hilang," tutur Farihin.
Sebagai seorang sultan yang berkuasa selama 61 tahun, Sultan Dzulqarnain juga dikenal sebagai sosok yang kuat dalam menjaga seni dan tradisi. Ini dibuktikan dengan memprakarsai lahirnya tarian Bedaya Rimbe. Menurut Farihin, tarian Bedaya Rimbe ini merupakan tarian sakral yang hanya dipentaskan secara khusus di Keraton Kanoman.
Selain menciptakan tari Bedaya Rimbe, Sultan Dzulqarnain juga meninggalkan bangunan bersejarah yang masih bisa digunakan hingga hari ini, yakni Masjid Keraton Kanoman yang letaknya di bagian belakang Pasar Kanoman. Masjid tersebut dulu digunakan sebagai pusat dakwah penyebaran agama Islam di Cirebon.
(yum/yum)