Pada 5 Januari 1947, pertempuran heroik meletus di perairan Cirebon setelah Indonesia meraih kemerdekaan. Kapten Samadikun bersama pasukannya di Kapal RI Gadjah Mada, bertempur sengit melawan kapal Belanda, HRMS Kortenaer.
Baku tembak antara TNI AL dan pasukan Belanda menjadi saksi perjuangan gigih dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia. Dalam pertempuran yang terjadi 78 tahun silam, Kapten Samadikun gugur bersama Kapal RI Gadjah Mada yang karam di perairan Cirebon.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, TNI AL menggelar acara peringatan yang juga menjadi bagian dari rangkaian Hari Dharma Samudera 2025. Peringatan tersebut menjadi momen penting untuk menghormati jasa-jasa para pahlawan laut yang telah berjuang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Acara yang berlangsung di Pelabuhan Cirebon pada Senin (20/1) itu, dipimpin oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (WAKASAL), Laksamana Madya TNI Erwin S Aldedharma mewakili Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL), Laksamana Muhammad Ali.
Dalam sambutannya, Erwin S Aldedharma menerangkan tentang kisah pertempuran yang terjadi antara Kapal RI Gadjah Mada dengan kapal Belanda.
Erwin mengatakan, kisah heroik KRI Gajah Mada dalam Pertempuran Teluk Cirebon pada 5 Januari 1947 menjadi bukti nyata semangat juang tak kenal menyerah para pahlawan laut. Di tengah keterbatasan alutsista, mereka berani menghadapi kapal perang Belanda yang jauh lebih modern.
Gugurnya Kapten Samadikun dan tenggelamnya Kapal RI Gadjah Mada menjadi simbol pengorbanan besar demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Prajurit TNI Angkatan Laut senantiasa menunjukkan sikap dan keteladanan dalam mempertahankan kedaulatan wilayah laut nusantara sejak masa kemerdekaan. Keterbatasan alutsista tidak menjadi hambatan dalam menghadapi angkatan laut musuh yang jauh lebih kuat persenjataannya," terang Erwin.
"Heroisme ini tercermin dalam berbagai pertempuran laut, termasuk pertempuran Teluk Cirebon yang terjadi pada 5 Januari 1947," sambung dia.
ALRI Pangkalan III Cirebon Jadi Pelopor Penamaan Kapal Perang
Lebih lanjut, Erwin mengatakan, sejak masa kemerdekaan, Cirebon memiliki peran penting dalam sejarah Angkatan Laut Republik Indonesia. ALRI Pangkalan III Cirebon berhasil membentuk sebuah eskadron yang terdiri dari kapal-kapal bertonase ringan, dilengkapi dengan senapan mesin sebagai persenjataan utamanya.
"Tidak hanya itu, ALRI Cirebon juga mengawali tradisi penomoran dan penamaan kapal perang, serta penetapan flag ship yaitu Kapal Gadjah Mada," kata dia menambahkan.
Ia menyebut, dari aspek operasional, ALRI Cirebon juga mampu melaksanakan operasi laut dan melaksanakan tiga peran universal angkatan laut. Hal ini salah satunya ditunjukkan dalam pengamanan diplomasi beras pemerintah RI yang akan dikirim ke India pada tahun 1946. Kemudian ALRI Cirebon juga mampu menggelar latihan gabungan dengan pasukan darat.
"Puncak peran militer ALRI Cirebon diperlihatkan pada awal tahun 1947. Kapal-kapal ALRI mampu bermanuver, mengepung dan mengusir korvet Belanda, HRMS Morotai pada tanggal 3 Januari 1947 dari perairan Cirebon. Bala bantuan angkatan laut Belanda yang berupa destroyer HRMS Kortenaer pun dihadang oleh eksader pimpinan Kapal Gadjah Mada yang berujung pada pertempuran Teluk Cirebon 5 Januari 1947," terang dia.
Namun, dalam perempuan tersebut, Kapal RI Gadjah Mada akhirnya tenggelam. Begitu pun dengan komandan kapal, Letnan Satu Samadikun yang gugur dalam peristiwa itu.
"Kapal Gadjah Mada tenggelam bersama komandannya, Letnan Satu Samadikun pada pertempuran laut heroik dalam sejarah Indonesia," kata Erwin.
"Wreck Kapal Gadjah Mada merupakan artefak pertempuran laut yang masih tersisa, di samping salah satu pelaku pertempuran lautArafuru, yaitu RI Harimau yang saat ini terpajang di museum Purna Bakti Pertiwi Taman Mini Jakarta," sambung dia.
Simak Video "Video: Melihat dari Dekat Kapal Perang TNI AL Pamer Kekuatan di Teluk Jakarta"
(mso/mso)