Di Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon terdapat sebuah jalan yang diambil dari seorang pahlawan angkatan laut yang gugur saat perang di Lautan Cirebon, yakni Kapten Samadikun. Meski Indonesia baru merdeka, kisah mengenai perang di laut Cirebon, yang menewaskan Kapten Samadikun banyak diberitakan surat kabar Hindia Belanda, seperti dalam surat kabar De Waarheid edisi 6 Januari 1947.
Kala itu, pada tanggal 1 sampai 5 Januari 1947, Kapten Samadikun yang menggunakan kapal Gajah Mada, sedang melakukan latihan gabungan bersama tentara angkatan laut, darat dan laskar pejuang di lautan Cirebon. Namun, pada tanggal 5 Januari, saat sedang menuju arah utara, rombongan kapal Kapten Samadikun bertemu dengan Kapal HMS Koortaner milik Belanda.
Awalnya, Kapal Belanda memberikan isyarat agar rombongan kapal yang sedang latihan untuk berhenti, tapi oleh Kapten Samadikun dan rombongan tidak indahkan. Hal ini membuat, Kapal Koortaner milik Belanda bertindak agresif dengan menembak rombongan kapal dari Kapten Samadikun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendapatkan serangan dari Kapal Belanda, Kapten Samadikun dengan menggunakan Kapal Gajah Mada mencoba melakukan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan oleh Kapten Samadikun juga bertujuan, agar rombongan kapal lain dapat kembali ke pelabuhan, dengan menjadikan Kapal Gajah Mada yang ditumpanginya sebagai tameng untuk menghadapi kapal Belanda.
![]() |
Di Lautan Cirebon, Kapal Koortaner beradu tembak dengan Kapal Gajah Mada. Namun, naas, setelah beberapa menit beradu tembak, salah satu tembakan dari Kapal Koortaner, berhasil mengenai bagian lambung kanan kapal, sehingga merusak bagian mesin dari kapal Gajah Mada. Meski sudah rusak, Kapal Gajah Mada masih terus melakukan perlawanan, hingga akhirnya tenggelam dan menewaskan Kapten Samadikun.
"Menyusul tindakan agresif angkatan laut Belanda yang tidak diprovokasi oleh pihak Indonesia, dinas informasi angkatan laut mengeluarkan komunike yang menyatakan bahwa ketika satuan angkatan laut Indonesia berusaha mencegat kapal pantai dari Cirebon, kapal, "Kortenaer" memerintahkan konvoi untuk berhenti. Karena panggilan tersebut tidak diindahkan, Belanda melepaskan tembakan dan menenggelamkan kapal Indonesia," Tulis surat kabar De Waarheid edisi 6 Januari 1947.
Dalam pertempuran tersebut, setidaknya ada 2 orang yang tewas, serta 22 awak kapal ditangkap oleh Belanda. Mengutip surat kabar Eindhoven Dagblad edisi 7 Januari 1947, selain awak kapal yang disandera. Belanda juga menyita sejumlah senjata yang berasal dari kapal Indonesia. Meski begitu, karena perjuangan Kapten Samadikun, beberapa awak kapal Indonesia berhasil melarikan diri dengan cara melewati gumuk pasir pantai.
Dalam surat kabar juga disebutkan, Pemerintah Belanda mengklaim bahwa tentara Republik Indonesia telah melanggar status quo dari perjanjian Linggarjati. Sehingga Kapal Belanda bertindak secara agresif ketika melihat konvoi kapal di laut Cirebon.
Sedangkan, menurut pegiat sejarah Cirebon, Putra Lingga Pamungkas, tidak adanya titik temu pada saat perundingan Linggarjati menyebabkan Belanda datang lagi ke Indonesia. Apalagi, lanjut Lingga, kedatangan Belanda di Cirebon, bertepatan dengan adanya Latihan gabungan yang dipimpin oleh Kapten Samadikun di Laut Cirebon.
"Gagalnya perundingan Linggarjati, Tidak ada titik temu. Makanya Belanda datang lagi. Pada 1 januari 1947 tiba-tiba datang melalui laut Cirebon. Pas banget di situ lagi latihan gabungan dipimpin oleh Kapten Samadikun," tutur Lingga, belum lama ini.
Hanya berjarak 6 bulan setelah peristiwa pertempuran di Laut Cirebon, menurut Lingga, terjadi Agresi Militer Belanda 1 di tanggal 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Untuk mengenang jasa Kapten Samadikun, namanya diabadikan menjadi nama ruas jalan di Kota Cirebon. Dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kesenden, Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon.
(yum/yum)