Pada tanggal 19 November kemarin, diperingati sebagai Hari Jurnalis Internasional. Mengutip detikJabar, peringatan Hari Jurnalis Internasional bertujuan untuk mengapresiasi kerja-kerja jurnalis dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.
Peringatan Hari Jurnalis juga sebagai bentuk penghormatan kepada setiap jurnalis dan orang-orang pemberani yang melakukan kerja jurnalistik. Terlebih bagi mereka yang kehilangan nyawa, demi mengejar sebuah informasi yang akurat bagi publik.
Pada era kolonial, surat kabar pun telah menyebar di berbagai daerah, salah satunya Cirebon. Surat kabar tersebut ditulis dan dikelola oleh para jurnalis, wartawan dan kontributor di seluruh wilayah Hindia-Belanda. Namun, tak jarang para jurnalis tersebut mendapatkan berbagai macam intimidasi dari berbagai macam pihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatan mengenai intimidasi jurnalis di Cirebon, dapat ditemukan dalam beberapa surat kabar Hindia-Belanda, seperti dalam surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-IndieΜ edisi 17 Maret 1913. Kala itu, seorang jurnalis surat kabar Tjiremai, bernama Heetjans, dipukul dan diserang dengan bubuk pensil ke bagian mata, di sebuah toko di Cirebon. Penyerangnya seorang anggota dewan kota, bernama Mr Lewis.
Menurut Mr Lewis, ia melakukan hal tersebut sebagai tanggapan keberatan atas artikel yang terbit di surat kabar Tjiremai yang terdapat sindiran tentang partai Indian. "Mr Lewis, anggota dewan kota menyerang jurnalis Heetjans pagi ini di sebuah toko, sebagai tanggapan atas sebuah catatan di bawah sebuah artikel di Tjerimai yang namanya bahkan tidak disebutkan. Tuan Lewis mengambil sebungkus bubuk pensil dari sakunya dan memukul lawannya dengan itu, untungnya tidak terlalu mencolok. Keributan kecil pun terjadi. Polisi membuat laporan," Tulis surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-IndieΜ edisi 17 Maret 1913.
Dalam surat kabar Nederlandsch-IndieΜ edisi 20 Maret 1913, dipaparkan mengenai kronologi penyerang tersebut. Mulanya, anggota dewan yang juga mantan komisaris Partai Indian Cirebon, Mr Lewis datang ke kantor surat kabar Tjiremai untuk menemui Mr Heetjans, lalu mengajaknya berbicara di sebuah toko. Mr Heetjans yang kala itu sedang bekerja, tidak menaruh curiga pada Mr Lewis yang datang ke kantornya.
Setelah berdebat dan memberikan klarifikasi, dan mengatakan bahwasanya hal tersebut adalah lelucon. Tapi, anggota Dewan Mr Lewis, secara tiba-tiba dari saku jaketnya mengeluarkan sejenis ampas, mirip rautan bubuk pensil dan langsung memukul dan melemparkannya kepada Mr Heejens. Untungnya, dengan sigap, oleh Mr Heejens, pukulan tersebut langsung ditepis, sehingga bubuk pensil tidak terlalu banyak mengenai wajahnya, hanya mengenai pipi kanan Mr Heejens, dan sedikit di bagian mata.
Dikatakan, menurut para ahli, bubuk yang dibawa oleh Mr Lewis sangat berbahaya, karena mengandung serpihan kaca, biasanya digunakan untuk membersihkan klep mobil. Oleh jaksa, bubuk pensil dengan kandungan kaca tersebut disimpan untuk dijadikan barang bukti. Keributan tersebut akhirnya bisa terhenti, setelah pemilik toko sebelah, melerai mereka berdua yang sedang berkelahi.
Beberapa bulan setelahnya, tepat pada 30 Juni 1913, seorang jurnalis di Cirebon juga didakwa atas artikel yang ia buat dalam surat kabar, tentang kondisi bea cukai di pelabuhan. Dakwaan tersebut diajukan oleh seorang inspektur bea cukai Cirebon, seperti yang ditulis dalam surat kabar Algemeen Handelsblad edisi 30 Juni 1913.
"Mengetahui dari Cirebon bahwa inspektur bea cukai, Stuur, dari Cirebon, telah mengajukan keluhan terhadap penulis artikel tentang kondisi pelabuhan, yang membahas tentang bea cukai sebuah mobil, di mana premi yang diberikan karena ditemukannya nilai yang di bawah perjanjian diduga jatuh ke tangan yang salah. Semua ini disajikan secara miring," Tulis Algemeen Handelsblad, edisi 30 Juni 1913.
Tidak hanya sekadar menulis dan mengabarkan berita, jurnalis di Cirebon juga melakukan aksi tindakan yang nyata, seperti yang dikabarkan dalam surat kabar Het Vaderland edisi 16 Juni 1937. Saat itu, koresponden Cirebon melaporkan, bahwa di Cirebon ada seorang jurnalis pribumi yang mengajukan permintaan kepada perusahaan gas untuk menurunkan tarif gas. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh perusahaan. Alasannya, penurunan sudah dilakukan beberapa tahun lalu.
Meski ditolak, jurnalis tersebut tidak menyerah, ia kemudian memulai aksi di perkampungan Tiongkok dan berhasil mengumpulkan tanda tangan petisi sebanyak 400 orang. Petisi tersebut digunakan sebagai ultimatum kepada perusahaan, bahwa, jika tarif gas tidak diturunkan, maka pihak yang menandatangani akan membatalkan langganan gasnya.
"Karena belum ada pengurangan yang dilakukan, 100 pelanggan kini telah membatalkan sambungannya, dan tampaknya jumlah ini akan bertambah dalam beberapa hari mendatang," Tulis surat kabar Het Vederland edisi 16 Juni 1937.
Dalam sebuah artikel di surat kabar Het Nieuws Van Den Dag, edisi 31 Januari 1913, disebutkan tentang keluhan masyarakat Cirebon terhadap para jurnalis yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Menurut artikel tersebut, ada beberapa orang yang mengaku sebagai jurnalis, yang menulis sesuai dengan pesanan mereka yang memiliki penghasilan yang lebih tinggi.
"Beberapa orang rendahan yang diharapkan dapat menulis sesuai keinginan mereka yang 'berpenghasilan tinggi'. Orang-orang ini kemudian menerima informasi yang diinginkan seseorang, atau dihilangkan. Sebaiknya dengan tulisan untuk menunjukkan bagaimana seseorang lebih suka jika hal itu dimuat di surat kabar. Namun jurnalisnya yang asli, sang pencari kebenaran, pergi. Begitu dia menyelidiki suatu masalah atas inisiatifnya sendiri, dia biasanya menghadapi wajah kaku," tulis surat kabar Het Nieuws Van Den Dag, edisi 31 Januari 1913.
Meski terdapat banyak keluhan, pemerintah Hindia Belanda tetap membutuhkan para jurnalis, karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang baik yang sedang menjalankan tugas. "Orang lain selalu bisa mengubah sikapnya. Tapi kita harus mulai dengan berasumsi bahwa jurnalis itu adalah orang yang baik. Karena kebanyakan dari mereka memang demikian," tulis bagian akhir surat kabar Het Nieuws Van Den Dag, edisi 31 Januari 1913.
(sud/sud)