Warga Tolak Pendirian Gereja di Pegambiran Kota Cirebon

Warga Tolak Pendirian Gereja di Pegambiran Kota Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Sabtu, 02 Nov 2024 19:02 WIB
Spanduk penolakan gereja yang sempat terpasang di sekitar kantor Kecamatan Lemahwungkuk
Spanduk penolakan gereja yang sempat terpasang di sekitar kantor Kecamatan Lemahwungkuk. (Foto: Istimewa)
Cirebon - Sejumlah warga di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, menolak pendirian gereja yang menggunakan bangunan gudang di wilayah tersebut. Minimnya sosialisasi menjadi salah satu alasan warga menolak pendirian tempat ibadah itu.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah seorang warga Kelurahan Pegambiran, Aris Munanto. Aris bersama dengan sejumlah warga lainnya menyatakan menolak penggunaan gudang untuk dijadikan sebagai tempat ibadah atau gereja.

"Masyarakat Kelurahan Pegambiran ini menolak dengan proses perizinan gereja. Jadi yang patut yang kita sampaikan adalah dalam hal menyosialisasikan kegiatan adanya pembangunan gereja ini penuh dengan intrik," kata dia, Sabtu (2/11/2024).

"Artinya ini tidak transparan. Kami sebagai warga Pegambiran Kota Cirebon barang tentu tidak menerima," kata dia menambahkan.

Senada disampaikan oleh warga Kelurahan Pegambiran lainnya, Irawan. Ia pun menyatakan menolak penggunaan sebuah gudang untuk dijadikan sebagai tempat ibadah atau gereja.

"Gudang itu kan bukan untuk tempat ibadah. Gudang ini kalau kita berbicara aturan adalah untuk barang. Tiba-tiba disewa gudang itu untuk tempat ibadah," kata Irawan.

Di sisi lain, Irawan pun merasa keberatan atas minimnya sosialisasi terkait pendirian tempat ibadah yang menggunakan bangunan gudang.

"Kita masyarakat ini tidak terima dengan cara dan aturan pertamanya. Aturannya tidak transparan. Jadi masyarakat Pegambiran menyatakan tidak setuju dengan dasar awal pelaksanaan sesuai administrasi tidak transparan kepada seluruh masyarakat," kata dia.

Aksi penolakan sejumlah warga terhadap penggunaan gudang sebagai tempat ibadah itu juga disampaikan melalui spanduk. Sejumlah spanduk yang berisi nada penolakan tersebut sempat terpasang di sekitar kantor Kecamatan Lemahwungkuk. Namun, untuk saat ini spanduk-spanduk itu telah dicopot atau diturunkan.

Sementara itu, Camat Lemahwungkuk, Adam Wallesa memberikan respons terkait hal tersebut. Adam mengatakan, pihaknya telah berusaha memfasilitasi pertemuan sejumlah pihak untuk mencari titik temu terkait dengan persoalan yang ada.

"Kita sudah melakukan fasilitasi sebenarnya untuk menjaga kerukunan antarumat beragama di Kecamatan Lemahwungkuk terkait dengan rencana penggunaan gedung untuk tempat ibadah sementara," kata Adam.

Hanya saja, kata dia, dari hasil pertemuan tersebut masih ada sejumlah warga yang menyatakan menolak penggunaan gudang sebagai tempat ibadah. "Sebagian warga, ada beberapa yang memang masih menolak," kata Adam.

Menurut Adam, pendirian rumah ibadah tersebut sebenarnya sudah mendapat rekomendasi dari lurah hingga Kementerian Agama. "Rekomendasi dari lurah sudah keluar, dari Kemenag juga sudah keluar. Yang belum keluar rekomendasi dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama)," kata dia.

Ketua FKUB Kota Cirebon, Abdul Hamid pun menyampaikan alasan mengapa pihaknya belum bisa mengeluarkan rekomendasi pendirian tempat ibadah tersebut. Menurutnya, hal ini karena pihaknya masih mempertimbangkan terkait konduktivitas di tengah masyarakat.

"Kami dari FKUB masih belum bisa mengeluarkan rekomendasi. Karena situasi di masyarakat masih belum kondusif," kata Abdul Hamid.

"Kami harus minta maaf kepada pihak gereja untuk sementara terpaksa harus tertunda dulu. Dan kepada masyarakat kami mohon maaf, barangkali sudah saatnya kita berpikir lebih luas untuk menerima perbedaan-perbedaan yang ada," kata dia.

Abdul Hamid sendiri masih mempertanyakan apa sebenarnya yang menjadi alasan utama masyarakat di wilayah tersebut menolak pendirian gereja. Sementara FKUB menyatakan tidak pernah mempermasalahkan pendirian rumah ibadah tersebut.

"Kita masih belum dapat permasalahan utama penolakannya itu apa. Jadi masih berkutat di prosedur musyawarahnya saja," kata Abdul Hamid.

"Kalau bagi kami tidak masalah. Mau ada tempat ibadah di mana pun tidak masalah, selama masyarakatnya bisa kondusif. Mereka (masyarakat) masih menyatakan keberatan. Ketika kita gali apa yang membuat keberatan, ternyata tidak berkaitan dengan gereja langsung. Hanya prosedur musyawarahnya saja," kata dia menambahkan. (iqk/iqk)



Hide Ads