Sudah dua puluh empat tahun Abdullah berjualan ayam goreng tepung krispi di Jalan Kanggraksan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Sambil mempersiapkan ayam tepung yang akan digoreng, Abdullah bercerita saat memulai bisnis jualan ayam goreng tepungnya pada 2000.
Pria berusia 53 tahun yang akrab disapa Abdul itu punya ide untuk membuka ayam goreng tepung. Saat itu, ayam goreng tepung hanya tersedia di mal-mal dan untuk kalangan kelas menengah atas. Kala itu, lanjut Abdul, untuk kalangan menengah ke bawah masih sedikit yang mengonsumsi ayam goreng tepung krispi. Disebabkan, harganya yang mahal, ditambah dengan penjual olahan ayam goreng tepung yang masih sedikit.
"Idenya muncul karena dulu melihat ayam chicken (ayam goreng tepung krispi) hanya dijual di mal-mal saja. Itupun dengan harga yang cukup mahal, yang makannya pun orang-orang dari kalangan menengah atas saja. Nah dari situ, saya dapat ide untuk merintis di kaki lima dengan harga yang lebih murah, biar kalangan menengah ke bawah juga bisa beli," tutur Abdul, Rabu (30/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul mengenang, di tahun-tahun pertama berjualan, ayam goreng tepung yang dijualnya langsung laris diserbu pembeli, bahkan sampai antre. Abdul mengaku meghabiskan puluhan kilo ayam saat memulai bisnisnya. Omzet per harinya mencapai jutaan rupiah.
"Dulu bisa menghabiskan sekitar tiga puluh kilo lebih daging ayam, jika dibuat mungkin sekitar tiga ratus potong (ayam goreng tepung), dengan omzet Rp 1.000.000 sampai Rp 3.000.000 per hari, padahal harganya masih sekitar Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per ayam. Saking ramainya itu pembel rela ngantre ditungguin, padahal lagi digoreng," tutur Abdul.
Berbeda dengan sekarang, di mana penjual ayam goreng tepung sangat mudah ditemukan. Hal ini, menurut Abdul, membuat penjualannya menurun drastis.
"Lumayan berdampak juga, karena otomatiskan pembeli ayam kebagi karena banyak yang jualan ayam. Beda dengan dahulu, cuman ada satu orang yang jualan, sekarang kan banyak," tutur Abdul.
Abdul memaparkan, sekarang, dalam sehari, Abdul hanya bisa menghabiskan delapan sampai sepuluh kilogram daging ayam, dengan omzet ratusan ribu rupiah, bahkan tak jarang, jika musim hujan, jualannya sepi pembeli.
"Sekarang mah paling habis delapan sampai sepuluh kilogram daging ayam, dengan omzet Rp 800.000, jadi tambah merosot. Apalagi kalau cuacanya hujan, kita kan bukanya nggak di kios," tutur Abdul.
Meski omzetnya sudah menurun drastis, Abdul tetap bersyukur atas berapapun penghasilan yang diperoleh dari jualannya. Ke depan, walaupun pedagang olahan ayam goreng tepung semakin banyak, Abdul masih akan tetap setia.
"Tapi alhamdulillah tinggal disyukuri saja, anak-anaknya juga sudah pada besar. Dari dahulu juga kan usahanya ini, jadi bakalan tetap jualan ini juga sambil disyukuri saja. Untuk bukanya dari jam 07:00 WIB sampai habis, menunya ada yang ori sampai chicken geprek," pungkas Abdul.
(sud/sud)