Pegiat budaya asal Cirebon, Raden Chaidir Susilaningrat angkat bicara menanggapi ritual sumpah pocong yang dijalani oleh mantan terpidana kasus pembunuhan Vina, Saka Tatal. Ia menyebut ritual sumpah pocong tersebut bukan tradisi dari masyarakat Cirebon.
Oleh karena itu, ia berharap agar prosesi sumpah pocong yang dijalani oleh Saka Tatal tidak membuat masyarakat beranggapan jika ritual tersebut merupakan tradisi dari masyarakat Cirebon.
"Yang ingin saya sampaikan adalah sumpah pocong itu bukan tradisi masyarakat Cirebon. Jangan sampai dengan viralnya kejadian sumpah pocong ini dianggap itu tradisi masyarakat Cirebon. Bukan," kata Chaidir di Cirebon, Sabtu (10/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Chaidir tidak menampik jika ritual sumpah pocong pernah juga dilakukan oleh masyarakat di salah satu wilayah yang ada di Kabupaten Cirebon bagian timur.
"Kejadian di wilayah bagian dari wilayah Cirebon, di masa lalu pernah terjadi sumpah pocong. Karena kejadiannya ada seseorang yang dituduh oleh masyarakat. Sehingga yang bersangkutan membela diri dan berani bersumpah dengan cara apapun. Akhirnya terjadilah peristiwa sumpah pocong," kata Chaidir.
"Sehingga dari kejadian itu kemudian diikuti oleh generasi-generasi berikutnya. Ketika menghadapi suatu permasalahan yang mandek, kurang bukti, kurang saksi, akhirnya yang bersangkutan disumpah pocong. Tapi masyarakat di wilayah tersebut juga tidak mau jika sumpah pocong disebut menjadi tradisi mereka. Mereka juga menyangkal. Karena kejadiannya beberapa kali seolah-olah itu tradisi, padahal bukan," sambung dia.
Chaidir mengatakan, ritual sumpah pocong di salah satu wilayah di Kabupaten Cirebon itu terakhir kali dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu. Bahkan, menurutnya, masyarakat di wilayah itu saat ini sudah tidak lagi menghendaki adanya ritual sumpah pocong.
"Kejadian (sumpah pocong) yang terakhir-terakhir itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Jadi sudah lama sekali. Saya kira, saya menduga untuk saat ini masyarakat di wilayah itu sudah tidak menghendaki cara-cara seperti itu," kata dia.
![]() |
Chaidir lalu memberikan pandangannya terkait ritual sumpah pocong yang dilakukan oleh mantan terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon, Saka Tatal. Chaidir menilai, langkah Saka Tatal yang melakukan ritual sumpah pocong demi membuktikan dirinya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan tersebut bukan langkah yang tepat.
"Di kasus Vina ini, ngga bisa kita memakai sumpah pocong, misalnya untuk menjadi dasar pertimbangan hukum. Itu sama sekali tidak relevan menurut saya," kata dia.
Sekadar diketahui, mantan terpidana kasus Vina, Saka Tatal menjalani ritual sumpah pocong. Ritual tersebut dilakukan Saka Tatal untuk membuktikan dirinya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky.
Adapun ritual sumpah pocong yang dilakukan oleh Saka Tatal itu berlangsung di Padepokan Agung Amparan Jati, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jumat (9/8/2024. Ritual tersebut dipimipin oleh pimpinan Padepokan Agung Amparan Jati, Raden Gilap Sugiono.
Dalam ritual tersebut, Saka Tatal pun mengucapkan sumpah. Pada intinya, melalui ritual sumpah pocong itu, Saka Tatal menyatakan tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap Vina dan Muhammad Rizky atau Eky.
Bukan Ajaran Islam
Merespons ritual sumpah pocong itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyebut agama Islam tidak mengenal adanya ritual sumpah pocong. Ritual itu menurut MUI hanya tradisi di masyarakat.
"Sumpah pocong merupakan tradisi masyarakat di Indonesia dan bukan merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Namun tradisi ini umumnya dilakukan oleh pemeluk agama Islam," kata Ketua MUI Jabar Bidang Hukum, Iman Setiawan Latief saat dikonfirmasi.
Iman menuturkan, para ulama telah bersepakat jika sumpah hanya bisa dilakukan atas nama Allah SWT. Selain itu, dia menyebut ada sumpah yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dua orang/kelompok yang dikenal dengan Mubahalah.
"Dan tidak semua permasalahan boleh diselesaikan dengan sumpah Mubahalah. Mubahalah hanya boleh dilakukan apabila masalah tersebut sangat urgen dan dapat membahayakan aqidah serta ukhuwwah," tegasnya.
Dia pun meminta agar penyelesaian kasus Vina Cirebon dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia.
(yum/yum)