Kura-kura yang ada di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon menjadi potensi wisata bagi desa setempat. Kura-kura jenis Amyda Artilaginea atau yang biasa disebut bulus itu bisa dijumpai di objek wisata Cikuya Desa Belawa.
Objek wisata Cikuya itu dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Belawa. Adapun jumlah kura-kura yang ada di objek wisata tersebut saat ini telah mencapai ratusan ekor. Jumlah tersebut belum termasuk anak kura-kura atau tukik.
Dalam mengelola objek wisata Cikuya, Pokdarwis Desa Belawa mengaku, memiliki beberapa tantangan. Khususnya dalam upaya merawat dan melestarikan kura-kura yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa tantangan yang dirasakan oleh pengelola yaitu mulai dari biaya pakan, luas atau jumlah kolam hingga tim kesehatan yang dibutuhkan ketika ada kura-kura yang sakit.
Ketua Pokdarwis Desa Belawa Eman mengatakan, upaya pelestarian kura-kura di Desa Belawa merupakan hal penting yang harus dilakukan. Sebab, kata dia, selain sebagai identitas bagi Desa Belawa, kura-kura tersebut juga bisa menjadi potensi wisata bagi Kabupaten Cirebon.
"(Kura-kura) ini bisa menjadi harapan. Dari harapan itu kami memimpikan wisata di Desa Belawa ini bisa berkembang pesat," kata Eman saat berbincang dengan detikJabar di objek wisata Cikuya, Desa Belawa, baru-baru ini.
Namun, Pokdarwis Desa Belawa yang mengelola objek wisata Cikuya mengaku kesulitan dalam berbagai hal. Salah satunya adalah terkait dengan pengadaan pakan.
"Kami punya beban berat di pakan. Untuk kura-kura dewasa yang jumlahnya sekitar 300an, kami membutuhkan daging ayam segar tujuh Kilogram per hari. Itu hanya untuk dewasa, belum untuk tukik," kata Eman.
Eman menyebut, penghasilan yang didapat oleh objek wisata Cikuya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan kura-kura maupun kebutuhan operasional lainnya.
Oleh karenanya, kata Eman, pihak berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui dinas terkait dapat memberikan support untuk memajukan objek wisata Cikuya serta melestarikan kura-kura yang ada.
"Jadi kami punya beban yang harus dipikirkan, dengan harapan ada satu bentuk kontribusi untuk pakan. Apakah mungkin nanti ada (bantuan) dari dinas untuk (memenuhi) pakan kura-kura," kata Eman.
"Kalau mengandalkan dari itu (pendapatan) tidak sampai (mencukupi). Itu baru untuk pakan. Jadi kalau dibilang pendapatan tidak menutup (kebutuhan) itu tidak menutup. Tapi kami Pokdarwis akan terus berusaha dan semangat. Kura-kura harus tetap terpenuhi pasokan pakannya," kata Eman.
Pernah Terjadi Kematian Massal
Eman lalu menceritakan peristiwa mengkhawatirkan yang pernah terjadi di objek wisata Cikuya. Di mana pada tahun 2010 pernah terjadi kematian massal kura-kura di objek wisata tersebut. Saat itu, ada ratusan kura-kura yang mati hingga menyisakan belasan ekor.
"Tahun 2010, dari sekian ratus kura-kura sempat mengalami kematian massal. Dari sekian ratus kura-kura, yang hidup atau tersisa tinggal 18 ekor," kata Eman.
Peristiwa itu pun mengundang perhatian dari warga setempat. Di tengah situasi tersebut, warga Desa Belawa lalu berusaha keras untuk mempertahankan kelangsungan hidup kura-kura yang tersisa.
"Kematian massal tersebut tidak bisa ditutupi. Semua masyarakat tahu. Situasi itu menjadi keprihatinan kita semua. Kami merasa bahwa kelangsungan hidup kura-kura di Desa Belawa harus tetap ada," terang Eman.
Dengan kura-kura yang saat itu hanya tersisa 18 ekor, warga desa setempat pun terus berusaha untuk mengembangbiakan hewan tersebut. Dalam perjalanannya, proses perkembangbiakan kura-kura pun berhasil hingga kini jumlahnya kembali mencapai ratusan ekor.
"Dari 18 ekor, masyarakat berupaya untuk mencoba kembali mempertahankan kelangsungan hidup kura-kura. Akhirnya dilakukan sistem penangkaran. Jadi telur kura-kura itu kami ambil, kami simpan dan kami tetaskan dengan metode penetasan. Dan akhirnya sekarang berhasil," ucap Eman.
Kolam Penampungan Kura-kura sudah Overload
Namun, di tengah meningkatnya jumlah kura-kura di objek wisata Cikuya, pengelola harus kembali memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hewan tersebut. Selain persoalan pakan, kolam yang jadi tempat penampungan pun dinilai sudah tidak memadai.
Anggota Pokdarwis Desa Belawa, Arif mengatakan kolam penampungan yang ada di objek wisata Cikuya sebenarnya sudah overload atau sudah tidak cukup untuk menampung kura-kura yang jumlah telah mencapai ratusan ekor.
Arif menuturkan, di objek wisata Cikuya saat ini ada sekitar 200 - 300 ekor kura-kura. Kura-kura yang usianya mulai dari satu tahun sampai usia 30 tahun ditempatkan di sebuah kolam yang ada di objek wisata tersebut.
Menurut Arif, dengan jumlah kura-kura yang saat ini telah mencapai ratusan ekor, sudah seharusnya dibuat kolam penampungan baru.
"Kolam untuk kura-kura dewasa itu sudah terlalu penuh. Idealnya satu kolam itu untuk 60 ekor," kata Arif.
Adapun untuk anak kura-kuranya atau yang biasa disebut tukik, pengelola objek wisata Cikuya menempatkannya di kolam terpisah. Arif mencatat, untuk jumlah tukik di objek wisata Cikuya saat ini ada sebanyak 2.242 ekor.
Selain soal tempat penampungan, proses pemeriksaan kesehatan kura-kura juga menjadi persoalan lain yang dirasakan oleh pengelola objek wisata Cikuya. Sejauh ini, ketikan ada kura-kura yang sakit, pengelola hanya bisa melakukan proses pengobatan secara sederhana.
"Kalau ada (kura-kura) yang sakit saya usahakan untuk diobati secara alami. Sebenarnya kita juga butuh dokter hewan. Harusnya sih ada kepedulian dari dinas terkait. Jangan sampai terjadi seperti di tahun 2010 (mati massal)," ucap Arif.
(mso/mso)