Di Kota Cirebon, hidup menjadi seorang disabilitas masih sulit untuk dijalani. Setidaknya, itulah yang diutarakan oleh Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Cirebon, Jojo Suparjo. Padahal, menurut Jojo, menjadi seorang disabilitas bukanlah sebuah pilihan.
"Kami disabilitas itu, bukanlah keinginan kami sendiri, jadi sudah seharusnya pemerintah memfasilitasi kami sebagai seorang disabilitas. Aturan juga sudah jelas, ada hak asasi manusianya yang harus dipenuhi," tutur Jojo.
Jojo yang juga seorang disabilitas menuturkan, di Kota Cirebon, pemerintah masih kurang responsif dalam memenuhi hak fasilitas untuk disabilitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kayak jalan trotoar untuk disabilitas, itu masih minim. Toilet di Kota Cirebon juga itu kebanyakan hanya menyediakan toilet dengan basis gender, laki-laki dan perempuan, padahal ada satu lagi, yaitu toilet khusus disabilitas ," tutur Jojo, Sabtu, (20/7/2024).
Jika pun ada, lanjut Jojo, fasilitas yang ada untuk disabilitas, masih sulit digunakan. Menurutnya, hal ini disebabkan karena pembangunannya tidak melibatkan disabilitas, sehingga fasilitas yang dihasilkan pun tidak sesuai standar.
"Misal, kemarin itu bersama NGO, saya mencoba aksesibilitas disabilitas di kantor. Fasilitas toiletnya ada, cuman setelah dicoba tidak memenuhi standar, pintu kecil, kursi roda tidak bisa masuk, nggak ada peganganya, westeflenya juga tinggi," tutur Jojo.
Padahal, menurut Jojo, standarisasi pembangunan ramah disabilitas itu sudah ada aturanya di dinas PUPR. "Kalau aksesibilitas disabilitas itu ada semua di dinas PUPR, cuman saya kurang tahu kenapa bisa jadinya tidak sesuai standar seperti ini," tutur Jojo.
Selain fasilitas untuk disabilitas yang masih minim. Menurut Jojo, kesulitan lain menjadi disabilitas di Kota Cirebon, adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak bagi penyandang disabilitas.
"Masih sulit kalau penyandang disabilitas dapat kerjaan di Kota Cirebon. Disnaker Kota Cirebon saja, untuk saat ini itu belum ada Unit Layanan Disabilitas (ULD). Malah seringnya saya dapat info pekerjaan itu dari luar," tutur Jojo.
Jojo mencontohkan, disabilitas bernama Wanipah yang memiliki keahlian dalam membuat kue. Namun, karena terbatasnya modal dan minimnya pelatihan, Wanipah lebih memilih untuk tetap menjadi ART.
"Tadinya dikasih modal berupa barang, cuman habis itu dilepas begitu saja, tidak ada pendampingan untuk pelatihan keuangan atau manajemen lah, akhirnya jadi ART lagi," tutur Jojo.
Perda Disabilitas
Menurut Jojo, salah satu kendala, kenapa disabilitas di Kota Cirebon, sulit mendapatkan haknya, adalah karena perda tentang disabilitas tak kunjung disahkan oleh DPRD Kota Cirebon.
"Wacana perda sudah dari 2023. Itu di tahun 2023 pas raperda itu kami diajak, terus 2024 karena terkendala pemilu jadi belum disahkan. Baru kemarin saya WA ke dewan, katanya ada kendala, perwali nya belum keluar, jadi belum bisa disahkan," tutur Jojo.
Menurut Jojo, bagi penyandang disabilitas, perda tersebut sangat penting sekali untuk segera disahkan, karena menyangkut tentang pemenuhan dan penghormatan hak disabilitas di Kota Cirebon.
"Padahal itu isi raperdanya penting semua, karena setiap kami beraudiensi dengan dinas, selalu menyampaikan tidak ada regulasi untuk dinas memasukan anggaran ke disabilitas, jadi harus ada kebijakan dari pemerintah, yah di perda itu," tutur Jojo.
Besar harapan Jojo, ke depan, agar Pemerintah Kota Cirebon lebih responsif dan bisa melibatkan disabilitas dalam setiap pembangunan di Kota Cirebon.
"Kami dari kelompok disabilitas harapannya pemerintah kota, bisa melibatkan kelompok disabilitas dalam pembangunan di Kota Cirebon. Misal kami dilibatkan dalam penentuan anggaran RPJMD nya, biar tahu seperti apa sih maunya disabilitas," pungkas Jojo.
(yum/yum)