Menyingkap Asal-usul Kesenian Sampyong di Indramayu

Menyingkap Asal-usul Kesenian Sampyong di Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Rabu, 12 Jun 2024 06:00 WIB
Kesenian Sampyong Indramayu.
Kesenian Sampyong Indramayu (Foto: Istimewa).
Indramayu -

Kabupaten Indramayu yang dijuluki kota mangga memiliki ragam kesenian tradisional. Termasuk seni adu ketangkasan bernama Sampyong.

Konon, kesenian tradisional yang kian jarang dijumpai itu kabarnya sudah ada sejak maraknya pendatang dari negeri tiongkok ke Indonesia. Dimungkinkan, sampyong yang semula berbentuk permainan rakyat itu dikenalkan oleh seorang muslim asal Cina, yaitu Ki Dampu Awang.

Dari banyak catatan, Ki Dampu Awang atau Syekh Dampu Awang adalah seorang muslim asal negeri tirai bambu Cina yang hijrah ke Jawa Barat. Ia selain dikenal sebagai panglima perang dan nahkoda kapal, ia juga lihai dalam berniaga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau nggak salah mah itu Ki Dampu Awang ya. Tapi kalau sejarah mah bisa dilihat ya," kata Pemerhati Kesenian Indramayu, Asep Ruhiyat ditemui detikJabar, Selasa (11/6/2024).

Asep menjelaskan, Sampyong itu merupakan singkatan dua suku kata yang juga dari bahasa Cina. Yaitu kata Sam yang berarti tiga dan kata Pyong dimaknai pukulan.

ADVERTISEMENT

"Dalam Sampyong itu kan hanya dibolehkan melakukan tiga pukulan. Pemain itu boleh memukul sebanyak tiga kali secara bergantian," ujarnya.

Sampyong merupakan permainan adu ketangkasan pukulan kayu rotan. Biasanya, pemain Sampyong dijuluki sebagai jawara.

Dalam permainannya, masing-masing jawara akan mendapatkan tongkat rotan berukuran panjang sekitar 60 sentimeter sampai 1 meter. Pelemparan dua tongkat rotan oleh wasit jadi tanda bagi kedua jawara untuk memulai adu ketangkasan memukul.

Permainan adu kesaktian itu sempat ramai dimainkan oleh para jawara di berbagai desa di Kabupaten Indramayu. Sekitar tahun 1970 sampai 1990an, kesenian tradisional itu masih sering terlihat di berbagai event seperti unjungan dan acara adat lainnya.

"Tahun 80 sampai 90an masih ramai terutama di Desa Tugu, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu," katanya.

Namun seiring waktu, Sampyong mulai jarang dijumpai, selain bertambahnya usia para jawara (pemain). Pertunjukan Sampyong pun sering memicu terjadinya keributan antar penonton.

"Itu kan dulu sering ribut. Yang nontonnya ribut karena melihat jawaranya kalah atau bagaimana. Sehingga Sampyong mulai jarang lagi digelar," ucap Asep.

Untuk mencegah kepunahan, Asep pernah mengajukan kesenian itu sebagai salah satu cabang olahraga atau permainan rakyat. Bahkan, agar menghilangkan kesan sadis, permainan Sampyong bisa dimodifikasi disesuaikan dengan kondisi pemain.

"Saya pernah tuh mengajukan ke KORMI ya, biar Sampyong ini bisa tetap dimainkan oleh masyarakat Indramayu," katanya.




(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads