Namun, anggapan itu sepertinya tidak berlaku saat detikJabar menemui Hasan Busro, petani di Desa Malangsari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu. Pria berusia 47 tahun itu bisa dikatakan sukses meraup cuan dari hasil pertanian modern.
Menjadi seorang petani memang sudah ditekuninya sejak muda. Pengalaman yang didapatkan menjadi satu modal untuk terus mengembangkan konsep pertanian. Terutama pertanian modern.
Berbekal pengalaman dan informasi dari kanal YouTube, Busro mulai mengembangkan banyak sistem budidaya buah, dari anggur hingga melon. Coba-coba membuat hidroponik buah melon menjadi modal Busro untuk memulai bisnisnya.
"Awalnya anggur. Kan lagi marak buah melon jadi nyoba satu paralon tuh di halaman rumah. Waktu itu varietas golden. Tapi sebelum nyoba itu belajar di kanal YouTube. Dan berhasil delapan lubang tanam itu berbuah semua. Yang kedua nyoba lagi pakai varietas Intanon. Total 2 paralon, Alhamdulillah hasilnya enak banget," kata Busro kepada detikJabar.
Dari hasil itu, tekad Busro berbisnis buah melon hidroponik rupanya semakin matang. Risiko kegagalan juga disiasati nya sebelum memulai bisnis itu, salah satunya menanyakan pemasaran produk atau buah kepada sejumlah kenalannya yang ada di luar daerah.
"Waktu mau nyoba bisnis. Awalnya tanya harga ke tengkulak di Bogor, Muara Angke, Depok dan Bekasi," ujarnya.
Proses menuju bisnis pertanian yang dialami Busro seolah berjalan mulus. Ia bertemu seorang petani dari Jogjakarta dan membangun kesepakatan bersama untuk bisnis melon hidroponik tersebut. Busro mendapat kesempatan untuk berlatih membudidayakan melon hingga proses penjualan.
Tak mau buang waktu, sekitar pertengahan tahun 2023 lalu, Busro langsung menggadaikan tanahnya untuk membangun greenhouse berukuran 42 x14 meter. Dengan jumlah media tanam pada pipa paralon hidroponik mencapai 1.900 lubang.
"Rp160 jutaan modal awal membudidayakan melon. Makanya tadi ditarget 3 ton lah setiap panen. Itu dari hasil gadai tanah," ungkapnya.
Busro sempat terkejut, sekitar 3 bulan mengelola budidayanya cukup berhasil. Dari total 1.900 lubang tanam, ia mampu memanen sekitar 2,2 ton melon Intanon.
Meski mendapat panduan dan bimbingan lengkap, namun membudidayakan buah melon sistem hidroponik diakui Busro tidak mudah. Kegagalan pun sempat dialaminya pada musim panen keduanya. Rupanya, serangan hama tikus dan busuk batang tanaman menjadi satu kendalanya.
Kegagalan itu akhirnya mampu diminimalisir oleh Busro. Kini, ia sudah dapat memanen keempat kalinya dan mencapai target batas bawah dengan mengganti varietas buah dari Intanon ke varietas sweet net yang konon banyak diminati di kalangan menengah atas.
"Awal panen itu 2,2 ton, terus 2 ton, terus 1,8 ton. Kendalanya paling serangan hama tikus dan busuk batang. Kalau pengiriman ke daerah itu terus Jabodetabek, Bantul, Bandung, Purwakarta," ungkapnya.
Untuk satu kilogram buah melon sweet net, Busro biasa menjual dengan harga Rp25 ribu. Artinya jika diasumsikan rata-rata 2 ton dalam satu kali panen, Busro bisa meraup omset mencapai sekitar Rp50 juta.
"Ya kira-kira dalam waktu tiga tahun bisa balik modal lah. Tapi sekarang mau memperluas lahan hidroponik, di sebelah ada lahan seluas 1.700 meter persegi juga mau dibangun lagi," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura pada DKPP Kabupaten Indramayu Ikhwan Farkhani mengungkapkan, jumlah pembudidaya buah melon kelas premium ini belum terlalu ramai dilakukan petani Indramayu. Apalagi memakai sistem hidroponik.
"Baru sekitar 10 pembudidaya lah di Indramayu mas. Yang paling banyak itu melon varietas alisa sama melinda dan itu rata-rata dilakukan secara konvensional," kata Ikhwan.
"Potensi pasar masih cukup besar, apalagi kalau ada kerjasama, hasil panen lebih mudah terjual," imbuhnya. (mso/mso)