Musim mudik menjadi ladang mencari rezeki bagi sebagian orang, seperti yang terjadi di rest area Palikanci, Kabupaten Cirebon. Selain banyak pedagang makanan dan minuman dadakan.
Di rest area Palikanci juga terdapat penyewaan tikar, untuk para pemudik yang ingin beristirahat tetapi tidak membawa alas tempat duduk. Terlihat ibu-ibu menggelar tikar, sedang menunggu pemudik yang ingin menyewa tikar.
DetikJabar berkesempatan berbincang dengan beberapa ibu yang menyewakan tikar, seperti Aminah (53) dan adiknya, Kunen (41) yang sudah 8 tahun membuka sewa tikar setiap musim mudik lebaran di rest area 208 B Palikanci, Setu Patok, Mundu, Kabupaten Cirebon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah lama, ada 8 tahunan mah, ketika rest area masih sedikit belum banyak bangunan, kaya sekarang. Liburnya kalau lagi punya bayi saja," kata Aminah, Senin (8/4/2024).
Sejak jam 6 pagi, Aminah sudah datang ke tempat rest area. Dengan membawa dua tikar, ia duduk di bawah pohon tempat biasa ia menunggu pelanggan. Dalam sekali sewa tikar, Aminah memberikan tarif 10.000 rupiah, dengan tanpa ada batas waktu penyewaan.
"Paling 10 ribu. Itu pakainya bebas, walaupun lama juga saya ditungguin sampai selesai, kalau sampai malam juga saya tungguin, paling kalau lama orangnya kadang ngasih tambahan jadi 15 ribu, " kata Aminah.
Biasanya Aminah pulang sekitar jam 8 malam. Di hari raya Idulfitri, Aminah masih sempat untuk datang ke rest area. Meski tidak sedari pagi seperti biasanya.
"Raya libur pagi, tapi siangnya habis duhur ke sini lagi," kata Aminah.
Dalam sehari, Aminah bisa mengumpulkan penghasilan sampai ratusan ribu. "Misal lagi ramai mah alhamdulillah 100 ribu tuh cepet pisan, cuma sekarang lagi sepi, paling sehari dapat 50 ribu, belum dipotong ongkos naik ojek bolak balik 20 ribu," kata Aminah.
Aminah sendiri memiliki 1 suami dan 6 orang anak, jika sedang tidak musim mudik, Aminah berprofesi sebagai pengupas bawang. "Di rumah mengupas bawah putih, satu karung dibayar 5000," kata Aminah.
Agar penghasilan bertambah, Aminah sendiri berkeinginan untuk membeli lagi tikar untuk disewakan. Namun, hal tersebut ia urungkan. "Beli tikar kan pakai uang, apalagi sekarang tikar malah tambah mahal, sedangkan sekali disewa paling 10-15 ribu," kata Aminah.
Menurut Aminah, untuk persaingan antar penyewa tiker sudah ada sejak dulu. Tapi tidak seramai sekarang. "Dulu paling 7-15 orang, sekarang mah lebih. Dulu mah orang yang bawa rongsok tidak bawa tiker, sekarang malah bawa," kata Aminah.
Sedangkan, adiknya Kunen, menuturkan dalam memilih tempat, terdapat aturan tidak tertulis, yakni setiap penyewa tikar tidak boleh berpindah-pindah ketika sedang menyewakan tikar.
"Tidak boleh, sudah ada tempat-tempatnya, kita ke sana yah tidak boleh. Karena biasanya tempatnya di sini, dapat duit tidak dapat duit yah di sini," kata Kunen.
Menurut Kunen, diberlakukannya aturan tidak tertulis tersebut, tujuannya untuk menghindari konflik antar sesama penyedia sewa tikar. "Mau sama saudara atau sama temen, kalau lagi sewa tikar, itu kadang ribut, soalnya hatinya panas, ingin punya duit. Tapi saya sih nggak gitu, lillahi ta'ala aja, yang maha kuasa sudah ada takarannya masing-masing," kata Kunen.
Kunen, menambahkan, bahkan jika tidak mau ada yang mengalah, bisa sampai terjadi perkelahian. "Sana-sana jangan di tempat sini, terus orangnya ngeyel, kekeh tidak mau pindah, ditarik-tarik sampai berkelahi," kata Kunen.
"Tapi saya sih kalau teman atau tadi keluarga mampir saya sih tidak pernah marah, tapi kalau saya numpang duduk ke sana kadang-kadang marah, jangan ke sini-sini katanya. Saya sih nggak gitu mas, takutnya nanti pas saya main ke desa orang lain malah diusir, " Kunen menambahkan.
Jika sedang ramai, Aminah bersama penyedia sewa tikar yang lain, bisa menginap semalaman di rest area. Bahkan, Kunen, menuturkan, dirinya pernah tidak pulang selama 5 hari kala banyak pemudik yang menyewa tikar miliknya.
"Kalau lagi ramai bisa lima hari, full. Cuma anak ngirimin baju ke sini, buat salat," kata Kunen.
Kunen, mengatakan, sebenarnya ia sendiri tidak mau untuk terus bekerja sebagai penyewa tikar di rest area. "Seriusan, jika di rumah ada pegangan uang 50 ribu aja. Saya tidak berangkat, cape tenaga, lagi puasa, laper juga. Mau pulang juga kadang tidak ada ongkos, jadi jalan kaki, " kata Kunen.
Selain, Aminah dan Kunen ada sekitar 30 orang, yang membuka jasa penyewaan tikar untuk istirahat di rest area Palikanci, Kabupaten Cirebon. Padahal menurut Aminah, dahulu hanya sedikit orang yang menjadi penyewa tikar.
"Waktu masih baru mas, yang jadi tukang sewa tikar tuh sedikit. Saya aja pas berangkat jam 5 pagi, pulang jam 7 isya dapat tuh 300-400, paling kecil 200, sekarang mah, mungkin karena dikira enak. Jadi tukang sewa tikar semua," tutur Aminah.
Aminah dan Kunen berharap, beberapa hari kedepan banyak pemudik yang datang ke rest area, lalu menyewa tikar milik mereka berdua. "Semoga saja nanti tambah ramai," pungkas Aminah dan Kunen.
(yum/yum)