Tradisi Anjangan dan Momen Lebaran Tahun 80an yang Dirindukan Susi

Kabupaten Majalengka

Tradisi Anjangan dan Momen Lebaran Tahun 80an yang Dirindukan Susi

Erick Disy Darmawan - detikJabar
Rabu, 10 Apr 2024 07:00 WIB
Ilustrasi silaturahmi saat Lebaran.
Ilustrasi lebaran (Foto: Shutterstock)
Majalengka -

Suasana lebaran tempo dulu tampak masih terkenang di dalam benak Neneng Susilawati (46). Menurutnya, lebaran pada tahun 80-an sangat berkesan.

Momen-momen yang dirindukan Susi sapaannya adalah tradisi menjelang lebaran maupun saat hari raya. 'Anjangan' merupakan salah satu tradisi yang dirindukan warga Kabupaten Majalengka itu. Sekedar informasi, anjangan dalam bahasa Indonesia artinya berkunjung atau bertamu.

"Lebaran zaman dulu ya. Saya masih ingat pada tahun 80-an, dulu mah ada tradisi silih anjangan sebelum lebaran tuh," kata Susi saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi anjangan sendiri untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga terdekat. Tradisi ini biasa dilakukan pada hari ke-25 puasa.

Sebelum hari raya, kata Susi, warga setempat berkunjung ke rumah keluarga terdekatnya. Dalam silaturahmi itu, mereka biasanya tidak membawa tangan kosong.

ADVERTISEMENT

"Anjangan itu biasanya 5 hari sebelum lebaran. Ya seperti antar-antar makan ke keluarga yang lebih tua dari kita. Kadang ngasih masakan pakai rantang. Kita doang yang ngasih ke yang lebih tua. Itu juga kalau yang udah mampu," ujar dia.

Tradisi ini, kata Susi, tampak mulai terkikis seiring berjalannya waktu. Pasalnya tradisi anjangan sudah jarang dijumpai di daerah tempat tinggalnya.

"Sampai tahun 90-an juga kayaknya masih ada tradisi itu, tapi sekarang mah udah jarang kayaknya. Tahun 2000an mulai nggak ada kayaknya," ucapnya.

"Ya ramai aja dulu mah di rumah keluarga masing-masing tuh. Jadi momennya tuh seru lah pokoknya dulu mah," sambungnya.

Tak hanya suasana tradisi anjangan yang dirindukan Susi. Namun malam takbir pada tahun 80-an juga terkenang di dalam benaknya. Pasalnya gema takbir dan obrolan hangat di ruang keluarga terasa lebih berkesan.

"Dulu mah nggak neko-neko cukup di musala aja malam takbiran tuh. Dulu mah belum ada listrik tahun 80-an. Tapi ramai musala tuh. Jadi dulu mah ramainya tuh di desa masing-masing. Nggak kayak sekarang ramainya di tempat umum," tuturnya saat bercerita.

"Keluarga-keluarga pada ngumpul. Wah pokoknya mah berkesan banget jaman dulu mah," ujar dia menambahkan.

Tak hanya Susi yang mempunyai kenangan manis di momen lebaran tahun 80-an. Eli (64) yang juga warga Majalengka, tampak mempunyai cerita yang sama dengan Susi.

Menurutnya lebaran zaman dulu lebih dirindukan dibanding saat ini. Selain kelakarnya masih dia gadis, lebaran tahun 80-an juga tampak lebih seru.

"Reuseup (bahagia) lebaran zaman dulu, karena masih gadis ha-ha-ha. Tapi memang seru dulu, hari lebarnya zaman dulu mah ramai. Soalnya rata-rata dulu mah jalan kaki mau yang kaya atau yang sederhana juga kalau mau maaf-maafan ke rumah saudara tuh," ujar Eli.

Hari raya tempo dulu, kata Eli, jalanan dipastikan tidak pernah sepi. Pasalnya semua umat muslim di daerahnya mayoritas berjalan kaki saat halal bihalal ke rumah keluarganya.

"Kalau halal bihalal, uhhh.. dulu mah kayak semut di jalan tuh, ramai. Dulu mah semua orang yang di jalan disalami, makanya padat banget dulu mah jalanan tuh. Sekarang mah pakai kendaraan terus cuek juha sama orang yang nggak kenal tuh," katanya.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads