Sumur minyak era Hindia Belanda di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat muntahkan lumpur yang disebut-sebut bercampur gas. Semburan sejak Selasa (19/3/2024) lalu itu mulai masuk ke persawahan warga.
Pantauan detikJabar, semburan sumur minyak eks Belanda di blok Pilang Moncol, Desa Pagedangan, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu itu masih terjadi. Dibandingkan pada saat awal kejadian, tinggi semburan relatif lebih rendah.
Terlihat, garis dilarang melintas pun sudah terpasang di lokasi sumur minyak eks Belanda. Namun, semburan cairan seperti lumpur mulai masuk ke sejumlah persawahan warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diceritakan salah seorang petani, Dana (66). Semburan itu terjadi pada Selasa (19/3/2024) lalu. Semburan setinggi sekitar dua meter terjadi bersamaan adanya fenomena kabut tebal yang sempat menyelimuti Desa Pagedangan dan Desa Sukaperna di Kecamatan Tukdana.
"Dari hari Selasa sekitar jam 05.00 WIB. Ya awalnya tuh langsung kabut keluar semburan. Sekitar dua meter lah tingginya. Bau, baunya tuh kayak gas. Warna agak hitam tapi ada merah-merah kayak minyak. Sampai sekarang masih bau," kata Dana ditemui detikJabar di sekitar lokasi kejadian, Kamis (21/3/2024).
Fenomena itu kata Dana, bisa merusak tanaman padi di sekitar sumur minyak eks Belanda tersebut. Bahkan, beberapa petak di antaranya padi sudah terlihat layu lantaran terendam lumpur yang bercampur minyak dan gas tersebut.
"Bisa (merusak). Dulunya juga waktu kapan rusak semua tanamannya. Pernah, sekarang tuh sudah pada alum (layu) tuh, pada mati yang disampingnya tuh," katanya.
Muntahan sumur minyak bekas pemerintahan Belanda itu konon sering terjadi. Sedikitnya, muntahan cairan warna abu-abu itu tercatat sebanyak 3 kali sejak tahun 2017, tahun 2021 dan di tahun 2024 ini.
"Waktu bupati baru dilantik tuh. Sekitar tiga kali, tapi kalau sudah ditangani mah, tidak ditangani tuh," ujarnya.
Dikatakan Dana, sumur minyak eks Belanda itu konon dibangun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, sekitar tahun 2000-an sumur itu tidak lagi digunakan atau nonaktif.
"Kata orang tua sih bukanya itu tahun 1923 ya belum merdeka," katanya.
Petani berharap, sejumlah pihak pemangku kebijakan segera mengatasi semburan lumpur tersebut. Hal itu agar tidak berdampak luas pada persawahan para petani.
(sud/sud)