Kisah Habib Syaekhoni, Ulama Cirebon Pendiri Ponpes Jagasatru

Kisah Habib Syaekhoni, Ulama Cirebon Pendiri Ponpes Jagasatru

Ony Syahroni - detikJabar
Jumat, 15 Mar 2024 11:30 WIB
Habib Syaekhoni bin Abu Bakar bin Yahya.
Habib Syaekhoni bin Abu Bakar bin Yahya. Foto: Istimewa
Cirebon -

Dikenal dengan julukan Kota Wali, Cirebon merupakan wilayah di Jawa Barat yang menjadi tempat berdirinya pondok-pondok pesantren. Salah satunya adalah Pondok Pesantren Jagasatru.

Pondok Pesantren Jagasatru beralamat di Jalan Jagasatru, Kelurahan Jagasatru, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon. Di antara pondok pesantren yang ada di Kota Cirebon, Pondok Pesantren Jagasatru merupakan lembaga pendidikan Islam cukup dikenal oleh masyarakat.

Sejak awal berdirinya, Pondok Pesantren Jagasatru telah menjadi pusat kegiatan belajar bagi santri maupun masyarakat yang ingin mendapat pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilihat dari sejarahnya, Pondok Pesantren Jagasatru telah bediri sebelum era kemerdekaan. Pondok pesantren ini mulai dibangun pada tahun 1925 oleh seorang ulama bernama Habib Syaekhoni.

detikJabar telah merangkum profil Habib Syaekhoni dengan mengutip sebuah buku yang didapat dari Pengurus Harian Pondok Pesantren Jagasatru, Habib Ali Muhajir. Dalam buku tersebut terdapat ulasan tentang sosok Habib Syaekhoni yang merupakan pendiri dari Pondok Pesantren Jagasatru.

ADVERTISEMENT

Habib Syaekhoni bin Abu Bakar bin Yahya merupakan seorang ulama yang lahir pada tahun 1890 di Palimanan. Ulama yang juga dikenal dengan nama Habib Syekh itu adalah putra dari Habib Abu Bakar.

Pada masa muda, Habib Syekh banyak menghabiskan waktunya untuk menimba ilmu dari pesantren satu ke pesantren lainnya. Ada beberapa pondok pesantren yang pernah menjadi tempat bagi Habib Syekh untuk menimba ilmu. Antara lain pondok pesantren di wilayah Kadipaten dan Karang Sembung.

Sewaktu Habib Syekh tengah menimba ilmu di pondok pesantren di Karang Sembung, dia diambil menantu oleh putra seorang patih sultan Kanoman Cirebon. Habib Syekh dinikahkan dengan seorang putri patih bernama Ruqoyyah.

Setelah menikah, Habib Syekh kemudian pergi ke pesantren Wanasaba dan Pesantren Plered. Sepulangnya dari Pesantren Plered dia selanjutnya menetap bersama istrinya.

Dalam perjalanannya, Habib Syekh beserta keluarganya menunaikan ibadah haji ke tanah suci hingga menetap di sana selama kurang lebih lima tahun. Yakni mulai dari tahun 1920 - 1925.

Sepulangnya dari tanah suci itu lah, Habib Syekh kemudian mulai merintis Pondok Pesantren Jagasatru. Di masa awal mendirikan pondok pesantren, Habib Syekh hanya membangun sebuah rumah sederhana dan surau sebagai tempat untuk mengaji.

Saat itu, Habib Syekh membuka pengajian untuk anak-anak dan masyarakat umum. Pengajian untuk anak-anak diadakan setiap malam. Sementara pengajian untuk masyarakat umum digelar setiap hari Jumat dan Minggu.

Pada tahun 1940, Habib Syekh mulai memperbesar surau yang digunakan sebagai tempatnya mengajar. Tiga tahun setelahnya, yakni pada tahun 1943, surau tersebut pun mulai menggunakan listrik.

Selanjutnya pada tahun 1948-1949, Habib Syekh kembali memperbesar surau sekaligus menyediakan 2 kamar untuk santri-santrinya. Seiring berjalannya waktu, kamar-kamar yang disediakan untuk santri pun terus bertambah.

Pada tahun 1956 dibangun enam kamar dan di tahun 1961 kembali dibangun 2 kamar dengan ukuran masing-masing 3x4 meter. Sehingga saat itu terdapat 10 kamar untuk santri putra. Sementara untuk santri putri terdapat satu kamar dengan ukuran 4x10 meter.

Sebagai ulama yang mumpuni dalam bidang keilmuan agama, Habib Syaekhoni atau Habib Syekh sendiri merupakan sosok yang sederhana. Selain memiliki kesibukan mengajar santri-santrinya tentang ilmu-ilmu agama, Habib Syekh juga memiliki kegiatan lain. Yaitu berdagang di pasar.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pengurus Harian Pondok Pesantren Jagasatru, Habib Ali Muhajir yang menceritakan tentang sosok dari Habib Syekh.

"Habis Syekh itu kebiasaannya, kalau malam beliau mengaji, tapi kalau pagi beliau ke pasar, berdagang dan sebagainya. Itu juga dijadikan oleh beliau sebagai kamuflase supaya tidak mencolok sebagai ulama. Jadi kalau pagi hari beliau berkamuflase seperti warga biasa," kata Habib Ali.

Pada masa penjajahan, kata dia, Habib Syekh sendiri merupakan salah satu ulama yang kerap dicari oleh pihak penjajah. Hal ini tidak terlepas dari ketokohan Habib Syekh sebagai seorang ulama.

"Habib Syekh itu memang termasuk orang yang selalu dicari oleh penjajah Belanda karena ketokohannya," ucap Habib Ali.

Tapi, karena kamuflase yang dilakukan oleh Habib Syekh dengan berpenampilan seperti masyarakat biasa, membuatnya selalu lolos dari incaran penjajah.

"Kita pernah dapat kisah, ketika mereka (penjajah) mencari Habib Syekh, sebenarnya mereka sudah bertemu dengan Habib Syekh. Tapi dalam kondisi seperti orang biasa. Seperti orang-orang yang berdagang di pasar," kata Habib Ali Muhajir.

Habib Syekh wafat pada tahun 1964. Kepengurusan pondok pesantren pun kemudian diteruskan oleh keturunannya, yakni Habib Muhammad beserta dengan saudara-saudaranya. Pada masa kepimpinan Habib Muhammad atau yang lebih dikenal dengan nama Kang Ayip Muh, Pondok Pesantren Jagasatru pun mengalami perkembangan sangat pesat.

Kini, Pondok Pesantren Jagasatru dipimpin atau diasuh oleh Habib Hasanain. Ia merupakan putra dari Habib Muhammad atau Kang Ayip Muh. Saat ini, setidaknya ada ratusan santri yang sedang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Jagasatru. Ratusan santri itu terdiri dari santri putra dan santri putri.

"Santri putra sekarang ada 80 orang. Kalau santri putrinya ada sekitar 130-140 orang," kata Habib Ali.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads