Tradisi ngarot yang rutin digelar warga Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu selalu meriah. Bahkan salah satu tradisi di Indramayu yang masuk dalam warisan budaya tak benda itu pun banyak dinantikan oleh warga dari berbagai daerah.
Terutama, ciri khas gadis ngarot dengan mahkota bunganya yang tak pernah gagal menarik perhatian pengunjung. Namun, di balik kecantikan bunga yang menghiasi para gadis ngarot itu, tersimpan mitos mitos yang sebagian masih dipercaya oleh masyarakat.
Disebutkan bahwa bunga kenanga yang menghiasi kepala pada peserta gadis ngarot itu bisa jadi penanda kesucian. Konon cerita itu pun pernah dialami oleh salah satu peserta ngarot saat diarak berkeliling desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tardi (75) salah satu warga Desa Lelea menyebut dulu ia mendengar ada satu gadis di mana bunga mahkota di kepalanya layu. Ketika itu pun timbul banyak perspektif warga bahwa gadis tersebut diduga tak lagi suci alias tidak perawan.
"Saya sih nggak lihat, cuma dulu katanya ada yang bunganya layu pas lagi jalan," kata Tardi kepada detikJabar, Rabu (13/12/2023).
"Ya layunya tuh nglentruk (kicep) tuh nggak segar seperti ini," imbuh Tardi sambil menunjukkan bunga kenanga yang segar.
Tardi menegaskan ketika ia masih muda, telah mendengar sedikitnya 3 kali fenomena bunga layu gadis ngarot tersebut. Namun, menurutnya di era saat ini kejadian itu pun tak pernah lagi terjadi.
"Ya dulu pernah mendengar ada tiga kali lah," ungkapnya.
Kepada detikJabar, Tardi menjelaskan bunga layu yang dialami peserta gadis ngarot benar adanya. Bahkan, setelah itu juga beredar bahwa gadis tersebut diketahui sudah tidak perawan.
"Itu benar katanya kalau yang layu mah ya itu udah nggak asli (tidak perawan) istilahnya mah," ucapnya.
Dikatakan Tardi, fenomena tersebut yang kini tidak pernah lagi terjadi lantaran mayoritas peserta gadis ngarot dipastikan masih suci. Karena rata-rata mereka yang ikut masih di usia belasan tahun.
"Kejadian itu mah dulu. Nah kalau sekarang kan masih pada asli ya kan mereka banyaknya masih SD SMP. Sedangkan waktu saya muda mah pesertanya besar-besar usianya 20 tahun kesana lah," katanya.
Walau demikian, ia berharap semua gadis di Desa Lelea bisa menjaga kesuciannya. Sehingga, dengan adanya mitos itu bisa menjadi pelajaran agar mereka bisa menjaga kehormatan diri.
"Walau kecil-kecil juga jangan sampai lah. Harus bisa jaga diri," ungkapnya.
Kepala Desa Lelea, Raidi menjelaskan fenomena bunga layu hanya mitos belaka. Artinya, kejadian tersebut bisa benar ataupun salah.
"Itu sebetulnya simbol, mitos bisa betul bisa salah. Kenapa anak saya umur 7 tahun memakai bunga yang lepas dari tangkainya layu kan," kata Raidi jelaskan fenomena bunga layu.
Di samping itu, Raidi menegaskan mitos tersebut tentu memiliki hikmah yang bisa diterapkan oleh para anak muda. Khususnya mereka yang belum berumahtangga.
"Artinya apa sih pesan yang dititipkan oleh leluhur. Artinya si anak harus bisa menjaga kehormatannya, jati dirinya, jadilah kamu seperti bunga yang harum yang wangi yang suci," jelasnya.
"Itu pesan moralnya sebetulnya. Sehingga anak tidak punya keberanian untuk berbuat macam-macam karena di sini larangan keras anak yang sudah tersentuh," imbuhnya.
(sud/sud)