Kompleks pemakaman Syekh Birawa berada di belakang Pasar Kalitanjung, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Suasananya sepi. Hanya ada suara air sungai yang mengalir, serta daun dan biji buah yang berjatuhan karena angin.
Terlihat di tengah kompleks makam ada sebuah bangunan berwarna merah pudar. Terdapat pintu kecil berwarna hijau tua dan lantai keramik putih. Namun bangunan tersebut bukan makam dari Syekh Birawa.
Menurut juru kunci Makam Syekh Birawa Ki Rebo mengatakan yang dimakamkan di cungkup atau bangunan berwarna merah pudar itu adalah Pangeran Martakusuma, yang merupakan menantu dari Syekh Birawa. Pangeran Martakusama menikahi anak Syekh Birawa bernama Nyi Mas Kemuning.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulunya Syekh Birawa punya anak perempuan dan anak tersebut dinikahkan dengan Pangeran Martakusuma yang dimakamkan di sini," tutur Ki Rebo saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Pangeran Martakusama dan Nyi Mas Kemuning kemudian memiliki anak bernama Nyi Mas Kalitanjung. Nama daerah Kalitanjung berasal dari cucu Syekh Birawa tersebut.
Lebih lanjut, Ki Rebo juga menuturkan makam Syekh Birawa sendiri ada di bagian atas, tepat di bawah sebuah pohon besar. Untuk mencapainya pengujung harus berjalan kaki terlebih dahulu dan di sana akan terlihat sebuah makam yang cukup besar. Makam besar ini di kelilingi makam-makam kecil di sekitarnya.
Berbeda dengan makam Pangeran Martakusuma. Makam Syekh Birawa terlihat cukup sederhana dan terbuka, hanya batu bata tanpa adanya hiasan atau bangunan yang berdiri di atasnya seperti makam-makam tua pada umumnya.
"Dulu pernah dibuatkan sebuah bangunan di atas makam, namun tidak lama kemudian bangunan itu roboh kembali," tutur Ki Rebo.
Konon katanya hal bisa terjadi karena wasiat dari Syekh Birawa sendiri yang menginginkan agar makamnya tidak perlu diperlakukan istimewa oleh masyarakat seperti diberi hiasan atau bangunan.
"Jadi sampai sekarang dibiarkan terbuka saja makamnya," kata Ki Rebo.
Di sekitar makam Syekh Birawa ada beberapa makam-makam kecil yang merupakan makam pengawal dari Syekh Birawa.
Diceritakan Syekh Birawa atau Raden Birawa merupakan Adipati sekaligus keponakan dari Prabu Siliwangi yang merupakan seorang raja dari Kerajaan Pajajaran. Sekitar abad ke 15 Raden Birawa pergi ke Cirebon untuk mencari saudaranya yang bernama Raden Walangsungsang atau Mbah Kuwu Cirebon.
![]() |
"Dalam pencarian mencari Raden Walangsungsang tersebut Raden Birawa berguru kepada Syekh Nurjati lalu mendirikan padepokan atau langgar di tepi Sungai Suba," kata Ki Rebo.
Bukti bahwa dulunya di daerah sekitar sungai ada sebuah padepokan atau langgar adalah banyaknya bongkahan batu-batu merah yang tersebar di sepanjang aliran Sungai.
Menurut Ki Rebo dalam catatan seorang penulis sejarah Masduki Sarpin mengatakan awalnya Raden Birawa sendiri secara tidak sengaja belajar agama Islam di pengguron yang ada di Gunung Jati.
Di Pengguron Gunung Jati inilah Raden Birawa bertemu dengan saudaranya Raden Walangsungsang. Beberapa tahun kemudian ketika Raden Walangsungsang berhasil mendirikan sebuah kerajaan. Oleh Raden Walangsungsang, Raden Birawa atau Syekh Birawa diangkat menjadi penasihat Kerajaan Cirebon.
Untuk lokasi lengkapnya Makam Syekh Birawa ada di RT 03 RW 04 Kalitanjung Timur, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon Jawa Barat.
(sud/sud)