Milangkala Gong Perdamaian, Jejak Warisan Damai dari Tanah Galuh Ciamis

Milangkala Gong Perdamaian, Jejak Warisan Damai dari Tanah Galuh Ciamis

Dadang Hermansyah - detikJabar
Selasa, 09 Sep 2025 16:30 WIB
Prosesi ditabungnya Gong Perdamaian setahun sekali saat Milangkala di Situs Bojong Galuh, Kabupaten Ciamis.
Prosesi ditabungnya Gong Perdamaian setahun sekali saat Milangkala di Situs Bojong Galuh, Kabupaten Ciamis. Foto: Dadang Hermansyah
Ciamis -

Suasana Situs Bojong Galuh di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, tampak berbeda pada Selasa (9/9/2025). Ratusan warga, budayawan, hingga tokoh masyarakat berkumpul untuk memperingati Milangkala Gong Perdamaian yang ke-16.

Perayaan ditandai dengan prosesi sakral, tabuhan Gong Perdamaian oleh Bupati Ciamis Herdiat Sunarya, bersama jajaran Forkopimda sebanyak sembilan orang. Gong raksasa dengan diameter 3,33 meter itu berdiri megah di situs bersejarah. Gong Perdamaian ini terbuat dari perunggu dan plat besi, dikerjakan di Yogyakarta, dan kini menjadi yang terbesar di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rangkaian Milangkala diawali dengan kirab budaya. Anak-anak pelajar berjalan berbaris, membawa bendera Merah Putih dan lambang Garuda, membawa semangat kebangsaan. Setelah sambutan dari pemerintah daerah, inti Milangkala pun dilaksanakan, gong ditabuh bergantian, kemudian dibasuh dengan percikan air dari daun hanjuang oleh tokoh masyarakat, agama, dan budayawan. Prosesi ditutup dengan kesenian tradisional lewat pergelaran seni.

Gong Perdamaian di Ciamis sendiri digagas oleh Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan, budayawan sekaligus mantan Kapolda Jawa Barat bersama Yoyo Tjuhaya. Sejak diresmikan pada 9 September 2009, gong ini menjadi simbol kuat tanah Galuh adalah tanah yang cinta damai.

ADVERTISEMENT

Anton menuturkan, jejak cinta damai di Tatar Sunda sudah tercatat sejak abad ke-8. Dalam naskah Wangsakerta, disebutkan adanya perjanjian damai di Kuta Galuh pada tahun 739 Masehi, ketika akan terjadinya perang saudara antara Prabu Ciung Wanara, Raden Sanjaya, dan Hariang Banga. Perang itu dapat mengancam memusnahkan keturunan Galuh. Seorang resi keturunan Galunggung, Raja Resi Demunawan, turun tangan menghentikan perang, lalu lahirlah sepuluh perjanjian perdamaian Galuh yang diwariskan hingga kini.

Anton menambahkan, budaya damai di Tatar Sunda sebenarnya sudah lebih dulu hadir. Bahkan jauh sebelum itu, Raja Sunda Prabu Tarusbawa pada abad ke-7 pernah menginisiasi kesepakatan damai.

"Sejak dulu, tanah Sunda adalah negeri yang menjunjung perdamaian," ungkapnya.

Dengan latar sejarah inilah Gong Perdamaian akhirnya didirikan dengan gong berdiameter 3,33 meter yang diresmikan tepat tanggal 9 September.

Sementara itu, Bupati Ciamis Herdiat Sunarya mengaku bahagia bisa bersilaturahmi dengan warga dalam momentum bersejarah tersebut. Ia menekankan makna gong bukan sekadar simbol, melainkan pengingat akan warisan luhur leluhur Galuh.

"Sekitar 1.600 tahun lalu, karuhun kita sudah mendeklarasikan sepuluh perjanjian damai. Itu warisan yang sangat luar biasa. Kita diajarkan untuk menjunjung welas asih, saling menghargai, dan mengedepankan musyawarah. Kekerasan bukan budaya Galuh," ucap Herdiat.

Ia menambahkan, ke depan Bupati berencana akan membuat prasasti sepuluh perjanjian damai Galuh agar generasi penerus tidak lupa.

"Tugas kita menjaga warisan ini. Kalau ada yang mengganggu Tatar Galuh, kita wajib menjaga dan lawan, tapi dengan tetap menunggu arahan adipati," ujarnya.

Di tengah situasi nasional yang disebutnya sedang kurang stabil, Herdiat mengajak masyarakat memulai dari Ciamis untuk menjaga perdamaian, saling menghormati, dan saling menghargai.

"Mudah-mudahan dengan semangat damai ini, negeri kita segera pulih, baik dalam hal keamanan, ketertiban, maupun ekonomi," pungkasnya.

Berikut Mapulung Rahi atau 10 Perjanjian Damai Galuh tahun 739 Masehi.

1. Mawasana Panyatrawanan

(Ngeureunan Mumusuhan)

(Menyudahi Permusuhan)

2. Atuntunan Tangan

(Sabilulungan)

(Bekerjasama)

3. Paras Paropakara

(Silih Tulungan)

(Saling Membantu)

4. Mitra Samaya

(Ngawangun Tali Duduluran / Patali Asih)

(Menjalin Persahabatan)

5. Paribhaksa

(Tong Silih Males Pati / Ulah Dendam)

(Tidak Boleh Balas Dendam)

6. Telasakeun Apa Kenak

(Silih Asih ku Rukun)

(Penyelesaian dengan Damai)

7. Mapulang Rahi

(Ngariung/ Sawala)

(Silaturahmi dan Musyawarah)

8. Kaharep Saduluran

(Patali Sumanget Duduluran)

(Semangat Persaudaraan)

9. Parapura

(Teu Meunang Silih Serang)

(Tidak Saling Menyerang)

10. Maryada Sakengsi Tutu

(Ngajen Kanu Boga Hak)

(Menghormati yang Berhak)

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads