Hikayat Gua Kolotok dan Jejak Gelap Dukun Santet

Kabupaten Sukabumi

Hikayat Gua Kolotok dan Jejak Gelap Dukun Santet

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 19 Mei 2025 14:00 WIB
Ilustrasi teluh.
Ilustrasi teluh. (Foto: Ilustrasi menggunakan Gemini AI)
Sukabumi -

Di Pajampangan, Kabupaten Sukabumi, sebuah cerita lama terus menghantui ingatan warga. Teluh atau santet, yang sering dikaitkan dengan ilmu hitam yang mampu merubah nasib dan mengakibatkan penderitaan, masih hidup dalam kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Salah satu saksi bisu dari cerita ini adalah Gua Kolotok, yang terletak di Kampung Bojongloa, Desa Jagamukti, Kecamatan Surade. Gua ini menyimpan banyak rahasia kelam yang berhubungan dengan tuduhan santet yang beredar di masyarakat.

Gua Kolotok telah lama menjadi lokasi yang menyimbolkan kekuatan gaib yang tidak dapat dijelaskan, dan sering dikaitkan dengan tempat pembuangan bagi mereka yang dituduh sebagai praktisi ilmu hitam yang dikenal dengan sebutan tukang teluh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan detikJabar menuju Gua Kolotok dimulai dari Kantor Desa Jagamukti, sekitar satu kilometer menuju kawasan perkebunan yang masih belum teraspal. Perjalanan melewati jalan setapak yang berliku sekitar 600 meter, memasuki kawasan hutan dan kebun warga.

Semakin mendekat ke lokasi, suasana mistis langsung terasa menyergap. Udara terasa lebih berat, seolah menyimpan kisah-kisah yang telah lama terlupakan.

ADVERTISEMENT

Ketika tiba di lokasi, penampakan gua yang terletak di kawasan hutan dan kebun warga membuat hati berdebar. Sayangnya, gua ini kini tak terawat, ditutupi semak belukar, dan pintu guanya sudah tertutup tanah.

"Jadi dahulu ramai soal perburuan gigi hiu Megalodon. Pintu masuk Gua Kolotok tertutup material tanah dan bebatuan sampai akhirnya hari ini hilang tertutup semak belukar dan tanaman liar," kata warga yang mengantar detikJabar.

Sebagian besar gua ini telah rusak akibat perburuan fosil gigi hiu Megalodon yang dilakukan warga. Lubang masuk gua yang dulunya bisa diakses, kini hanya meninggalkan bekas jejak yang hampir tidak terlihat.

Namun meskipun sudah 'hilang', kisah soal Gua Kolotok tetap menjadi warisan yang turun-temurun. Bahkan salah satu televisi swasta nasional pernah mengulas keberadaan gua tersebut.

"Betul, saya pernah diliput oleh salah satu stasiun televisi mengenai hal ini. Di wilayah Pajampangan, khususnya di desa kami, memang ada cerita tentang Gua Kolotok. Gua ini menjadi tempat pembuangan mayat bagi mereka yang dituduh memiliki ilmu santet, dan itu sudah menjadi cerita turun-temurun," ungkap Kepala Desa Jagamukti Apay Suyatman.

Suyatman menunjukkan foto-foto Gua Kolotok beberapa tahun silam, jauh sebelum menjadi korban perambahan fosil gigi hiu. Bentuk gua itu vertikal, mirip sumur. Suyatman mengenang kembali cerita-cerita yang beredar di kalangan masyarakat tentang Gua Kolotok. Pada tahun 1985 hingga 1987, lebih dari sepuluh orang yang dituduh sebagai dukun santet dibuang ke gua tersebut.

Gua Kolotok di Sukabumi.Gua Kolotok di Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)

Menurut Suyatman, Gua Kolotok memiliki mulut yang mirip kalung kerbau, dengan lebar pintu sekitar 1,5 meter dan panjang sekitar 4 meter. Namun, semakin dalam, gua ini semakin luas dan lebar. Kedalamannya mencapai sekitar 30 hingga 40 meter, menjadikannya tempat yang mematikan bagi siapa pun yang dibuang ke sana.

"Gua Kolotok itu bentuk mulutnya mirip kalung kerbau makanya disebut Gua Kolotok, lebar sekitar 1,5 meter, panjangnya sekitar 4 meter. Kedalamannya semakin dalam, semakin luas, sekitar 30 hingga 40 meter. Jadi, siapa pun yang dibuang ke sana, hampir dipastikan tidak bisa keluar bentuknya mirip sumur," lanjut Suyatman, menggambarkan betapa mematikannya gua tersebut.

Namun, sebelum kisah santet yang melibatkan Gua Kolotok, sekitar tahun 1979 hingga 1980, Suyatman juga mengenang peristiwa pembunuhan terhadap para 'jeger' atau preman, yang sering meresahkan warga desa. Orang-orang yang dianggap melewati batas ini juga dibunuh dan dibuang ke gua tersebut.

"Sebelum kasus santet, sekitar tahun 1979-1980, sudah ada pembunuhan terhadap para jeger sejenis preman yang perbuatannya sudah melewati batas. Mereka juga dibuang ke Gua Kolotok. Kejadian ini menjadi bagian dari sejarah kelam di wilayah ini," kenang Suyatman.

Walaupun banyak yang mulai meragukan kebenaran tentang santet, cerita dan kepercayaan terhadap ilmu hitam ini masih hidup di masyarakat Pajampangan. Meskipun tidak banyak orang yang secara terbuka mengaku menguasai ilmu tersebut, masih ada yang mencurigai orang-orang tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

"Memang, di sini masih ada cerita bahwa seseorang masih memiliki ilmu santet. Saya pun pernah tahu tentang seseorang yang mengaku tidak akan lagi mempraktikkan santet, setelah membuat perjanjian di depan aparat. Perjanjiannya diawasi langsung oleh aparat, dan saya tahu cerita itu karena terlibat dalam proses tersebut," tambah Suyatman.

Gua Kolotok tetap menjadi simbol dari masa lalu yang penuh misteri. Bagi banyak orang, kisah tentang santet bukanlah sekadar cerita, melainkan kenyataan yang pernah menghantui kehidupan mereka.

Gua Kolotok menyimpan banyak rahasia yang tak akan pernah terungkap sepenuhnya. Namun, bagi masyarakat setempat, gua ini tetap hidup dalam cerita-cerita yang diwariskan turun-temurun.

Bagi banyak tokoh dan warga Pajampangan, upaya untuk melawan stigma negatif tentang teluh dan santet menjadi perjuangan panjang yang penuh tantangan. Seiring dengan zaman yang terus berubah, kepercayaan terhadap ilmu hitam ini mulai dipertanyakan. Namun, stigma tersebut masih menghantui wilayah ini, menjadikan Pajampangan sering diidentikkan dengan santet.

Seperti yang dijelaskan oleh Kyai Asep Mustofa, Ketua MUI Kecamatan Surade kepada detikJabar, pandangan terhadap teluh dan santet seringkali berakar dari kesalahpahaman dan niat buruk antar individu.

"Teluh ini identik dengan sebutan santet. Secara umum, teluh itu dikenal dengan santet, tapi yang ramai dibicarakan di luar itu adalah teluh dan sebagainya. Ketika ditelusuri lebih dalam, siapa ahli teluh, siapa yang dianggap tukang teluh, itu sangat sulit untuk dibuktikan," katanya.

Kyai yang dikenal dengan sebutan Asmu Bentang ini menekankan bahwa, menurut ajaran Islam, praktik santet jelas haram, namun yang lebih penting adalah niat di baliknya.

"Ada praktik mencelakakan orang lain, menabur sesuatu dengan tujuan tidak baik itu ada. Tapi untuk kita mengidentifikasi siapa yang melakukannya, itu sangat berat. Kita harus hati-hati agar tidak terjebak fitnah," ujar Kyai Asep.

(sya/orb)


Hide Ads