Di satu desa Kabupaten Pangandaran sekelompok warga masih mempertahankan tradisi budaya Babarit. Sebuah hajat bumi menjelang panen.
Daerah yang saat ini masih mempertahankan tradisi itu berada di Dusun Citembong, Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran. Setiap menjelang bulan suci Ramadan kampung tersebut menggelar Tradisi Babarit.
Pagelaran Babarit ini dilakukan sekelompok orang yang duduk bersama tanpa ada sekat dengan menghadap tumpeng atau hasil panen dan makan bersama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini tradisi Babarit di gelar di rumah ketua adat Aki Karnaen. Momen ini dilakukan setiap pelak pare pase generatif aktif atau biasa disebut pare keur reuneuh (padi lagi matang) utamanya dina tahun gede (tahun besar) atau tahun utama," kata Ruspandi Tokoh Budaya di Pangandaran, Jumat (7/2/2025).
Menurutnya, tradisi ini sudah ada sejak peradaban di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran.
"Isi ceritanya ada dalam Wawacan Babad Sulanjana," ucapnya.
Ia mengatakan tradisi ini menjadi kegiatan rutin di sebut tasyakur kekeba pare atau rasa syukur terhadap pemberi rezeki. "Sekarang umumnya di sebut Babarit," katanya.
Sudah Ada Sejak Abad 15
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan, acara Babarit ini sudah ada sejak abad 15 seiring keberadaan Galuh Pangauban di wilayah Ciputrapinggan di Pangandaran.
"Prosesi tradisi Babarit ini memang bentuk rasa syukur atas kesejahteraan warga desa yang memiliki kecukupan dari makanan dan minuman hasil bumi," kata Erik.
![]() |
Selain permintaan itu, Babarit juga dikaitkan dengan permintaan keselamatan kepada Allah SWT agar terhindar dari segala macam marabahaya.
"Terbebas dan segala jenis bencana seperti gempa bumi, wabah penyakit, banjir, dan angin topan," katanya.
Menurut Erik tradisi Babarit berkembang di semua wilayah Galuh dan sudah jadi tradisi. Hingga saat ini warga Pangandaran yang masih melaksanakan mayoritas di Kecamatan Sidamulih khususnya Desa Cikalong dan Desa Sidamulih.
Secara literatur tradisi Babarit berawal dari sebuah kejadian di luar nalar. Ketika masyarakat sedang dilanda kekeringan dan wabah penyakit menular yang dipercaya disebabkan ruh jahat.
Ruh jahat dianggap sudah menempati sebuah daerah yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun wabah pada waktu itu. Sehingga masyarakat pada zaman itu melaksanakan sebuah selamatan atau syukuran meminta doa kepada Yang Mahakuasa.
Dengan tujuan mengusir pengaruh ruh jahat dan memohon untuk meminta hujan kepada Allah agar tanah tidak kekeringan lagi. Dalam perkembangannya tradisi Babarit diadakan untuk syukuran hasil bumi masyarakat dan selamatan memperingati tahun baru Islam.
Tradisi ini sarat akan makna yang terdapat pada berbagai macam makanan yang tersaji dalam ritual tersebut. Babarit juga mengandung tiga fungsi, yaitu fungsi agama, fungsi sosial dan fungsi budaya.
(dir/dir)