Ada di Jawa Barat, Kenapa Bahasa Sunda Tak Dominan di Indramayu?

Ada di Jawa Barat, Kenapa Bahasa Sunda Tak Dominan di Indramayu?

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Rabu, 04 Des 2024 08:00 WIB
Warga naik kapal saat mengikuti prosesi larung sesaji tradisi sedekah laut atau nadran nelayan di Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (3/5/2023). Sedekah laut tersebut merupakan tradisi yang digelar dua tahun sekali sebagai bentuk syukur nelayan atas melimpahnya hasil tangkapan ikan.
Warga Nelayan Indramayu Gelar Tradisi Sedekah Laut (Foto: Dedhez Anggara/Antara Foto)
Indramayu -

Meski secara administratif masuk wilayah Jawa Barat yang notabéne penduduknya berbahasa Sunda, masyarakat di Kabupaten Indramayu dominan bertutur bahasa Jawa dialek Indramayu.

Apa alasannya? Padahal sejak abad ke-9 M, Indramayu merupakan bagian dari Kerajaan Sumedang Larang.

Menurut budayawan sekaligus Ketua Lembaga Basa lan Sastra Dermayu (LBSD), Supali Kasim dalam Riksa Budaya Jawa Barat, yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar di Indramayu, Senin (2/12/2024), bahasa Jawa menjadi dominan karena dibawa oleh Mataram.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari akun YouTube Humas Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Supali menjelaskan bahwa Indramayu dahulu terkenal dengan Pelabuhan Cimanuk.

Data primer mengenai orang yang berutur Sunda-Jawa di sini dicatat oleh pengembara sekaligus apoteker asal Portugis, Tomé Pirés yang pernah singgah di Pelabuhan Cimanuk (dalam perjalanan tahun 1512-1515).

ADVERTISEMENT

Tomé Pirés menyebutnya Chemano (Cimanuk) dan menurut pembacaan Supali, Pirés menyebutkan di sebelah barat pelabuhan bermukim orang berbahasa Sunda sementara di timur pelabuhan orang berbahasa Jawa.

"Maka Indramayu mengalami fase bahasa Jawa Kuno," kata Supali di hadapan ratusan pelajar SMK/SMA di Indramayu, dalam dialog budaya dengan materi 'Penguatan Nilai Budaya Penggunaan Bahasa Daerah Dermayu' itu.

Mulai Berbahasa Jawa

Bahasa Jawa Kuno berkembang saat kerajaan Majapahit berdiri. Kemudian, bahasa itu menyebar pula ke daerah pesisir utara termasuk Indramayu.

Pengaruhnya menguat seiring dengan berdirinya Kerajaan Demak yang didirikan Raden Patah. Ketika itu, ke sekitar Pelabuhan Cimanuk datang Raden Husain, adiknya Raden Fatah.

Bahasa Jawa semakin mencengkeram kawasan Pelabuhan Cimanuk, menurut Supali ketika kerajaan Mataram berkuasa. Yaitu, pada sekitar tahun 1678 M, Amangkurat II memerintahkan Wiralodra untuk menjadi bupati di Indramayu.

"Pada masa ini juga ditetapkan adanya bahasa Jawa Ngoko-Kromo, yang diserap di Indramayu menjadi Bagongan-Bebasan," katanya.

Itu artinya Indramayu mengalami bahasa Jawa kuno, pertengahan, dan baru. Namun, ketika datang kebaruan, tidak semuanya bahasa Jawa dialek Indramayu menjadi baru. Ini dibuktikan dengan riset oleh LBSD.

"Misalnya kata Kuwu (kepala desa) yang sudah ada sejak zaman Singasari. (Di Indramayu ada 'kuwu') Tapi di Jawa Tengah (kini) tidak ada," katanya.

Di Indramayu juga ada kata 'Meureun' yang merupakan bahasa Sunda dan sering diucapkan 'murun'.

Raden Wiralodra

Dikisahkan dalam 'Babad Dermayu' (terjemahan dari aksara cacarakan oleh Perpusnas Press, 2020), Radén Wiralodra mendapatkan wangsit dari Hyang Sukma untuk pergi ke sebuah tempat di barat yang disebut hutan Cimanuk.

Titahnya: Bukalah hutan itu dan kelak akan menjadi sebuah negara. Wiralodra pun menuruti wangsit itu.

Dia kemudian berjalan ke barat bersama Ki Tinggil, namun bukanya sampai ke sekitar Cimanuk, dia keduanya bablas ke Citarum di Karawang.

Singkat cerita, ada yang memberi tahu bahwa tujuannya sudah terlewati, maka keduanya kembali ke timur. Sampai di Pamanukan, disangkanya itu Cimanuk, padahal Pamanukan bersungai Cipunegara.

Jauh dan berat perjalanan ke hutan Cimanuk, namun akhirnya sampai juga, dan berdirilah Indramayu. Arya Wiralodra sebagai tokoh penting berdirinya Indramayu.

Uji Banding 200 Kata

Supali Kasim, M.Pd bersama LBSD yang dikelolanya mengadakan riset. Yakni, untuk membuktikan sebenarnya bahasa yang dituturkan orang Indramayu itu bahasa Jawa atau bukan.

Riset dilakukan dengan metode Morris Swadesh (ahli linguistik dari Amerika) yang memperbandingkan 200 kata baku di Indramayu dan di Yogyakarta.

Hasilnya, hanya 28,5 persen perbedaan. Dengan ini, dinyatakan bahwa masayarakat Indramayu bertutur bahasa Jawa dengan dialek Indramayu. Kecuali jika perbedaannya mencapai 80 persen, maka itu sudah berlainan bahasa.

"Tetapi kemudian sebagai rasa kebanggaan, lama kelamaan disebutlah itu bahasa Indramayu," kata Supali.

Bagongan-Bebasan

Undak-usuk 'Bagongan' (bahasa pergaulan/kasar) dan 'Bebasan' (bahasa halus) adalah ciri bahasa modern. Seperti air, kata Supali, Indramayu kebagian riak terjauh dari aturan berbahasa di kalangan Kerajaan Mataram itu.

Namun demikian, bahasa Bagongan-Bebasan masih dipakai hingga kini di Indramayu.

Dalam acara itu Riksa Budaya Jawa Barat itu, Supali yang didampingi budayawan Sunda, Aat Soeratin mengetes kemampuan berbahasa Dermayu para pelajar. Supali meminta pelajar untuk mengalihkan kalimat dalam Bagongan ke dalam Bebasan, atau sebaliknya.

"Kita wis mangan," kata Supali.

"Kula sampun dahar," jawab pelajar SMK.

"Bapa turu kita adus," kata Supali.

"Bapak tilem kula siram," jawab pelajar.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads