Mengenal Sosok 'Jurig' dan Tafsirnya untuk Kesetimbangan Lingkungan

Mengenal Sosok 'Jurig' dan Tafsirnya untuk Kesetimbangan Lingkungan

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Senin, 25 Nov 2024 18:30 WIB
Ilustrasi tulisan novel dan film horor.
Ilustrasi makhluk gaib (Ilustrasi: Edi Wahyono)
Bandung -

Secepat apapun teknologi berkembang di bumi ini, selalu saja tersisa ruang untuk misteri. Di antaranya, sosok hitam tinggi besar berwajah seram yang terpotret kamera ponsel pintar petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) di Kuningan, Jawa Barat.

Wajah seram itu dibumbui dengan sorot mata dan seringai gigi-gigi tajam. Sosok itu berada di antara rimbun pohonan dan terpotret ketika Petugas Damkar di Kuningan sedang mengevakuasi sebuah sarang tawon, Sabtu (23/11/2024).

Apakah sosok misterius itu yang disebut 'Jurig'? Sebuah penelitian di daerah tetangga Kuningan, yakni Majalengka, mengungkap bagaimana sosok-sosok misterius dengan spesifikasi hantu dinamai dalam bahasa Sunda dengan mempertimbangkan kearifan lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian oleh Rawinda Fitrotul Mualafina, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang itu berjudul 'Penafsiran di Balik Penamaan Hantu di Majalengka Jawa Barat'.

Bagaimana penelitian itu memandang sosok seram yang terpotret damkar? Simak sampai tuntas yuk!

ADVERTISEMENT

Klasifikasi Hantu di Sunda

Apa yang disebut hantu di dalam bahasa Indonesia, secara umum disebut 'Jurig' di dalam bahasa Sunda. Namun, peneliti membuat klasifikasi hantu di Sunda, terutama yang mengemuka di Majalengka.

Rawinda menjelaskan, ada tiga kategori utama hantu, yaitu Jajaden (jelmaan, jejaden, atau jejadian); Jurig; dan Setan.

Jajaden

Jajaden lebih ke arah klenik, yaitu bukan murni hantu melainkan orang yang punya maksud tertentu merubah bentuk dirinya menjadi sesuatu yang lain dengan cara mengabdi kepada jin, misalnya menjadi bentuk binatang. Di antaranya binatang monyet, babi, dan ular.

Termasuk ke dalam klasifikasi Jajaden, yaitu Iprit dan Peri. Iprit maupun Peri adalah lelaki atau wanita yang mengabdi kepada jin demi kekayaan, pamor, bagus suara ketika nyinden, dan lain sebagainya. Mereka merubah diri menjadi ular. Jika iprit khusus jelmaan wanita, maka peri boleh laki-laki ataupun wanita.

Hantu lain yang masuk ke dalam 'jajaden' adalah Setan Maung dan Kunti. Setan Maung adalah jelmaan manusia yang ingin mempertahankan ilmu sihir. Setan Maung biasanya beroperasi dengan cara menyisir kuburan baru untuk merampas tali pocong.

Sementara kunti, memang tidak berubah menjadi binatang, namun dia tetap jelmaan seorang manusia perempuan dan merupakan sosok yang suka meminum darah.

Jurig

Nama ini tampaknya lebih cocok untuk disematkan kepada sosok tinggi besar menyeramkan yang terpotret petugas damkar di Kuningan.

Menurut Rawinda, Jurig adalah sosok yang tinggi besar dan penampakannya tidak terikat waktu. Manusia bisa merasakan kehadirannya, terutama manusia yang peka terhadap hal-hal gaib.

"Jurig berbeda dengan jelmaan jajaden. Jenis ini dipercaya berwujud hantu yang sangat menyeramkan dan kemunculannya tidak terbatas pada waktu tertentu. Hanya orang-orang yang dapat merasakan hal-hal magis atau ghaib, yang dapat melihatnya,"

"Salah satu penampakan dari jenis jurig ini adalah sekelebat bayangan hitam dan tinggi besar," tulisnya.

Setan

Di Sunda, khususnya Majalengka, setan adalah jenis hantu yang muncul dengan tujuan yang jelas dan di antaranya terikat pada waktu tertentu.

Setan biasanya mencari mangsa berupa perawan, perjaka, atau anak-anak di bawah umur 10 tahun. Tujuannya untuk dijadikan gundik, tumbal, atau sekedar mainan.

Termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah setan varietas Sandekala, Kalong, Sigururung, Genderuwo, Gerandong, dan Aden-aden.

Misalnya Sandekala, setan ini muncul pada waktu 'sareupna' atau pada waktu menjelang magrib hingga menjelang waktu isya. Sandekala biasanya membuat anak-anak kerasukan hingga linglung. Sukma anak-anak dibawa main oleh Sandekala.

Tafsir Hantu untuk Kesetimbangan Lingkungan

Setelah menyelaraskan potret sosok yang tertangkap kamera petugas damkar di Kuningan dengan kriteria hantu yang dijelaskan Rawinda dalam studi di atas, bahwa sosok di antara pepohonan itu boleh jadi adalah yang selama ini dinamakan 'Jurig', selanjutnya fenomena itu harus ditafsirkan.

Studi di atas memberikan alternatif penafsiran fenomena munculnya sosok misterius sebagai 'peringatan dari alam hantu' untuk kesetimbangan lingkungan.

Lingkungan yang lestari, atau paling tidak setimbang antara pembangunan pemukiman dan konservasi hutan yang berfungsi sebagai penghasil oksigen dan serapan air, harus tetap diperhatikan.

Penamaan hantu di daerah Majalengka, menurut Rawinda memang mengandung sebuah kearifan lokal berupa sejumlah nasihat dan peringatan bagi masyarakatnya.

"Peringatan ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Majalengka terhadap sosok hantu yang selalu muncul di pohon pohon besar, seperti pohon beringin dan pohon kiara. Dari pengamatan yang dilakukan, ternyata pemilihan tempat kemunculan hantu ini tidak diberikan secara manasuka. Di dalamnya ditemukan maksud tertentu berkaitan dengan kelestarian alam,"

"Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa pemikiran masyarakat yang tradisional membuat mereka lebih menyerap peringatan itu dalam bentuk yang tradisional pula. Demikian juga pada pemberian peringatan ini. Disebutkan bahwa pengetahuan mereka mengenai alam semesta didasarkan pada kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat magis," tulisnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads