Di Jawa Barat, banyak cerita rakyat berkembang dan dituturkan dari zaman ke zaman. Di antaranya cerita rakyat tentang Nyi Rengganis. Nyi Rengganis muncul dalam bentuk wawacan, kemudian direproduksi dalam bentuk-bentuk lainnya yang lebih modern. Namun, isinya tetap sama, menceritakan seorang putri yang dibesarkan oleh ayahnya karena ibunya meninggal dunia saat melahirkannya.
Ayah putri itu adalah raja Kerajaan Djamin, sebuah kerajaan di Parahiyangan. Namun, karena istrinya meninggal dunia, sang raja ingin melepaskan takhtanya dan berniat hidup sebagai petapa, sekaligus ingin membesarkan anaknya sendirian.
Cerita Nyi Rengganis kemudian berfokus pada perlawanan anak perempuan petapa itu melawan egoisme Iman Suwangsa. Iman Suwangsa adalah anak pembesar yang punya kesayangan sebuah taman penuh bunga, namanya Taman Banjaransari. Taman ini milik Iman Suwangsa, anak lelaki raja yang manja, egois, dan berwatak keras kepala. Tidak ada yang boleh memiliki bahkan menikmati bunga-bunga indah selain dirinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah yang diceritakan dalam artikel ini didasarkan pada buku berjudul Nyi Rengganis dan Taman Banjarsari tulisan Resti Nurfaidah, terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Dalam judulnya tertulis Taman Banjarsari, namun di dalam naskahnya tertulis pula Banjaransari dengan ujungan -an pada Banjar. Di dalam kamus bahasa Sunda, Banjaran punya arti 'jalan yang penuh dengan bunga menuju taman'.
Cerita Nyi Rengganis, Gugatan kepada Keindahan yang Egois
Kocap tercerita, di Kerajaan Djamin lahir seorang bayi perempuan nan cantik. Bayi itu diberi nama Nyi Retna Dewi Rengganis. Rengganis merupakan putri dari ratu dan raja Kerajaan Djamin.
Namun, ibunda Rengganis meninggal ketika melahirkan. Maka, kesedihan yang amat berat menghinggapi sang raja. Setiap seluk beluk kerajaan yang dilihatnya, hanya menampilkan kenangan indah bersama istrinya yang kini tiada.
Kondisi itu disadari raja akan membuatnya semakin sakit. Memang, dia telah punya pengganti istrinya yang meninggal berupa seorang anak perempuan. Namun, Rengganis adalah anaknya, bukan istrinya.
Maka, raja memutuskan untuk hengkang dari kerajaan yang membuatnya 'seseblakan' (terus teringat akan kekasihnya). Dia mengumumkan kepergiannya dan mewariskan tahta kerajaan kepada orang yang dipercayainya yang masih satu keluarga.
Rakyat bersedih atas kepergian raja yang bijaksana dan membawa kerajaan selalu dalam keadaan sejahtera itu. Namun, keputusan raja tak ada yang bisa menghalangi. Raja pun berpesan kepada penggantinya agar selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Tak ada rakyat boleh kesusahan.
Berbekal baju, perbekalan makanan, dan seekor kuda, raja pergi membawa serta bayi perempuannya, Rengganis. Keduanya membelah hutan belantara untuk menuju entah ke mana.
Menjadi Raja Pandita
Meski melewati hutan ganggong simagonggong, hutan belantara yang penuh dengan binatang buas dan medan tempuh yang sulit, perjalanan raja dilindungi dewata.
Kuda yang ditungganginya senantiasa diliputi ratusan kupu-kupu. Jika ada binatang buas, kupu-kupu itu mengelilingi tubuh raja yang duduk di atas kuda, seolah menjadi tameng.
Jika kebetulan mendapati panas saat melintas hutan, kupu-kupu itu bergulung di atas kepala raja seolah-olah memayungi. Demikianlah lindungan dewata menemani perjalanan raja itu menuju tempatnya bertapa.
Setelah perjalanan panjang dan berhari-hari, sampailah raja dan Rengganis bayinya ke kaki Gunung Argopura. Argo berarti gunung, puro berarti pura tempat bertapa atau beribadah orang Hindu. Raja kemudian kini terkenal sebagai Raja Pandita.
Membesarkan Rengganis dan Mewariskan Ilmu Meringankan Tubuh
Singkat cerita, Rengganis beranjak remaja, dia kini telah telaten menyiapkan makanan dan air hangat untuk mandi ayahnya di petapaan.
Ayahnya begitu menyayangi Rengganis, dan untuk melindunginya dari binatang buas jika harus ke hutan di sekitar pertapaan, maka Rengganis dibekali ilmu meringankan tubuh.
Dengan ilmu itu, Rengganis malah bisa terbang. Dia berteman dengan seekor lebah tambun banyak makan. Bersama lebah itu, Rengganis menjelajah ke tempat yang lebih jauh, hingga dia menemukan sebuah taman bunga yang indah.
Bunga-bunga berjalinan rupa-rupa, warnanya beragam, wanginya semerbak memenuhi udara di sekitar taman itu. Taman yang indah dengan bunga-bunga yang langka. Ada jenis bunga sumarsana, ergulo, naga-puspita, dan tunjung-tutur.
Rengganis yang terpikat mendatanginya, kemudian memetik bunga-bunga itu dan membawanya pulang untuk dijadikan hiasan dalam jambangan di petapaan. Wangi bunga memenuhi ruangan petapaan.
Ayahnya, raja pandita itu mengenal betul bunga-bunga apa itu dan bunga-bunga itu tidak tumbuh sembarangan, melainkan bunga peliharaan orang-orang bangsawan. Ketika ditanya dari mana Rengganis mendapatkannya, dijawab bahwa bunga itu dari sebuah taman di tepi hutan.
Raja pandita segera tahu itu adalah Taman Banjarsari miliknya Iman Suwangsa, anak raja yang terkenal berwatak keras dan ingin selalu keinginannya terkabul. Raja pandita mengingatkan agar Rengganis menjauhi taman itu, sebab bahaya jika sampai ketahuan pemilikna.
Ingin Berbagi Kebahagiaan
Bunga-bunga yang indah, tidak bisakan tanamannya dipindahkan ke gunung ahar semakin banyak orang dapat menikmatinya, dapat berbahagia karena merasakan wanginya dan melihat indah warnanya?
Demikianlah pikiran Rengganis, maka meski dilarang untuk datang lagi ke Taman Banjarsari, dia akhirnya pergi juga untuk mencabut sejumlah tanaman bunga agar bisa ditanam di gunung untuk dinikmati umum.
Baginya, bunga yang merupakan bagian dari keindahan alam bukan merupakan komoditas privat, melainkan harus bisa dinikmati manusia pada umumnya. Taman Banjarsari adalah keindahan yang egois karena hanya dinikmati oleh bangsawan dengan penjagaan yang ketat.
Namun, nahas. Ketika dia sampai di Taman Banjarsari, Iman Suwangsa dan para prajuritnya telah menanti untuk memergoki dan menangkapnya, sebab sejauh ini, dia telah beberapa kali mencuri bunga di taman itu.
Tertangkaplah Rengganis oleh Iman Suwangsa dan dipaksa mengaku apa tujuannya datang ke taman itu. Rengganis yang tak bisa bergerak karena terkena jaring perangkap mengatakan bahwa dia hanya memetik barang satu dua tangkai untuk menghias rambutnya.
Dia juga ingin mencabut tanaman bunga itu untuk ditanam di sekitar Argopura agar bisa dinikmati banyak orang. Rengganis meminta maaf dan meminta diepaskan.
Namun, Iman Suwangsa yang bengis terus memojokkannya. Dia bahkan meminta prajuritnya menyeret Rengganis ke kerajaan. Ajaib, ketika diseret, Rengganis yang sejak tadi menangis, mengeluarkan air mata yang sangat banyak dan deras. Air matanya menjadi bankjir yang lambat laut menggenangi sekitar Taman Banjarari, kemudian menjadi banjir yang menenggelamkan taman itu.
Tanaman bunga tadi terangkat air dan terbawa arus sehingga menyebar ke berbagai tempat dan tumbuh di situ. Rengganis sendiri akhirnya bisa lepas dari jaring yang membelenggunya karena Iman Suwangsa panik dan kabur ke atas atap gubuk di taman.
Rengganis terbang kembali dengan ilmu meringankan tubuhnya. Dia pun selamat dari Iman Suwangsa dan tanaman bunga-bunga indah kini telah menjadi milik semua orang untuk dinikmati.
(iqk/iqk)