Keunikan Wayang Golek, Seni Tiga Dimensi yang Mendekatkan Masyarakat

Keunikan Wayang Golek, Seni Tiga Dimensi yang Mendekatkan Masyarakat

Muhammad Jadid Alfadlin - detikJabar
Kamis, 07 Nov 2024 05:30 WIB
Deretan wayang golek yang diperjualbelikan di acara pagelaran wayang golek Dadan Sunandar Sunarya, Universitas Pendidikan Indonesia. Jumat (25/10/2024).
Wayang Golek (Foto: Jadid/detikJabar)
Bandung -

Wayang golek, menurut Lili Suparli, Dosen Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Budaya Indonesia, telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat sejak abad ke-20. Seni pertunjukan ini dikenal luas, baik di perkampungan hingga perkotaan berkat perannya dalam berbagai perayaan masyarakat. Kedekatan filosofis antara cerita yang dibawakan dengan realitas kehidupan menjadi salah satu daya tarik utama wayang golek.

Setiap lakon dalam wayang golek merupakan refleksi teatrikal dari kehidupan sehari-hari. Tokoh-tokoh pewayangan, dengan karakter unik yang mencerminkan sifat baik dan jahat manusia, menjadikan kesenian ini terasa akrab dan mewakili kehidupan masyarakat.

Wayang golek pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kudus pada tahun 1583 sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Kudus membawakan cerita kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai Islam, diselingi dengan humor untuk memikat perhatian para penonton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awalnya, wayang golek hanya digunakan oleh santri dan ulama. Namun, ketika cicit Sunan Kudus, Panembahan Ratu (1640-1650), memimpin Kesultanan Cirebon, pertunjukan wayang golek cepak mulai populer di tanah Pasundan. Pangeran Girilaya (1650-1662) turut memperluas popularitas wayang golek saat memerintah. Seiring dengan dibukanya Jalan Raya Daendels, wayang golek tersebar luas ke seluruh penjuru Jawa Barat.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Rais Rasyadi dalam penelitiannya berjudul "Eksistensi Kesenian Wayang Golek di Bandung (1950-2015)", disampaikan bahwa Ki Darman seorang dalang dari Tegal, Jawa Tengah, memindahkan dan mengembangkan seni ini di Jawa Barat pada 1840-an sehingga makin populer.

ADVERTISEMENT

Jika wayang kulit terbuat dari lembaran kulit hewan yang dibentuk menyerupai tokoh dan mengandalkan bayangannya sebagai bentuk visual yang dipertunjukkan dalam keseniannya, maka wayang golek terbuat dari kayu yang diukir menyerupai bentuk tokoh dan dihias dengan berbagai warna dan aksesoris guna dipertunjukkan secara langsung dalam berbagai pagelarannya.

Bentuk dari wayang golek menjadi versi tiga dimensi dari wayang sehingga tidak lagi membutuhkan pantulan cahaya guna membentuk bayangan dalam setiap pertunjukannya. Hal ini pula yang menyebabkan kesenian wayang golek dapat digelar pada siang atau dalam keadaan cahaya yang terang. Berbeda dengan pertunjukan wayang kulit akan menjadi tidak efektif karena bayangannya akan tidak tampak jelas jika digelar pada siang hari.

Dari segi nilai budaya, kesenian wayang golek berkembang dengan menyesuaikan karakteristik dan budaya lokal tempat ia berada. Wayang golek secara khusus mencerminkan kebudayaan Sunda, mulai dari bahasa, tarian, hingga prinsip-prinsip hidup yang melekat pada adat istiadat setempat. Nilai-nilai budaya ini menjadi elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari setiap pertunjukan wayang golek.

Sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang terus berkembang, wayang golek juga mengalami perkembangan yang signifikan. Berbagai lakon baru terus diciptakan untuk menjaga relevansi wayang golek di tengah perubahan zaman. Dengan inovasi ini, eksistensi wayang golek tetap terjaga dan terus diminati oleh berbagai kalangan.

Salah satu inovasi dalam kesenian wayang golek adalah munculnya cerita carangan, yaitu lakon yang dibuat oleh dalang berdasarkan cerita orisinal. Cerita carangan ini sering kali diilhami oleh berbagai isu kontemporer yang dihadapi masyarakat, mulai dari permasalahan pekerjaan hingga persoalan kenegaraan. Dalam lakon-lakon ini, dalang kerap menyisipkan humor, kritik sosial, dan pesan moral yang membuat pertunjukan lebih dekat dan menarik bagi penonton.

Dengan menggabungkan elemen tradisional dan modern, wayang golek tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga media refleksi sosial yang mendalam. Wayang golek terus berperan penting dalam melestarikan budaya sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang relevan dengan kehidupan masyarakat.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads