Cerita Keteguhan Cinta Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana

Cerita Keteguhan Cinta Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Kamis, 07 Nov 2024 06:00 WIB
ilustrasi buku
Ilustrasi buku (Foto: Getty Images/aeduard)
Bandung -

Pada tahun 2017, UNESCO menetapkan Cerita Panji sebagai Memory of the World (MoW). Ini karena cerita Panji yang berasal dari Jawa bagian Timur telah menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara, bahkan sampai ke Thailand. Cerita Panji ini telah banyak diadaptasi menjadi cerita dengan tokoh-tokoh lokal yang beragam sesuai dengan daerah perkembangannya.

Menurut situs Museum Nusantara, cerita Panji tak hanya dikenal di Jawa, namun juga di Bali, Lombok, Sumatera, Semenanjung Malayu, Kamboja, Thailand, dan Myanmar. Di Jawa Barat, cerita Panji berkembang dalam pementasan wayang golek cepak khas Indramayu. Meski ada detail cerita yang berbeda, pada intinya cerita utama berfokus pada kisah cinta Raden Panji atau Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana.

Kanti Walujo dalam studi di Universitas Esa Unggul, Jakarta (2017) menyebutkan wayang cepak Indramayu adalah salah satu wayang golek tua berumur 300 tahun yang ceritanya bersumber dari Serat Menak untuk kisah penyebaran Islam dan Babad Tanah Jawi untuk menceritakan raja-raja di Jawa dan Pasundan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam cerita Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, cerita berfokus pada kisah cinta anak-anak mahkota dari dua kerajaan besar di Jawa, yaitu Kerajaan Kahuripan (disebut juga Jenggala) dan Kerajaan Daha (disebut juga Kediri).

Keduanya dijodohkan sejak kecil, namun halang rintang menghadang pertemuan Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana. Tetapi, karena keteguhan cinta, halang rintang itu bisa dihadapi tanpa menggoreskan kekecewaan di pihak manapun.

ADVERTISEMENT

Di dalam artikel ini, penulis mengIsahkan ulang cerita panji Inu Kertapati dari buku berjudul Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana tulisan Widodo Djati, terbitan Depdikbud RI tahun 1998.

Kisah Keteguhan Cinta Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana

Kocap tercerita, ada empat kerajaan besar di Jawa yang kokoh dan tersohor kekuatannya. Yang tertua adalah Kerajaan Kahuripan, kemudian yang muda Kerajaan Daha, lalu Kerajaan Gegelang, dan terakhir Kerajaan Singasari.

Raja Kahuripan masih bertalian saudara jauh dengan Raja Daha, dan pada suatu kunjungan ke Kerajaan Daha, Raja Kahuripan menyampaikan bahwa dia mendapatkan wangsit dari dewata untuk menjodohkan putra keduanya, Inu Kertapati kepada putri mahkota Kerajaan Daha, Galuh Candrakirana.

Betah sekali Raja Kahuripan berada di Daha, namun tugasnya sebagai raja mengharuskannya kembali. Kunjungan itu dipastikan pula sebagai pertunangan antara kedua anak mereka. Yang, ketika kelak waktunya tiba, Inu dan Galuh akan menikah.

Sepulang ke Kerajaan Kahuripan, Inu Kertapati diberi tahu bahwa dia telah ditunangkan. Dia pun menerima hal itu sebagai tanda kepatuhannya kepada raja yang sekaligus ayahandanya.

Angin berkesiur, matahari bersalin bulan, bulan bersalin matahari, demikian waktu bergulir di Kerajaan Kahuripan yang sugih makmur. Sampai suatu waktu, Inu Kertapati dan kedua saudara kandungnya berburu ke hutan.

Dalam perburuan yang menang banyak, Inu terdampar ke sebuah desa di mana di desa itu ada gadis cantik anak kepala desa, namanya Ken Martalangu.

Pantas saja dia cantik, Ken Martalangu adalah bidadari yang diusir dari kahiangan dan baru bisa kembali, menurut takdirnya, setelah ditikam mati oleh Permaisuri Kerajaan Kahuripan. Nurub cupu, kedatangan Inu Kertapati disambutnya dengan baik.

Bunga bersemi di halaman rumah kepala desa itu, di dalamnya, cinta Inu Kertapati dan Ken Martalangu juga merekah. Keduanya melangsungkan pernikahan tanpa ada pemberitahuan dahulu ke Kerajaan Kahuripan. Meski 'rerencepan', pesta digelar tujuh hari tujuh malam.

Di hari ke delapan, Inu Kertapati yang lupa bahwa dia telah ditunangkan kepada Galuh Candrakirana membawa Ken Martalangu ke kerajaan. Raja dan Permaisuri kaget mendapati kenyataan anaknya telah menikah dan bingung apa yang harus diceritakan kepada Raja Daha.

Ditikam Keris Bunda

Dalam kebingungan itu, muncul ide untuk membunuh Ken Martalangu. Permaisuri mula-mula dilarang untuk membunuh oleh raja, namun dia membandel.

Dengan berpura-pura sakit, Permasiuri meminta Inu Kertapati mengambilkan hati harimau sebagai obat. Maksudnya agar Inu pergi dari rumahnya. Dan ketika rumah sepi, Ken Martalangu yang sedang tidur ditusuk dengan keris hingga tewas.

Tapi, sebelum tidur, Ken Martalangu dengan firasat seorang bidadari telah menulis surat perpisahan bahwa ajalnya sampai di situ, dia mati dibunuh ibunda Inu Kertapati.

Inu Kertapati Minggat

Darah dan jasad Ken Martalangu hilang dan dia kembali menjadi bidadari di kahiangan. Sementara surat yang disimpannya di bawah bantal, kini sudah terbaca Inu Kertapati.

Inu yang baik tak mau bermusuhan dengan ibunya karena pembunuhan itu, maka untuk mencari obat hati, dia pergi dari kerajaan. Sekalian mencari perempuan yang telah menjadi tunangannya, Galuh Candra Kirana.

Sayangnya, di Kerajaan Daha tempat Galuh Candrakirana berada, terjadi badai besar. Dan badai yang meluluh lantakkan negeri itu dimanfaatkan raksasa penculik bernama Batara Kala, untuk menculik Candrakirana bersama sejumlah orang lainnya. Galuh Candrakirana pun hilang.

Meski hilang dari Kerajaan Daha, Galuh Candrakirana tak mati. Dia dibawa ke sebuah gunung yang membuatnya kemudian menjadi petapa, ditemani dua orang dayang yang ikut terculik Batara Kala.

Perjalanan yang Berliku

Minggatnya Inu Kertapati dari Kerajaan membuat pemuda itu tak punya arah yang jelas ke mana melangkah, meski tujuannya telah pasti yaitu mencari Galuh Candrakirana. Di tengah perjalanan, dia bertemu pertapa dan kemudian menjadi murid petapa Brahmana Cakcasena itu.

Dari gurunya ini, dia diwarisi sebuah senjata berupa panah yang dari panah itu bisa tercipta beragam senjata lain. Namun, syarat yang bertalian dengan senjata itu adalah tidak boleh digunakan untuk kejahatan.

Di fragmen lain, Galuh Candrakirana juga mengalami perjalanan yang tidak mudah. Penyamaran demi penyamaran untuk menjaga keselamatan diri mengharuskannya merubah nama diri dan nama-nama pengikutnya.

Demikian halnya dengan Inu Kertapati, dia juga merubah nama diri dan nama-nama pengikutnya. Di antara perubahan-perubahan nama ini, terselip nama 'Panji', baik dipakai oleh Inu Kertapati maupun oleh Galuh Candrakirana.

Perjalanan panjang dilalui, berbagai godaan hingga perang harus dihadapi Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana untuk menjaga keteguhan cinta mereka, cinta yang dicanangkan oleh kedua orang tua mereka.

Sampailah pada titik akhir, ketika Inu Kertapati berhasil mengalahkan gangguan dari bala tentara Kerajaan Socawijaya yang memberontak ke Kerajaan Gegelang, kerajaan di mana Inu Kertapati, saudara-saudaranya yang mencari Inu, dan kelompok keluarga Galuh Candrakirana yang juga mengembara mencari Galuh bertemu secara tidak sengaja di tempat itu.

Perang usai, Inu Kertapati menang. Namun, apa artinya menang perang tanpa mendapatkan cinta yang diidam-idamkannya? Rupanya, Galuh Candrakirana dengan dayang-dayang dan para pengikutnya yang semakin banyak membuat sebuah kerajaan baru di Gunung Danuraja.

Gunung Danuraja kini telah menjadi kerajaan yang luas. Kerajaan Danuraja dengan Ratu Danuraja sebagai pemimpinnya juga mendapat kabar kemenangan Inu Kertapati yang kala itu bernama Sira Panji menang melawan Raja Socawijaya. Begitu pula Inu Kertapati mendengar ada ratu yang belum punya pasangan di kerjaan baru, Kerajaan Danuraja.

Diplomasi dilakukan untuk melamar ratu itu, yang ternyata setelah semuanya terbuka, Ratu Danuraja tak bukan adalah Galuh Candrakirana dan Sira Panji adalah Inu Kertapati. Keduanya teah dipertunangkan sejak remaja oleh kedua orang tua mereka. Dan kini, waktunya menikah.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads