Alat Musik Tradisional Karinding: Bentuk, Cara Memainkan, dan Makna Filosofis

Alat Musik Tradisional Karinding: Bentuk, Cara Memainkan, dan Makna Filosofis

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Minggu, 29 Sep 2024 06:30 WIB
Alat musik karinding.
Seorang pria memainkan alat musik karinding. (Foto: Istimewa/tangerangkota.go.id)
Bandung -

Sebagai daerah agraris dengan masyarakat yang dahulunya menggantungkan hidup dari bercocok tanam, masyarakat Sunda di Jawa Barat punya banyak waktu luang. Untuk mengisi waktu luang, terciptalah berbagai kesenian dan alat-alat musik yang enak didengar tatkala dibunyikan. Satu di antara alat musik tradisional di Sunda adalah karinding.

Karinding bisa dibuat dari pelepah pohon aren atau enau, namun umumnya yang ditemukan saat ini adalah karinding yang terbuat dari bambu. Karinding punya bunyi yang enak didengar, jika diresapi akan terdengar seperti suara tonggeret, sejenis serangga yang berbunyi sebagai penanda senja.

Alat musik yang sama boleh jadi ditemukan di kebudayaan lain. Di Bali misalnya, ada alat musik serupa bernama genggong atau jika mendengarkan musik-musik country, sering terdengar bunyi seperti karinding.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam artikel ini, pembahasan dikhususkan pada karinding dari Tanah Sunda. Seperti apa bentuk karinding, cara memainkan, dan makna filosofisnya? Simak yuk!

Alat musik karinding.Alat musik karinding. (Foto: Istimewa/tangerangkota.go.id)

Bentuk Karinding

Karinding, baik yang dibuat dari bahan enau maupun bambu adalah sebilah tipis yang bisa digenggam. Karinding punya tiga bagian mulai dari pegangan hingga area tempat memukulkan jemari.

ADVERTISEMENT

Area pegangan panjangnya selebar tiga jari dirapatkan. Kemudian bagian tengah sepanjang dua jari dirapatkan. Terakhir, tempat memukulkan jari, panjangnya seukuran dua jari dirapatkan.

Di bagian tengah yang dipukul ada yang disebut 'cecet ucing'. Cecet ini bergetar saat pangkalnya dipukul. Cecet yang bergetar itulah yang akan menimbulkan suara.

Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa bagian keempat yang tak boleh dilupakan dalam struktur karinding adalah bandul tengah.

Hinhin Agung Daryana, akademisi seni dari ISBI Bandung di dalam Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni Vol.1, No.2, Oktober 2016 menjelaskan tentang karinding dari Cimarigang.

"Karinding Ciramagirang terbuat dari pelepah kawung yang berukuran 15 cm s/d 20 cm, dengan lebar 1 s/d 2 cm. Memiliki empat bagian yaitu paneunggeul (bagian yang dipukul), dua buntut lisa (bagian yang bergetar), pembatas lidah getar (bandul tengah), dan panyekel (bagian ujung karinding). Pohon kawung saeran (enau) dianggap bahan paling baik karena suara yang diproduksi akan nyaring juga mempunyai daya tahan yang kuat." tulis Hinhin.

Selain bentuk tradisional itu, ada pula karinding yang telah mendapatkan modifikasi, di antaranya yang dibuat oleh Asep Nata, yang kemudian dinamai Karinding Towel, merujuk kepada cara memainkannya yang dicolek (toel), bukan dipukul.

Cara Memainkan Karinding

Memainkan karinding perlu kedua tangan dan rongga mulut. Tangan kiri memegang 'panyekel' dan salah satu jari tangan kanan memukul 'paneunggeul'. Jika 'cecet' bergetar, getarannya itu digaungkan ke rongga mulut dengan cara menempelkan karinding ke bibir, seolah-olah sedang menggigit karinding.

Namun, agar bisa membunyikan karinding. Perlu dua langkah dilakukan oleh pemula. Pertama adalah mempelajari bagaimana cara memukul agar cecet bergetar. Jika getarannya hampir habis, disambung dengan pukulan selanjutnya agar getaran cecet tidak putus.

Jika tangan dan jemari sudah piawai dan terbiasa memukul karinding, maka langkah kedua adalah membunyikannya pada tempat yang tepat, yaitu di mulut.

Tempelkan karinding pada bibir dan biarkan cecet-nya leluasa bergetar. Getaran cecet akan memantul pada rongga mulut dan menimbulkan suara.

Para ekspertis memainkan karinding sudah mengikuti irama tabuhan seperti gogondangan atau tutunggulan, menirukan bunyi tabuhan lesung. Selain taat pada aturan tabuhan, pengaturan nafas juga menentukan irama yang keluar dari tabuhan karinding.

Alat musik karinding.Alat musik karinding. (Foto: Istimewa/tangerangkota.go.id)

Makna Filosofis Karinding

Kimung, pemerhati sejarah sekaligus personel Karinding Attack pada artikel berjudul Filosofi Karinding Sunda menjelaskan tiga bagian karinding, yang ketiganya mengandung makna filosofis.

Menurutnya, bagian pertama disebut 'panyepengan', yakni bagian yang harus dipegang dengan mantap; Bagian kedua adalah 'cecet ucing' di mana buluh bambu karinding yang dibuat kecil dan tipis akan bergetar dan menghasilkan bunyi ketika dipukul; Bagian ketiga adalah 'paneunggeulan'. Ketiga bagian dari struktur karinding itu punya makna yakin, sadar, dan sabar.

Dikutip dari detikBali, Rahmat Kurnia, Ketua Karinding Patanjala menjelaskan karinding di dalam bahasa Sunda berasal dari kata 'ka ra da hyang'. Artinya, dengan diiringi doa Sang Maha Kuasa. Namun ada juga yang mengartikan sumber bunyi, terdiri dari kata 'ka' diartikan sumber dan 'rinding' sebagai bunyi.

Karinding dan Modern di Bandung

Banyak pendapat mengatakan bahwa karinding dimainkan sebagai kalangenan (kesukaan) masyarakat agraris di Jawa Barat ketika mereka menunggu padi yang tengah ranum di sawah.

Maka, hingga kini, karinding dimainkan sebagai alat musik tunggal. Dimainkan mandiri dan tanpa ada ketegasan kapan mulai dan kapan berakhir.

Hingga karinding berjumpa dengan masyarakat Kota Bandung. Hinhin Agung Daryana dalam studi berjudul Pergeseran Fungsi Instrumen Karinding di Jawa Barat menjelaskan musik karinding mencapai puncaknya ketika dimainkan selayaknya instrumen melodis sebuah band.

"Perkembangan musik karinding di Kota Bandung mencapai puncaknya ketika karinding difungsikan seperti layaknya sebuah instrumen melodis dalam sebuah band, baik dari cara memainkannya, kemasan pertunjukan, manajemen, serta teknik memainkannya yang banyak mengadopsi gaya musik barat." tulisnya.

Di Bandung, ada kelompok musik Karinding Attack disingkat Karat, yang mengekplorasi permainan karinding sebagai ekspresi musikalitas. Menurut Hinhin, Karat percaya bahwa musik hanya diciptakan satu, tetapi ekspresi musikalitasnya yang bisa berbeda-beda.

"Pemahaman itu menggiring Karat untuk melakukan terobosan, banyak kolaborasi yang dilakukan baik dengan musisi blues, Metal, Punk, Jazz, Hiphop, musik elektronik, Pop maupun dengan musik tradisional lain seperti Angklung," tulisnya.




(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads