Tari dan Musik Pakemplung, Irama Syukur Leluhur di Cianjur

West Java Festival 2024

Tari dan Musik Pakemplung, Irama Syukur Leluhur di Cianjur

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Kamis, 22 Agu 2024 14:00 WIB
Poster West Java Festival 2024.
Poster West Java Festival 2024. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Dahulu kala, padi huma hanya bisa ditanam setahun sekali, maka waktu panen merupakan waktu yang ditunggu tunggu masyarakat di Sunda yang menjadikan nasi padi sebagai makanan pokoknya.

Jika waktu panen datang, tak kepalang senangnya masyarakat. Sebagai ungkapan terima kasih, muncul banyak persembahan musik, tari, dan kidung yang dimainkan pada momen tersebut.

Di Kampung Tegal Bungur, Desa Warnasari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, leluhur masyarakat bersyukur atas hasil panen dengan menggelar Seni Pakemplung. Kesenian itu masih dapat ditemukan kini meski pemain-pemainnya notabene adalah sepuh dan kesenian itu nyaris punah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Revitalisasi kemudian dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cianjur. Upaya ini diawali dengan studi promofendus untuk promosi doktor Niknik Dewi Pramanik di Universitas Padjadajaran (Unpad).

Kini, dokumentasi, pencatatan, serta penyelamatan alat-alat Tari dan Musik Pakemplung telah dilakukan. Upaya revitalisasi seni ini menghasilkan Tari dan Musik Pakemplung yang dikembangkan di pusat Kota Cianjur.

ADVERTISEMENT

Tari dan Musik Pakemplung sebagai irama syukur leluhur di Cianjur ini dapat dinikmati pada gelaran West Java Festival (WJF) 2024 yang berlangsung di kawasan Gedung Sate, Kota Bandung, 23-25 Agustus 2024.

Pakemplung Sepintasan

Niknik Dewi Pramanik, dkk, dalam studi berjudul "Makna Simbolik dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Seni Pakemplung di Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur", dimuat dalam Jurnal Panggung, 2021 menyebutkan bahwa seni Pakemplung dilakukan untuk menyenangkan Nyai Pohaci atau Dewi Sri.

Sebagaimana orang Sunda pada umumnya, orang Naringgul percaya Nyai Pohaci adalah dewi kesuburan, dewi padi, bahkan kadangkala Nyai Pohaci adalah padi itu sendiri.

Menurut Niknik, seni Pakemplung digelar dalam momentum pasca-panen padi, tepatnya disebut Ngampih Pare, atau menyimpan padi. Seni ini, secara lahiriah memang hiburan untuk masyarakat, namun secara batiniah adalah untuk Nyukakeun Nyai, membuat Nyai Pohaci senang.

"Seni Pakemplung berasal dari Kampung Tegal Bungur, Desa Wanasari Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur. Keberadaan seni ini hampir punah, karena masyarakat milenial sekarang ini cenderung lebih menyukai bentuk-bentuk pertunjukan seni, yang lebih dinamis dan menarik, sehingga seni Pakemplung tidak berkembang, karena seni ini dianggap tidak dapat bersaing dengan seni-seni baru yang dipengaruhi budaya luar," tulis studi tersebut.

Revitalisasi Pakemplung

Yang akan ditampilkan pada West Java Festival 2024 adalah Tari dan Musik Pakemplung hasil revitalisasi. Pertunjukan ini sekaligus mendorong Pakemplung dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Indonesia.

Dika Dzikriawan, Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Cianjur mengatakan semakin banyak aktivasi Pakemplung, semakin sering ditampilkan, maka akan semakin cepat penetapan WBTB itu.

Revitalisasi sendiri adalah menarik Tari dan Musik Pakemplung agar dilakukan oleh pelaku seni kalangan muda. Para pemain yang anak muda ini ada beberapa di antaranya yang terlibat penelitian Seni Pakemplung di Naringgul. Naringgul sendiri sebuah kecamatan yang berdampingan dengan Kecamatan Cidaun, dekat ke laut selatan Jawa Barat.

"Otentisitas (hasil revitalisasi) tidak se-autentik para sesepuh di Naringgul. Ada adaptasi kembali, kebutuhan yang disesuaikan dengan pertunjukan, namun konsepnya tetap wujud syukur atas keberhasilan panen dalam rangkaian Rasul Taun (seren taun)," kata Dika kepada detikJabar, Rabu (21/8/2024)

Terlebih karena di Naringgul, Seni Pakemplung merupakan kalangenan (keasyikan) yang bisa dipentaskan semalaman suntuk. Berbeda dengan Tari dan Musik Pakemplung yang dipentaskan di panggung, tentu akan terbatas oleh waktu pentas.

Karakter Seni Pakemplung

Seni Pakemplung di Naringgul menampilkan sajian musik dan tari. Peralatan yang digunakan di antaranya ada rebab, alat musik gesek. Rebab ini dalam istilah Pakemplung punya sebutannya sendiri, yakni Léngék.

Selain léngék, ada dua buah penclong (serupa dengan penclon pada rangkaian bonang) lengkap dengan satu bende (gong kecil) yang menggantung di pinggir pemainnya.

Alat musik terakhir adalah kendang. Namun, bentuknya beda dengan kendang penca atau kendang jaipong pada umumnya. Kendang ini bentuknya tidak cembung di tengah kuluwung, melainkan rata. Nyaris mirip bentuk bedug yang kedua sisinya dapat ditabuh.

Yang tak kalah penting dari semua itu adalah Ronggeng. Penari ini punya dua kemampuan, yakni menari dan menyanyi. Ronggeng akan melantunkan lagu-lagu Pakemplung sambil dia sendiri menari.

Dari segi musik, Pakemplung akan terdengar stagnan dari awal hingga akhir. Menurut Diki Dzikriawan, musik ini dimainkan dalam "ketuk dua", maka akan berbeda dengan seni lain di Jawa Barat yang tempo musiknya "ketuk tilu", yang energik.

Tentu, sebelumnya ada ritual-ritual pembuka dalam pementasan seni Pakemplung ini, hingga ke bagian isi dan penutup.

Persiapan Pakemplung di WJF 2024

Dalam pementasan di WJF 2024, Tari dan Musik Pakemplung akan disajikan sebagaimana seni aslinya yang ditemukan di Naringgul.

"Secara struktur, akan melakukan sesuai dengan saat Pakemplung diselenggarakan. Ada ritual seperti ada rujakan dibawa ronggeng disimpan di Saung Sanggar, lalu memuai dengan bubuka,"

"Kemudian bunyi rebab yang disebut juga Léngék, kemudian isi, pangibingan, kemudian penari laki-laki menari pergaulan. Waktunya 10 menit," kata Dika.

Untuk peralatan yang digunakan, Dika mengatakan tim akan memakai alat yang ada. Yakni, ada alat buatan baru sehingga yang lama tetap disimpan di Naringgul.

"Ada media yang sedikit tidak terlalu sama dengan yang aslinya," kata Dika.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads