Kesenian tradisional sampyong di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mulai jarang terlihat. Selain adu ketangkasan, permainan rakyat yang pernah berjaya di tahun 1970-1990-an itu ternyata bisa jadi ajang adu kesaktian.
Pemerhati Kesenian Indramayu, Asep Ruhiyat mengakui kesenian sampyong berpotensi punah. Karena pertunjukan seni sampyong sudah sangat jarang digelar. Hal itu pun seiring berkurangnya jumlah jawara (pemain) yang ada di berbagai desa di Kabupaten Indramayu.
"Memang para jawara di era 1980-1990-an mungkin sudah pada tua ya. Tapi ketika bicara soal sampyong itu mereka masih semangat," kata Asep, Selasa (11/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diceritakan Asep, kesenian sampyong sangat melekat dengan kesaktian. Terutama bagi para pemain atau jawara. Mereka (jawara) umumnya memiliki ilmu khusus seperti kebal terhadap pukulan. Bahkan, tak jarang sejumlah jawara yang menggunakan tongkat rotan khusus sebelum bertanding.
"Itu pasti (melekat dengan kesaktian). Iya tongkatnya juga kadang sudah diisi (di jampi jampi), kecuali penjalin atau tongkatnya itu disediakan oleh panitia," ujarnya.
Selain tongkat khusus, para jawara mayoritas lebih menyiapkan kekuatan diri dari pukulan tongkat rotan. Mengingat, resiko dari sabetan tongkat itu bisa menyebabkan patah tulang hingga lumpuh.
"Memang tiga pukulan itu intinya untuk melumpuhkan lawan. Makanya yang dipukul dari bagian betis ke bawah biasanya yang diincar itu mata kaki," katanya.
Meski begitu, Asep menerangkan belum menemukan adanya pemain atau jawara yang meninggal akibat bertanding atau mengalami cacat permanen. Sebab, rata-rata para jawara sampyong yang datang dari berbagai desa di Kabupaten Indramayu itu memiliki pawang atau mentor khusus yang bisa mengobati rasa sakit dari sabetan rotan.
"Biasanya itu ada pawangnya, jadi ketika si pemain tanding terus kena pukulan itu obati. Bahkan sebelum bermain mereka biasanya di jampi jampi dulu kayak kebal dan lainnya," kata dia.
Dua alat musik khas pengiring sampyong yaitu kemong dan kendang. Kedua alat itu ditabuh dengan ritme cenderung monoton tetapi terdengar sakral.
"Alat musiknya biasanya cuma dua macam, ada kemong sama kendang. Tapi itu ritus karena suaranya dug dug tong dug dug tong suaranya gitu aja. Tapi mistis gitu ya dan berpengaruh di gerakan si pemain. Jadi seperti mengandung energi menambah kekuatan pada sabetan pemain," katanya.
Namun, menurut Asep permainan sampyong itu bisa dilakukan modifikasi agar tetap bisa dimainkan oleh para generasi saat ini. Salah satunya modifikasi tongkat yang digantikan dengan alat yang lebih lunak atau pengaman kaki bagi pemain.
"Iya itu bisa dimodifikasi, misal tongkat nya dikasih alarm jadi kalau kena sasaran itu akan berbunyi atau bercahaya. Bisa juga pakai pelindung kaki," katanya.